Kamis, 28 Februari 2008

Permainan Tanpa kata




Kebahagian dan kesedihan terkadang datang melampaui kejadian yang sebenarnya, semua berita berubah jadi praduga sementara realita masih menunggu disana, bahkan terkadang doa sering dipanjatkan mencegah cerita menjadi nyata. Reaksi fikir yang terlalu jauh justru lebih sering membelenggu dan juga sebaliknya melemparkan kita pada suasana tidak menentu. Ketika seseorang mendapat khabar bahwa dia akan mendapat hadiah besar, seketika itu pula kebahagian menyelimuti dada, segala angan melambung meninggalkan fakta yang belum terjadi, begitu juga sebaliknya jika yang diterima adalah berita buruk maka mendadak hati menjadi guncang walaupun kebenaran belum menampakkan wujudnya. Rasulullah SAW sendiri pun pernah mengalami hal ini pada kasus Aisyah, istri beliau yang tertinggal di perjalanan dan bertemu salah seorang sahabat yang mengantarkannya sehingga menimbulkan fitnah dan diklarifikasi oleh Allah langsung pada surat An Nur ayat 11 (lihat sababun nuzul).

Memang benar ketenangan hati bisa menciptakan kecepatan berfikir namun tidak juga salah jika rekasi fikir berlebihan bisa mengguncangkan hati, semuanya seperti permainan bahasa tubuh. Segala persepsi baik dan buruk berawal di fikiran dan berakhir di hati sehingga tidak hanya dibutuhkan berfikiran positif (positive thinking) tetapi juga merasa positif (positive feeling).

Kepasrahan sering disalah artikan sebagai ketidak mampuan berusaha, justru kepasrahan pada ketentuan Allah membutuhkan usaha dan keyakinan yang sangat tinggi dan banyak orang yang gagal dalam menempuh kepasrahan total seperti ini. Ketika hendak berperang Rasulullah SAW meminta infaq para sahabat untuk bekal di perjalanan , salah seorang sahabat yaitu Umar bin Khattab RA secara spontan menyerahkan separuh dari hartanya dan meninggalkan separuh lagi untuk keluarganya. hal ini secara logika sangat bijaksana dan Rasulullah SAW pun memuji tindakan tersebut , disisi lain Abu Bakar RA meyerahkan seluruh hartanya untuk di bawa kemedan perang sedangkan nasib keluarganya diserahkan kepada Allah SAW dan RasulNya, dan ini merupakan sebuah totalitas kepasrahan yang sangat tinggi, sehingga tidak salah jika Rasulullah SAW mengatakan "jika iman umat ini dtimbang dengan imannya Abu Bakar maka imannya Abu Bakar jauh lebih besar", kepasrahan yang seperti ini bisa mengalahkan bantahan logika, karena bagi sebagian orang hal ini dianggap sebagai suatu kebodohan.

Dunia seperti berada di balik tempurung kepala kita dan keimanan menurut pada kehendak pemahaman. Ketika Rasulullah SAW bertanya pada seorang wanita tua mengenai keberadaan Allah SWT dan di jawab oleh wanita tersebut bahwa Allah SWT berada di atas langit, maka Rasulullah SAW hanya mengiyakan dan tidak memberikan interpretasi lanjutan. Kejadian ini juga dipahami secara berbeda oleh berbagai pihak dan ada juga yang menjadikan hal ini sebagai dalil pembenaran. Apakah ada dalil yang menjelaskan bahwa orang pintar lebih banyak disyurga dari pada orang bodoh, jika tidak mengapa perbedaan pemahaman disikapi secara berlebihan ? hal ini karena kita terlalu sering bermain dan menciptakan pola-pola di kepala kita da menempatkan orang lain pada posisi yang sama, padahal Allah SWT menciptakan perbedaan agar dunia bisa berputar.


Jumat, 15 Februari 2008

Jika Tidak Memandang Dari Sini


"Akulah yang paling benar karena aku ada disini, segala yang disana pasti berakhir disini, segala arti baru bisa berarti jika berasal dariku, jika kau ingin melihat keutuhan jiwamu bercerminlah kepadaku, kemewahan yang tersedia sebenarnya untukku hanya terkadang sering dipinjamkan untukmu, menjelmalah menjadi aku karena aku segala tahu, Akulah yang beragama"

Segala ilmu yang kita pelajari akan berujung pada pencitraan diri baik bagi oranglain maupun bagi diri sendiri, hakekat kebenaran bagi kita bisa jadi dianggap sekedar pembenaran bagi orang lain karena logika setiap kepala selalu berbeda. Apakah yang kita anggap selama ini benar adalah kebenaran sejati atau kita sedang terperangkap pada sebuah pembenaran. Seorang ibu menyayangi semua anak-anaknya, hanya prasangka sang anaklah yang mengira hanya dirinya yang perhatikan.

Kebenaran terkadang bisa ditinjau dari sebuah negasi walau akan mengundang berbagai penafsiran, sebagai contoh apakah sama jika dikatakan "sapi akan melahirkan sapi " dengan " sapi tidak mungkin melahirkan kambing" . Semua agama akan selalu mengklaim agamanyalah yang paling benar, lalu muncul pertanyaan sederhana "mengapa ada agama yang salah ?" , "apakah kesalahan agama lain karena kebenaran agama kita atau sebaliknya ?" , "bagaimana jika aku ada disana apakah sikapku sama seperti jika aku ada disini ?" , "mengapa sebelum dilahirkan manusia tidak dizinkan memilih dirahim siapa dia dilahirkan, bukankah hal tersebut merupakan salah satu dari sebab akibat yang akan di pikulnya kelak ?", seribu pertanyaan akan selalu menghadang suatu kebenaran, apalagi hanya sebuah pembenaran.

Tidaka ada satupun ciptaan Allah SWT yang sia-sia dan tanpa arti, hanya saja rahasiaNya tidak semuanya ditampakkan kepermukaan. Islam adalah rahmatan lil 'alamin, bukan sekedar rahmatan lil muslimin atau mukminin, dan cermin itu harus dipantulkan kesegala arah, beranjaklah dan lihatlah kebenaran dari arah berbeda, seketika kita akan tahu bahwa kita memang punya mata, segala sangka tidaklagi bermakna karena dada kita telah terbuka dengan begitu indah.

Kamis, 14 Februari 2008

Menyadarkan Diri Memang Tidak Mudah


Didalam konteks beragama kesesatan merupakan lawan dari kesadaran, seseorang dikatakan sesat jika dia telah menyimpang dari ajaran yang telah di tetapkan baik berupa perilaku maupun pemikiran, sehingga orang tersebut layak untuk di sadarkan. Tapi apakah orang yang berusaha untuk menyadarkan orang lain tersebut memang telah sadar sepenuhnya ?, jika belum lalu apakah makna kesadaran yang sebenarnya ? berikut ini adalah macam dari bentuk kesadaran dan contoh sederhana penerapannya.

Kesadaran Horisontal

Ketika terjadi kemaksiatan pada suatu tempat maka perbuatan tersebut akan melibatkan tiga pelaku utama. Yang pertama adalah sang pelaku maksiat, yang kedua adalah orang yang tidak melakukan tetapi juga tidak perduli dengan kegiatan sang pelaku dan yang ketiga adalah orang yang tidak melakukan tetapi ada kesadaran untuk mengingatkan sang pelaku. Jika kita sederhanakan maka ketiga pelaku tersebut kita sebut sebagai orang yang tidak sadar, yang setengah sadar dan orang yang sadar.

Etika beragama menganggap bahwa orang yang melakukan kemaksiatan baik itu besar atau kecil adalah orang yang tidak sadar bahwa di telah menghina dirinya di hadapan Tuhannya. Secara harfiah dia sadar bahwa yang dilakukannya itu buruk dan akan menimbulkan dosa bahkan dia juga sadar kalau Tuhan selalu memperhatikan apa yang dia lakukan. Sipelaku ini tidak sadar bahwa dia telah meniadakan sifat-sifat ke-Maha-an Tuhan dan juga secara tidak sadar dia juga telah memposisikan dirinya sebagai sang penentang.

Pelaku kedua yaitu orang yang setengah sadar terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya, dia sadar perbuatan itu tidak baik tetapi dia tidak sadar bahwa Allah telah menakdirkan dia ada disana sebagai pemberi peringatan. Kewajiban memperingatkan jatuh kepada orang-orang di sekitar peristiwa kejahatan atau kemaksiatan sehingga di butuhkan kesadaran, takaran kesadaran ini juga dinamakan takaran keimanan. Ketika dia sadar perbuatan tersebut salah dan sadar bahwa dia mempunyai kewajiban untuk memperingatkan tetapi tidak mempunyai keberanian maka orang tersebut telah mengugurkan kesadaran keduanya dan itulah selemah-lemah iman.

Pelaku ketiga adalah orang sadar dengan perbuatan tidak baik dan sadar untuk mau memperingatkan kesalahan orang lain walaupan hasilnya tidak selalu sama dengan apa yang di inginkan. Pelaku ketiga ini telah memasuki kesadaran horisontal secara utuh dalam mengamalkan amar ma'ruf nahi munkar dalam kaitannya dengan hablum minnannas (walaupun masih banyak kasus lain yang bisa di jadikan faktor utama kesadaran).

Kesadaran Vertikal

"Beribadahlah kepada Allah seperti engkau sedang melihatnya tetapi jika tidak mampu maka yakinlah bahwa Dia selalu melihatmu " penggalan hadist mengenai Ihasan tersebut mungkin sudah sering di perdengarkan dalam ceramah, khotbah jum'at atau pengajian-pengajian, tetapi apakah rasa itu benar-benar telah tumbuh di hati atau baru sekedar pengetahuan. Mengetahui keberadaan Tuhan adalah berbeda dengan merasakan keberadaan Tuhan. Pengetahuan di kepala mengenai beradaan Tuhan dan syaria'at yang di turunkanNya telah melahirkan banyak sarjana ahli tafsir, ahli fiqih, ahli hadist dan ahli-ahli lain. Sedangkan Perasaan keberadaan Tuhan yang timbul di hati mungkin hanya melahirkan ketaqwaan namun demikian inilah setinggi-tinggi predikat disisi Allah SWT dan salah satu wujud predikat ini adalah munculnya kesadaran horisontal diatas, sehingga jika kita buat kesimpulan sederhana maka kesadaran vertikal lebih bersandar pada perasaan dari pada pemikiran.

Sebagai contoh sederhana mungkin kita mengetahui bahwa masakan padang terkenal enak berdasarkan cerita dan informasi yang kita dapat maka tumbuhlah keyakinan bahwa memang masakan padang enak dan inilah yang disebut ilmul yaqin, namun kita baru sekedar tahu tetapi belum benar-benar merasakan. Sewaktu kita dapat merasakan makanan tersebut dan ternyata memang enak rasanya maka bertambahlah keyakinan kita. Karena proses penambahan keyakinan ini melibatkan fisik atau panca indra maka dinamakanlah ini dengan ainul yaqin. Ketika ilmul yaqin bertemu dengan ainul yaqin maka muncullah perasaan kebenaran dari informasi dan rasa yang telah di dapatkan rasa inilah yang disebut dengan haqqul yaqin (keyakinan sejati/hakiki) sehingga sewaktu akan makan rasa ini selalu muncul tanpa diminta. Rasa seperti inilah yang diharapkan tumbuh pada diri kita dalam konsep berkeTuhanan.

Konsep menumbuhkan rasa ini memang tidak mudah dilakukan, banyak sudah teori-teori berserakan dari pengalaman spiritual orang lain yang bisa di jadikan model dalam menumbuhkan rasa ini. Namun kesemuanya itu barulah pada tahap Ilmul yaqin dan untuk masuk pada tahap selanjutnya di perlukan latihan-latihan dan belajar dari konsep yang mungkin sudah pernah di terapkan orang lain dan berhasil , Tetapi apakah konsep yang tepat bagi orang lain juga bisa di terapkan pada diri kita ? Mungkin kita tidak asing lagi dengan dzikir, uzlah atau khalwat atau mengasingkan diri, kontemplasi,meditasi dan lain-lain yang kesemuanya di muarakan dalam menciptakan rasa dihati dan di harapkan juga memberikan efek ketenangan. Proses dalam merasakan itulah merupakan pintu gerbang ainul yaqin, karena kita sadar ketenangan, kebahagian, kesedihan, kesusahan adalah berasal dari Sang maha pencipta dan kita tidak mempunyai kemampuan apa-apa selain pasrah dan menyesuaikan kehendak kita dengan kehendakNya.

Ketika basirah (matahati) terbuka dan sadar dengan kekuasaan Allah SWT dan munculnya rasa sungkan ketika beribadah, mudah merasa tersentuh terhadap kejadian disekitarnya, mulai mempelajari makna kehidupan dan pasrah dengan ketentuan qada dan qadar dari Allah SWT maka pada saat itulah orang tersebut mencapai taraf Ainul Yaqin, kesadaran vertikal mulai utuh dan harus disempurnakan terus secara bertahap dan istiqomah sehingga ketika kita di panggil oleh Yang Maha Kuasa kita telah mencapai haqqul yaqin dan mati dalam husnul khotimah. Sekarang kita sadar bahwa banyaknya ibadah yang dilakukan seseorang tidak menjamin kedekatannya dengan Allah SWT selama dia melaksanakan ibadah tersebut tanpa kesadaran. Tidaklah mungkin jika orang tersebut sholat secara sadar tapi masih melakukan kemaksiatan, karena Allah menjamin bahwa sholat yang dilakukan secara sadar akan mencegah kita dari yang mungkar dan mengajak kita kepada yang ma'ruf. Tidaklah mungkin jika puasa yang dilakukan secara sadar masih menimbulkan kerakusan dan ketamakan, korupsi dan lain-lain karena puasa yang dilakukan secara sadar dapat menjaga kita dari sesuatu yang halal (berlebih-lebihan)dan syubhat (meragukan) apalagi yang haram . Begitu juga dengan ibadah yang lain seperti zakat, haji dan lain-lain.

Kesadaran horisontal dan vertikal ini bisa dimiliki oleh siapapun dan oleh agama apapun ketika orang tersebut telah mencapai kemampuan spiritual yang tinggi yang membedakan adalah objek fikir beribadah dan sebagai umat islam seharusnya kita bersyukur bahwa jika di usahakan, maka kemampuan pencapaian spiritual ummat islam bisa lebih tinggi dari ummat lain mengapa ? karena ketika ummat lain berhasil mencapai objek fikirnya maka mereka berhenti sampai disana. Sedangkan ummat Islam terus menanjak tanpa batas dan tepi karena Allah tidak akan pernah bisa di jangkau. Allah maha luas tetapi juga maha meliputi. Ketika ruh spiritual kita menjelajah ruang tanpa batas maka muncullah sensasi luar biasa yang mengakibatkan banyak orang lupa dan menganggap mereka bagaian dari Tuhan

Rabu, 13 Februari 2008

Yang Tercinta



Bayi terlahir dengan tangis
dan ibu tersenyum dengan cinta
mampukah kita tiada dengan senyuman
dan yang di tinggalkan menangis karena cinta ?

Pernahkah kita jatuh cinta ? mungkin hampir setiap orang pernah merasakannya walau cuma sesaat dan disaat rasa itu muncul segala bahasa terhenti seketika, ada apa dengan nya ? apakah rasa sayang juga merupakan cinta ?
Manusia hanya bisa memberikan satu kata, padahal rasanya jelas berbeda, cobalah kita rasakan perbedaan cinta kepada orang tua dengan cinta kepada anak dengan cinta kepada istri atau pacar dan lain-lain. Rasanya jelas berbeda tapi kata yang bisa menggambarkan hanya satu yaitu cinta.

Cinta memiliki bahasa yang sangat universal yaitu rasa. Rasa terkadang tidak memerlukan kata maupun nada, dia tercipta begitu saja. Sebuah senyuman dari orang yang kita cintai jauh lebih bermakna dari pada seribu kata indah dari orang yang kita benci. Cinta mampu mencuri waktu, tatkala kita sedang bersama orang yang kita cintai tampak waktu berlalu begitu cepat. Cinta juga mampu menghilangkan jarak. Jarak yang berlaku sebagai penghalang justru mampu menyemai rindu. Apapun yang tercipta dari sebuah cinta akan nampak selalu indah. Ketika orang yang kita cintai meminta jarang kita mengabaikannya dan jarang pula kita mengerjakan sesuatu yang dibenci orang yang kita cintai oleh karena itu berjalanlah atas nama cinta

Pernahkah kita mencintai Allah sama seperti kita mencintai yang lain bahkan lebih ? jika ya seharusnya cinta kita juga mampu meniadakan ruang dan waktu, yaitu rasa ingin selalu bersamamNya

Ketika nabi Muhammad SAW melaksanakan sholat, saat ruku beliau lama sekali begitu juga ketika i'tidal , sujud, duduk diantara 2 sujud. Lalu apa yang dibaca beliau sampai begitu lama ? banyak hadist bertebaran mengenai bacaan gerakan tersebut tetapi tidak ada yang panjang , lalu apa yang di baca Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassallam tersebut ? sebenarnya kita yang aneh dalam menyikapinya, mengapa kita selalu mempertanyakan apa yang di baca beliau bukannya mempertanyakan apa yang dirasakan beliau. Apakah dengan mengungkapkan rasa syukur dan tunduk beliau kepada Allah SWT harus dengan kata-kata.
Kata-kata apa yang bisa menjebatani seorang bayi dan seorang ibu, kata-kata apa yang mewakili seorang pawang dengan binatang peliharaannya , kata-kata apa yang diungkapkan petani kepada tanamannya, tidak ada kecuali rasa cinta.

Walaupun cinta tidak mengenal logika tetapi keberadaanya selalu disandingkan dengan adanya sesuatu, seperti cinta kita kepada orang lain karena kita menggunakan indera mata, dan dari mata turun ke hati, atau kita mengenal sesorang dari telepon misalnya, dari seringnya komunikasi walupun tidak pernah bertemu lama kelamaan timbulah rasa cinta dengan menggunakan indera telinga dan ini juga berlaku bagi orang buta dimana mereka membayangkan atau menggambarkan orang yang di cintainya tersebut lewat imaginasi. Bisa disimpulkan secara sederhana bahwa cinta memang memerlukan objek yang berwujud atau kita mengetahui keberadaannya dan mampu diraih oleh indera kita. Lalu bagaimana cara kita mencintai Allah SWT yang tidak mampu diraih oleh indera kita ?

Marilah kita mulai dari sesuatu yang sederhana , Pernahkan kita berdialog dengan Allah dalam bahasa kita sehari-hari, seperti kita berdialog dengan Ayah, atau ibu atau orang-orang yang kita cintai. Cobalah tinggalkan segala formalitas sehabis sholat atau sebelum sholat duduklah dengan santai dan tenang tutup mata diam sejenak tidak usah membaca apa-apa tapi rasakan kehadirannya pelan tapi pasti lalu mulailah dialog dengan membaca syahadat lalu salam kepada Nabi Muhammad lewat salawat kemudian berceritalah kepadaNya "Ya Allah, saya telah berusaha ya Rab tetapi kenapa orang selalu memusuhi saya padahal tali silturahmi pun sudah hambamu ini lakukan , Rab engkaulah yang maha menggerakkan hati ya Rab .........dan seterusnya " , setelah itu katakan yang kita mau atau utarakan apasih yang kita mau dari Allah itu, dan ditutup dengan Alhamdulillah karena Allah SWT telah mengabulkan doa kita

jika kita sering berdialog denganNya maka akan semakin tinggi rasa ketergantungan kita denganNya dan ketika semakin tinggi rasa ketergantungan kita denganNya semakin seringlah kita mengingatNya baik dalam keadaan duduk, berdiri, berbaring atau bekerja "ya Allah....ya Allah.....ya Allah ............." dan inilah yang dinamakan zikir sejati yang akan melahirkan cinta (Mahabbatullah) guna mencapai kedekatan denganNya (Makrifatullah)

Cinta memang sukar di gambarkan tapi semua orang pernah merasakan dan Allah sedang menanti cinta kita

Selasa, 12 Februari 2008

Men "Spritualkan" agama


Belakangan ini dunia spritual begitu digandrungi, banyak buku-buku mengenai spritualitas bertebaran dan asimilasi kultur pun tidak bisa dihindarkan. titik sentral permasalahan di fokuskan pada keseimbangan otak (Balancing Brain). Sejak di tekemukakan sebuah penelitian bahwa otak terbagi menjadi dua bagian yaitu otak kanan dan otak kiri dimana proses mengingat , perhitungan dan logika berada pada otak sebelah kiri sedangkan otak sebelah kanan berfungsi sebagai pengendali (controlling) baik itu pengendali kecepatan berfikir, pengendali emosi dan pengendali arah berfikir (fokus), maka ruang otak sebelah kanan inilah yang menjadi pokok pembahasan karena fungsinya yang jarang di optimalkan sehingga seseorang sering tidak bisa menemukan kekhusyuan beribadah dan sering dilanda stress.

Didalam surat Ar rad ayat 28 Allah SWT memberikan solusi agar hati menjadi tenang yaitu dengan banyak berzikir (yaitu) "orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram"

Permasalahannya adalah mengingat Allah SWT yang seperti apa yang membuat hati menjadi tenang, karena logikanya jika berhadapan 5 kali sehari saja hati belum juga tenang apalagi hanya sekedar mengingat. Inilah yang menjadi titik fokus merebaknya metode-metode spritual yaitu penyeimbangan pikiran dan perasaan. Ramuan metode yang disajikan tidak hanya bernuansa islam tetapi juga budha dan hindu seperti meditasi dalam yoga dan reiki bahkan lebih jauh dunia spritual belakangan ini telah merambah dunia magic dan hynoterapy dengan tujuan masuk ke alam bawah sadar (alpha , theta state) agar bisa mensugesti diri (self affirmation) terhadap keinginan-keinginan yang hendak ditanamkan didalam diri.

Ada 3 hal yang bisa mengkondisikan seseorang masuk kegerbang kekhusyukan yang dalam bahasa ilmiahnya disebut dengan 'alpha state ' 1. suasana hati yaitu seseorang yang sedang dalam kondisi bermasalah atau sedang menunggu seseorang ketika beribadah dia tidak akan mengalami ketenangan karena akan selalu ada gangguan dari luar dan solusinya adalah pasrah yaitu menyerahkan segalanya kepada Allah

al An Aam ayat 162. "Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam"


2. Suasana diri yaitu kondisi badan, seseorang akan sangat sulit khusyuk ketika berada dalam keadaan letih atau badan sakit atau pegal linu, solusinya adalah mandi dan memakai pakaian yang longgar serta wangi-wangian (parfum). dan halini sering dilakukan oleh Rasulullah SAW.
3. Suasana lingkungan yaitu kondisi ketenangan, susana yang ramai seperti dipasar akan menyulitkan seseorang untuk bisa konsentasi dalam beribadah solusinya dalah mencari tempat yang bisa menenangkan diri dan jika tidak bisa maka biarkan telinga kita mendengar bacaan yang kita lantunkan.

Hal tersebut diatas merupakan kondisi awal ketika memasuki 'alpha state' atau kondisi sangat rileks dan selanjutnya di ikuti dengan pengisian afirmasi atau niat yang merupakan keinginan hati dan bukan karena sesuatu yang bersifat dari luar, seperti niat mengerjakan PR (pekerjaan rumah) yang di suruh oleh guru disekolah. Niat seperti ini tidak akan menghasilkan sesuatu secara maksimal karena bukan dari dalam diri. Bagitu juga sholat atau ibadah-ibadah lain yang bukan dari keinginan hati yang paling dalam akan sangat susah dihayati. Pernahkah kita sedang lapar dan terpikir makanan kesenangan kita dan berkeinginan memperolehnya, selanjutnya apa yang kita rasakan jika makanan itu ada didepan kita, bukankah sangat antusias, dan pernahkah rasa seperti itu datang pada kita sewaktu beribadah, pastilah jawababnya tidak karena bagi sebagian orang, beribadah itu selamanya akan menjadi sebuah kewajiban tidak lebih.

Sebagian diantara kita juga banyak terjebak dalam menempatkan spritualitas hanya sebagai sarana menenangkan diri atau mencari ketenangan, padahal ketenangan bukanlah ahir dari perjalanan akan tetapi ketundukan dan kepasrahan (ikhlas) pada semua ketentuan Allah SWT atas diri kitalah yang menjadi landasan akhir dan itupulalah yang membedakan spritual islam dengan agama lain yang sekarang justru lebih mendominasi bahkan disisipkan terhadap ritual kita sendiri seperti meditasi, yoga, reiki dan pernafasan.