Rabu, 19 Agustus 2009

Predikat Taqwa


Dari balik dunia huruf dan angka, langit diatas kepala kita telah menghasilkan ribuan sketsa kata dari orang-orang brillian yang dimiliki penghuni bumi ini. Panca indera kita di wajibkan beradaptasi dengan kemajuan tehnologi agar perputaran waktu tidak mengunci pikiran kita dalam satu dimensi ruang. Telinga kita telah mampu mendengar cerita teman yang berjarak ribuan kilometer, mata kita telah mampu menembus langit menuju beribu galaksi diantariksa akan tetapi kesadaran kita akan keberadaan Sang Pencipta ini tidak pernah beranjak kemana-mana.



Biasanya menjelang Ramadhan dan Syawal, email di banjiri oleh ukiran kata maaf , atau kata sambutan terhadap bulan tersebut. Indikator taqwa tidak hanya puasa. Bahkan dalam rukun Islam, puasa hanya menempati urutan ketiga setelah syahadat dan sholat. Jika kita mau lebih jauh lagi maka ibadah yang pertamakali di hisab adalah sholat bukan puasa

Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah saw., beliau bersabda : "Sesuatu yang pertama kali diperhitungkan pada hamba adalah shalatnya, jika ia menyempurnakannya. Jika tidak (sempurna) maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : "Lihatlah apakah hambaKu mempunyai (shalat) sunat ?". Jika kedapatan padanya (shalat) sunat, maka Allah berfirman : "Sempurnakanlah fardhu itu dengannya". (Hadits ditakhrij oleh Ibnu Majah).

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa cerita yang banyak diperdengarkan adalah keutamaan bulannya bukan ibadah puasanya, karena pada bulan itu semua ibadah di perhitungkan beberapa kali lipat , seperti sholat, puasa dan zakat. Bulan Ramadhan adalah bulan latihan kata beberapa ustadz, artinya paraktek dari latihan itu ada di 11 bulan tersisa. Perumpamaan itu jadi rancu karena hampir semua orang lebih senang latihannya ketimbang prakteknya karena memang nilai latihan lebih besar dari pada nilai praktek. Mungkin bagi orang awam seperti kita, bulan ini lebih tepat dikatakan bulan penyucian diri setelah berkotor-kotoran selama sebelas bulan dan mungkin akan seperti itu juga setelah Ramadhan nanti menuju Ramadhan berikutnya, jika tidak percaya tanyakanlah kepada umur kita yang menjadi saksi berapa banyak kita telah berpuasa.

Walaupun tahun terus berjalan, tapi kedewasaan kita dalam berpuasa tidak pernah berkembang, pertanyaan mengenai tatacara berpuasa dan hal-hal yang membatalkan puasa hampir setiap tahun dibahas dengan dalil yang sama, bahkan forwadan email ada yang berulang tahun sampai 3 kali. Teori ibarat anak muda sedangkan faktanya disimpan orang tua kata Edgar Watson dan kita hampir tidak pernah menjadi orang dewasa dalam hal ibadah.


“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” (Al Baqarah ayat 183 ) kata "la'allakum tattakun" agar atau mudah-mudahan kamu bertaqwa , menunjukan bahwa kita memang belum bertaqwa dan kata tersebut selalu berulang setiap tahun, artinya setiap tahun kita harus mempertegas ketaqwaan kita kepada Allah. Karena puasa adalah ibadah rahasia maka kitapun tidak pernah tahu siapa orang yang telah menjelma menjadi orang yang bertaqwa.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : "Setiap amal anak Adam baginya selain puasa, puasa itu bagiKu dan Aku membalasnya". Demi Dzat yang diriKu ditanganNya sungguh bau busuknya mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi". (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Jika saja semua orang bisa melihat predikat taqwa tersebut maka setiap tahun kita akan jarang menjumpai orang yang banyak bicara tetang ramadhan atau puasa , sebaliknya kita justru akan lebih banyak di suguhkan amalan-amalan yang bisa menggetarkan hati.





Rabu, 12 Agustus 2009

Meneguhkan Keyakinan



" Allahumma arinal haqqan, haqqa war zuqna ittiba'......." sambil terbatuk-batuk ustadz Abbas berhenti sejenak, dia menatap jauh kedepan lalu melanjutkan wejangannya " banyak diantara kita yang telah mengetahui berbagai bentuk kebaikan, tapi tanpa kehendak dari Allah sulit bagi kita untuk bisa melaksanakannya sehingga berbagai kebaikan itu sekedar menjadi cerita untuk di dongengkan kemana-mana sebagai gambaran orang yang bertaqwa dan selain Rasulullah contohnyapun tidak ada yang dari zaman sekarang pasti dari zaman dahulu atau yang dikenal dengan sebutan salafus sholeh, sehingga semakin jadilah ......bahwa predikat taqwa untuk saat sekarang adalah mitos belaka"



Siapa yang tidak mau menjadi orang yang bertaqwa, pernyataan itu mungkin sebanding dengan kalimat : siapa yang tidak mau jadi orang pintar, atau siapa yang tidak mau jadi orang kaya, hanya saja parameter pintar dan kaya berbeda dengan parameter taqwa. Secara relatif kita bisa saja menunjuk seseorang dengan mengatakan bahwa dia kaya atau pintar, tetapi menunjuk kalau seseorang itu bertaqwa tentu akan memunculkan pertanyaan baru " standardnya apa ?"

" Allahumma arinal batilan, batila war zuqna ijtinabah...." sambung ustadz Abbas , kali ini dia mengangkat tangan sambil mengepalkannya " Berusaha yang susah dilaksanakan itu ada dua. Satu berusaha melaksanakan kebaikan dan yang kedua berusaha menghindari keburukan. Tidak sedikit orang yang mampu melaksanakan kebaikan tetapi sulit untuk menghindari keburukan, sholat terus berbohong tidak ketinggalan, mengaji terus, bergosip tidak dilupakan. puasa oke tetapi pandangan mata tetap berkeliaran kemana-mana, sekali lagi kita mesti meminta kekuatan kepada Allah untuk bisa berusaha menghindari segala keburukan tersebut"

"Jika untuk berbuat baik kita harus meminta, lalu untuk menghindari keburukan kita juga harus meminta, lalu letak usaha kita ada dimana ?" kata Helmi kepada Ustadz Abbas, " menyakini 'la hawla wala quwwata illa billah' bahwa apapun yang kita kerjakan tanpa ridho Allah maka sia-sia semuanya, bahwa apapun yang kita kerjakan tanpa kehendak Allah tidak akan pernah terjadi, artinya kita di tuntut untuk melaksankan janji kita bahwa ibadah, hidup dan mati kita hanya untuk Allah .....mampukan kita melaksanakan hal tersebut? disinilah letak usaha kita"

Walaupun selalu ada nuansa khilafiyah tetapi bidang fiqih selalu mengutamakan dalil hitam diatas putih, hal yang berbeda dapat ditemukan pada bidang aqidah yang selalu bersinggungan dengan keyakinan. Seribu cerita syariat, tetapi ketika dihadapkan dengan masalah jihad , mudur maka semua cerita tadi adalah omong kosong, karena jihad bicara tentang keyakinan. Keyakinan (keimanan) inilah yang semestinya ditanamkan didada anak-anak kita sebelum mereka mengenal berbagai tata cara peribadatan. Karena jika mereka tidak yakin atau tidak memiliki keimanan akan Tuhannya, lalu kepada siapa mereka tujukan ibadah mereka.

Waktu berlalu begitu cepat, adzan isya di kumandangkan mengakhiri pengajian malam itu. Saatnya meneguhkan kembali keyakinan, menghadap Sang maha Pencipta, lewat takbiratul ihram, lewat rukuk, lewat sujud sampai salam dalam mengagungkan Allah , Tuhan penguasa seluruh alam.