Kamis, 23 Juli 2009

Cinta Buta


Cinta bisa membuat mata menjadi buta. Kasus pemboman dua hotel di Jakarta masih menjadi buah bibir media, walau dampaknya tidak seperti kasus bom bali atau bom marriot sebelumnya ( mungkin karena sudah terbiasa), tetapi hal ini tetap membuat warga asing sedikit bertanya, mengapa dan untuk apa hal itu dilakukan ?. " I heard that Moslem is very kind people, maybe they bombed the hotels with love" kata seorang turis asing dengan nada sedikit mengejek , yang hendak ke Yogya melalui stasiun Gambir.



Stigma terorist telah dilekatkan dikepala orang Islam. Berada di antara kaum mayoritas muslim di Indonesia, membuat warga asing terutama yang non muslim seperti dipaksa untuk mengerti kondisi kita. " Mungkin mereka terlalu mencintai agama mereka, sehingga yang lain tampak begitu buruk dan mesti disingkirkan" begitulah kira-kira maksud dari kata "bombed with love" oleh turis tadi, padahal apa yangtelah terjadi belum tentu bermotifkan agama, bisa saja politik dan sebagainya. Tetapi karena target pemboman adalah warga asing membuat mereka berasumsi menurut apa yang mereka suka. Motif agama seakan selalu berhiaskan darah dan air mata.

Diluar sana, dimana Islam terkondisi sebagai minoritas, saudara dan saudari kita banyak dihina dan dilecehkan oleh kaum yang selalu mendongengkan cerita tentang hak asasi manusia. Marwa al Sharbini, seorang muslimah yang dianggap terorist hanya karena mengenakan jilbab, terbunuh diruang persidangan di Jerman. Persidangan itu memperkarakan tuntutan keadilan oleh Marwa akibat penghinaan yang dilakukan seorang pemuda Jerman bernama Alex. Pemuda itulah yang akhirnya membunuhnya di ruang persidangan tersebut. Berita ini tentu saja tidak layak dikonsumsi oleh masyarakat internasional, selain sesama kaum terorist.

Kita selalu di tuntut untuk bersikap bijaksana dan memakai kacamata dua dimensi. Dimensi pertama kita tidak boleh membiarkan terorist berkeliaran di negeri tercinta ini walaupun dia beragama Islam. Dimensi kedua kita harus mengerti bahwa tidak semua orang diluar sana yang menganggap Islam sebagai agama terorist, kalaupun ada itu hanya sebagian dari oknum tidak bertanggung jawab. Kacamata dua dimensi tadi sering kali melukai mata kita dan memaksa kita untuk melihat kesatu arah, arah kepentingan negeri adikuasa.

Kita tidak boleh dituntut untuk bijaksana dalam hal-hal tertentu tapi kita harus bijaksana dalam menempatkan segala sesuatu. Kejahatan atas nama agama harus dibedakan dengan kejahatan karena beragama. Terkadang toleransi dan kepedulian kita yang terlalu besar terhadap korban warga asing membuat kita lupa dengan penderitaan saudara kita dinegara asing. Cinta buta memang terlarang, tetapi membutakan mata karena cinta jauh lebih terlarang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar