Kamis, 27 Maret 2008

Bergerak Dalam Ruang yang Sempit


Tidak ada satupun ummat Islam yang meragukan Al Quran walaupun memang ada sebagian yang hanya sampai pada tataran mengiyakan , dan jelaslah pula bahwa semua Islam ummat juga di wajibkan mempelajarinya tanpa terkecuali, sedangkan bagaimana cara mempelajarinya itu masalah lain lagi. Namun dari kesemuanya itu kita juga harus memaklumi bahwa daya tangkap setiap orang berbeda-beda, mungkin bagi saya hampir sebagian besar ayat-ayat Al Quran adalah mutasyahbihat dan sedikit yang muhkamat dan bagi yang cerdas mungkin lebih banyak yang muhkamat, tergantung dari sisi mana kita memandangnya atau jika mau lebih aman lebih baik memandang dari kaca mata ulama tempo dulu (salaf)

Pada abad ke 21 sekarang ini, ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat dan terjadilah metodologi terbalik. Jika pada masa Rasulullah dan para sahabat , Al Qur'an menjadi dasar dari perkembangan ilmu pengetahuan (Button Up ), akan tetapi sekarang, hasil dari ilmu pengetahuan seperti dicocok-cocokan dengan ayat Al Qur'an (Up to Down). Kedua hal tersebut tetap mengungkapkan kebenaran Al Qur'an sebagai petunjuk hidup akan tetapi pencitraan nilai Qurani ilmu pengetahuan pada ummat islam seperti terkotakkan pada ruang yang sempit (ritual). Adnan Oktar yang lebih dikenal dengan nama Harun Yahya sering mengungkapkan keajaiban Al Qur'an yang telah berhasil diungkapkan para sarjana-sarjana barat tanpa mereka sadari, bahkan perkembangan ilmu pengetahuan semakin membuktikan keberadaan tuhan, salah satunya adalah Anthony Flew (filsuf atheis) yang terpukau dengan kerumitan biomolekuler yang ada pada DNA yang tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Allah sendiri telah menantang manusia pada surat Ar Rahman ayat 33 untuk melintasi langit dengan memaksimalkan kemampuan fikiran.

Nalar selalu mengajak kita bertanya pada sesuatu yang tampak didepan kita, dan kita jarang bertanya pada sesuatu yang tidak tampak walaupun sangat dekat dengan kita. seperti mengapa rambut terus memanjang sementara alis dan bulu mata tidak, hal ini yang menyebabkan para ilmuan jarang melemparkan kata "mengapa" tetapi lebih memfokuskan pada bagaimana hal itu bisa terjadi. Tidak pernah ada satupun penemuan yang benar-benar murni muncul dari fikiran tanpa adanya penyebab dari diri , alam dan lingkungan nya, begitupula Tafsiran Al Quran yang akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman dan dalam hal ini kita selalu mundur kebelakang, artinya jarang kita temukan ahli tafsir yang berasal dari bidang sains, ekonomi atau ilmu sosial, walaupun tidak mungkin tidak ada dan yang kita sering temukan adalah ahli tafsir yang benar-benar ahli menafsirkan karya orang lain (rujukan).

Horison adalah jarak terjauh dari suatu pandangan yang ketika kita bergerak maka ufuk di ujung pendanganpun ikut bergerak, ketika kita melihat orang pada titik horison maka batas pandangan kita tidak akan melampaui orang tersebut dan ketika kita terus bergerak maju maka semakin tampaklah wujud orang tersebut dan batas pandanganpun semakin melampauinya dan semakin kita dekat dengan orang tersebut maka semakin jauh pula titik horison kita dari nya, artinya semakin kita menganggap sesuatu itu kecil bisa jadi sebenarnya ilmu pengetahuan kita yang belum sampai kesana dan kita tidak mungkin selalu diam pada ruang yang sempit karena kita akan sering menganggap sesuatu yang mungkin sangat berharga pada kondisi yang belum ada artinya.

Sabtu, 22 Maret 2008

Penempatan Karakter


Manusia diciptakan dengan memiliki berbagai karakter atau sifat dalam diri, karakter inilah yang mempengaruhi segala aktivitas keseharian kita baik itu yang bersifat positif maupun negatif (QS 91:8), Tidak ada satu manusiapun dimuka bumi ini yang tercipta hanya dengan satu jenis karakter misalnya hanya memiliki sifat positif saja atau negatif saja karena selalu saja ada keseimbangan (balancing), permainan menempatkan karakterlah yang menjadikan kita mulia atau terhina dimata manusia maupun dimata Allah. Apakah pemunculan karakter yang dikehendaki bisa dilakukan semau kita ? seperti ketika terjadi kecelakaaan yang muncul adalah sifat marah dan sedih lalu kita coba ganti dengan ketenangan dan bahagia, apakah bisa ? jika tidak lalu kenapa ada nasehat "jangan sedih", "jangan marah", " jangan menuruti hawa nafsu" dan seterusnya, apakah yang menasehati sudah bisa terhindar dari kesedihan, kemarahan dan lainnya ? tidak, karena Allah lah yang menganjurkan kita untuk saling menasehati walaupun kendali tetap ada ditangan Allah (QS 8:17).


Karakter atau sifat seseorang sangat di pengaruhi oleh lingkungan, sehingga anjuran untuk selalu berkumpul atau bersahabat dengan orang sholeh adalah salah satu kiat untuk menjaga pemunculan lonjakan sifat negatif. Apakah lonjakan sifat negatif bisa diredam dengan berada pada lingkungan yang baik ? biasanya akan terjadi penurunan atau perubahan frekwensi gelombang negatif seperti perubahan rasa marah dan benci berubah menjadi lebih halus tergantikan menjadi rasa sombong, iri dengki, merasa paling sholeh, paling mengikuti sunnah dan seterusnya, "Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih, sebenarnya Allah lah yang membersihkan siapa yang dikehendakiNya dan mereka tidak aniaya sedikitpun" (QS 4:49) dan diteruskan dengan (QS 24:21). Artinya besar kecilnya dominasi sifat posistif yang muncul tergantung dari seberapa sering kita mengingat Sang Pemberi karakter atau sifat tadi (ihsan) dan bukan seberapa banyak ilmu yang telah kita peroleh.

Didalam Al Qur'an, karakater manusia bisa dilihat pada suratnya seperti Al Mu'minun, Al ikhlas, Al Kafiruun, Al Munafiqun, Al Humazah, artinya segala sifat tersebut secara fitrah memang melekat pada diri manusia sehingga tidak salah jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam sering berdoa " Wahai Tuhan (zat) yang membolak balik hati, luruskan aku atas agamaku". Jika yang memiliki Qalbu Salim seperti rasulullah masih merasa terguncang hatinya oleh desakan hawa negatif apalagi kita yang masih suka menilai karakter orang lain dari pada memperbaiki diri sendiri.

Ketika Rahmat itu Datang lewat Bencana


Keberadaan bisa bertahan karena adanya keseimbangan. Walaupun sebuah akibat tercipta karena adanya sebab, akan tetapi proses kausalitas tersebut tetap membutuhkan sebab lain, sehingga terjadi rangkaian sebab akibat yang kita kenal dengan istilah siklus. Ketika padi terkena hama tikus sehingga panen gagal , semua orang menyalahkan tikus sebagai penyebab kegagalan, padahal jika kita runut kebelakang pada siklus maka kita akan bertanya dimana posisi ular sawah yang biasa memangsa tikus ? siapa yang menyebabkan habitatnya menghilang ? Sebaliknya coba kita lihat kedepan, apa yang terjadi setelah kegagalan, bagaimanakah cara petani bertahan hidup ? bagaimana cara petani memulai menanam benih ? sebuah proses sebab akibat (kausalitas) baru akan muncul bertaut dengan yang lama, bisa jadi sang petani berubah menjadi pedagang dan berhasil dan akan selalu banyak kemungkinan yang terjadi.

Sebuah bencana akan selalu diartikan negatif jika dilihat dari skala kecil (mikro), sebagai contoh adalah bencana gunung berapi yang banyak menelan korban, baik jiwa maupun materi, pertanyaan nya adalah bagaimana seandainya tidak ada gunung berapi ? para peneliti menyebutkan bahwa jika tidak ada gunung yang bisa mengeluarkan larva dan uap panas yang ada didialam bumi maka larva akan tetap tersimpan didalam bumi dan terakumulasi terus menerus sehingga akibatnya bumi bisa meledak karena uap tersebut mengandung gas yang bisa meledak. Atau pertanyaan diganti menjadi 'mengapa gunung berapi tidak meletus pada tempat yang jarang di tempati manusia?' Sejarah menunjukan bahwa tempat dimana gunung berapi pernah meletus atau masih aktif adalah tempat yang paling subur untuk bercocok tanam dan secara fitrah manusia akan selalu mencari tempat seperti ini.

Tidak ada satupun kejadian di muka bumi ini tanpa rencana dan perhitungan Allah, Mungkin bagi kita bencana tetapi bagi orang lain adalah rahmat, Bagi kita penyakit adalah musibah atau ujian dari Allah tapi bagi dokter ini adalah rahmat berupa rezki, Banjir juga merupakan musibah tetapi bagi pengangkut barang dengan perahu hal ini adalah rahmat, selalu ada keseimbangan yang kita terkadang kurang mengerti lalu mendefinisikan segala rencana Allah dengan persepsi kita sendiri. Lihat lah paska bencana tsunami di aceh pertolongan Allah lewat tangan-tangan hambanya berlomba-lomba mendatangi, segala infrastruktur mulai kembali dibangun dengan tatanan yang lebih baik meski belum sempurna. Mungkin akan muncul pertanyaan 'mengapa yang mendapat musibah jauh lebih banyak dari yang mendapatkan rahmat ketika bencana terjadi ?, jika ketika berpuasa, kita di haruskan untuk bisa merasakan kelaparan yang di derita orang yang tidak mampu walau cuma sesaat maka ketika bencana datang kita seketika berubah menjadi saudara mereka karena bernasib sama padahal bagi mereka bencana atau tidak hidup mereka seperti tetap berada pada ujian panjang tanpa henti.

Sugesti dan Kesadaran


Indonesia terkenal dengan ragam budaya yang mengakar dari warisan nenek moyang. Setiap budaya sudah berbaur dengan berbagai agama dan menghasilkan berbagai kebiasaan didalam masyarakat dan tidak jarang yang berakhir pada kewajiban (sakral). Doktrin-doktrin yang beredar dimasyarakat berupa sugesti menjadi cerita tersendiri yang secara tidak langsung membentuk pola pikir mistis seperti dilarang memakai baju hijau di pantai selatan (nyi roro kidul), atau membuang sial dengan mandi dilaut dan seterusnya, walaupun sebagian besar pelaku adalah beragama Islam tetapi sugesti ini sulit untuk dihilangkan kecuali ada pihak yang bersedia menetralkan sugesti ini dengan melakukan konfrontasi langsung (pembuktian) walaupun akan berhadapan dengan masalah lain yaitu budaya tatakrama (etika).

Kazuo Murakami dalam buku The Divine Messege of the DNA terbitan mizan 2007, menerangkan bahwa ketika diadakan penelitian terhadap anak sekolah dasar di jepang dimana mata anak-anak tersebut di tutup, setelah itu di oleskan cairan ke tangan mereka dengan mengatakan bahwa cairan yang baru dioleskan adalah cairan kimia yang mengandung racun, maka seketika anak-anak tersebut mendadak merasakan gatal pada pergelangan tangan mereka. Sewaktu mata mereka di buka dan diterangkan bahwa cairan yang dioleskan adalah air putih biasa maka terjadi penetralan kembali dan rasa gatal tersebut mulai hilang, ini menandakan bahwa sugesti pada fikiran bisa mempengaruhi kondisi tubuh.

Apakah ketika seseorang yang sedang bermimpi dia sadar bahwa saat itu sedang berada didalam mimpi ? tidak, kesadaran bahwa tadi berada di dalam mimpi justru muncul setalah terbangun dari tidur, mungkin seperti itu pula kesadaran bahwa kita pernah hidup justru muncul setelah kita meninggal dunia. Membentuk kesadaran secara utuh sama susahnya dengan keluar dari sebuah sugesti. Didalam dunia hypnoterapy keluar dari sebuah sugesti bisa memerlukan bantuan orang lain atau membentuk sugesti baru yang bertolak belakang dari sugesti lama, Seperti orang yang kecanduan merokok bisa disugesti agar membenci rokok. Jika kesadaran susah untuk disatukan bisa jadi sugesti di perlukan agar masuk pada kesadaran baru (bawah sadar). "Beribadahlah kamu seperti engkau melihat Allah, jika tidak bisa maka yakinlah bahwa Allah selalu melihatmu" kalimat ihsan ini jelas termasuk sugesti karena Rasulullah mengerti bahwa banyak ummatnya tidak mampu merengkuh kesadaran secara utuh, walaupun bagi sebgaian orang sugesti ini juga tidak berarti apa-apa.

Jumat, 14 Maret 2008

Sedekah Peradaban



Perputaran waktu terus berlalu, dunia ini telah diisi dengan berbagai peradaban dengan kemajuan yang sangat mencengangkan dan harus jujur investasi kemajuan peradaban ini memang lebih banyak di dominasi oleh non muslim karena memang dada mereka telah mereka persiapkan untuk menerima kehendak Allah SWT berupa ilham untuk membuat suatu perubahan, sementara dada kita telah kita persiapkan untuk menikmati perubahan tersebut sambil bergulat dengan berbagai pemenuhan kebutuhan sandang, papan, pangan, cinta, dan seterusnya yang berakhir pada 'self achievement only'....yah kita telah menikmati sedekah peradaban dari orang lain.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali 'Imraan, 3: 190-191).
Bersyukur atas usaha yang diperoleh adalah berbeda dengan berusaha agar bisa bersyukur, karena bisa jadi syukur yang kita haturkan atas usaha orang lain dan disisi lain bisa jadi usaha yang kita lakukan dinikmati dan di syukuri orang lain dan inilah yang paling utama , bukankah orang baik adalah orang yang paling banyak membawa manfaat kepada orang lain. Nama-nama seperti Thomas Alfa Edison, Alexander Graham Bell, Bill Gates adalah beberapa dari banyak daftar nama yang harus kita ucapkan terimakasih salah satunya atas berlangsungnya transformasi ilmu melalui internet seperti yang kita lakukan sekarang ini.

Harus diakui bahwa Ilmuan Islam juga pernah mewarnai peradaban masa lalu, namun juga harus diakui bahwa kenangan masa lalu tidak banyak berpengaruh pada kenyataan sekarang ini. Jika seseorang bersedekah kepada masjid dan berharap pahalanya akan terus mengalir selama masjid tersebut masih berdiri, lalu bagaimana dengan sedekah yang mampu merubah sebuah tatanan sosial dimasyarakat seperti handphone yang semakin "merakyat" , televisi, dan seterusnya ?, namun demikian jika kita harus jujur juga terhadap kondisi kita sekarang maka memang lebih enak posisi menikmati sih , " gitu aja kok repot " .

Selasa, 11 Maret 2008

Buah Yang Tidak Pernah Terlempar Keluar


Apa yang kita lihat , pegang , dengar dan rasakan adalah hasil dari dunia indera, tanpa panca indra maka tidak pernah ada dunia luar, bahkan apa yang kita fikirkan saat ini adalah buah dari dunia luar, lalu apa jadinya jika ke 5 indera ini tidak ada apakah masih berlaku sebuah etika. Bukankah segala materi yang membentuk nilai di masyarakat berasal dari persepsi di kepala kita sehingga jika kita menutup mata dan telinga maka persepsi tadi bisa berubah seketika, lalu etika beragama seperti apa yang hendak diterapkan pada orang buta dan tuli dan kejahatan seperti apa yang bisa mereka ciptakan ?

Jika kita melempar batu dengan ketinggian satu meter, lalu apa yang dirasakan orang yang duduk dua meter diatas kita, hal itu bisa bebarti bahwa sekeras apapun usaha kita bisa tidak berarti bagi orang lain disisi lain apakah sama perasaan kita kepada seseorang ketika ada koin yang terjatuh dari ketinggian 1 meter kearah tubuh kita dengan ketinggian 100 meter walaupun keduanya dilakukan tanpa sengaja. artinya kita lebih sering mempertanyakan dampak suatu aksi dari pada alasannya ketika bersinggungan dengan diri kita lalu jika semua kembali kepada persepsi dikepala masih bisakah kita mengatakan kebaikan dan keburukan ada diluar diri kita ?

Ketika nafsu amarah kita melonjak namun kita berada pada ruangan hampa , apa yang terjadi pada nafsu amarah tadi ? samakah jika ada orang disekeliling kita. Sedekah baru lebih bernilai jika ada yang mau menerima. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar pernah terjadi tidak ada rakyat yang mau menerima zakat karena semua memposisikan diri pada pihak pemberi, bukankah nilai kebaikan menjadi berkurang seiring dengan berkurangnya nilai yang akan di perbaiki, sehingga ketika kita mencela keburukan orang lain artinya kita seperti mencela diri sendiri karena ketidakmampuan meningkatkan nilai kebaikan kita sehingga pantulan keburukan orang tersebut tidak terlalu terlihat, bukankah menutupi keburukan orang lain juga merupakan nilai lebih. jika semua kembali kepada diri maka kalimat "Siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya" tidak terlalu berlebihan.

Rabu, 05 Maret 2008

Relativitas sebuah kesepakatan



Mengapa 'rumah' disebut rumah bukan 'meja' , apakah salah seseorang menyebut 'bangku' dengan 'sepatu', siapa yang pertama kali menetapkan hal ini ? kebenaran terkadang berasal dari sebuah kesepakatan, Jika ada yang bernama Abdul akan tetapi semua orang bersepakat memanggil dia 'Bedul' maka kata 'Bedul bisa berubah jadi sebuah kebenaran (identitas baru) dan hal ini sering terjadi pada masyarakat kita. Tetapi apakah kesepakatan terhadap kedustaan bisa berubah jadi kebenaran ?

Pada hadist mutawatir para ulama bersepakat mengenai keabsahannya dengan asumsi tidak mungkin para sahabat bersepakat berbohong walaupun pembuktian terhadap kejujuran mereka juga merupakan hasil dari sebuah kesepakatan (riwayat), karena hanya Allah sajalah yang paling mengetahui realitas kebenaran yang sesungguhnya. Didalam masyarakat kita nilai-nilai kebenaran yang berasal dari sebuah kesepakatan yang terbentuk secara tidak sengaja sering kita jumpai seperti status ketokohan atau ke ulamaan seseorang yang hanya karena sering muncul ditelevisi dengan memakai atribut yang dia ingin dia menjadi apa maka jadilah ia seperti yang diinginkannya. (maaf hanya sebagai contoh yaitu dorce dengan wig nya , dedy cobusyer dengan rambut kaisar ming nya dan Aa Gym dengan sorbannya). Apakah citra yang tampak adalah sebuah kebenaran ? belum tentu.

Sebuah kebenaran yang berasal dari kesepakatan hanya bisa di rubah dengan kesepakatan baru. Secara acak perubahan-perubahan ini sering dipengaruhi oleh informasi, Sebuah hadist hasan bisa berubah mejadi shahih jika didapati jalur periwayatan baru yang lebih terpercaya atau periwayatan lama yang lebih perkuat oleh informasi baru baik mengenai periwayat atau yang diriwayatkan (matan hadist), sehingga secara sederhana bisa disimpulkan bahwa kebenaran melalui sebuah kesepakatan belumlah mencapai titik final.

Islam tidak mengenal kesepakatan dalam pencitraan fisik para nabi, seperti kita temui pada agama lain. Kesepakatan seperti ini akan sangat rentan mengubah persepsi seseorang, (maaf sebagai contoh bagaimana jika patung yesus dibuat botak dan duduk bersila atau patung budha rambutnya tergerai dan tidak disanggul ) hal ini tentu akan menimbulkan keresahan pada pemeluknya karena opini mereka telah di bentuk oleh kesepakatan yang mereka sendiri tidak pernah tau kapan dimulainya mengenai kondisi maupun posisi fisik tuhannya, dan hal ini berdampak pada objek fikir beribadah..... Lalu jika kesepakatan bisa di rubah mungkinkah 'rumah' bisa jadi 'meja' ?


Selasa, 04 Maret 2008

Realitas Dzikir


Berfikir saat berdzikir atau berdzikir saat berfikir ? Realitas berfikir seharusnya didasari atas dzikrullah, sedangkan realitas berdzikir adalah pengesaan Allah . Orang yang berfikir saat berdzikir akan tersesat dalam ribuan sketsa di kepala dan visual-visual yang muncul justru lebih banyak menjauhkan dirinya dari tujuan dzikir yang sebenarnya yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan berdzikir saat berfikir adalah proses penetralan atau meredam frekwensi otak sampai ketitik nol bahwa apaun yang kita fikirkan harus berakhir pada ridha Allah SWT dan ini sangat tidak mudah dilaksankan. Ketenangan hati bisa dicapai dengan berbagai cara jika kegundahannya bersifat materi atau duniawi. akan tetapi jika kegelisahan yang muncul dikarenakan sebuah pencarian jati diri dalam mengenal tuhannya, maka dzikir adalah jalan keluarnya. Permasalahannya metode seperti apa yang bisa mendekatkan kita kepada Allah SWT ?

Bunyi-bunyian adalah salah satu terapi menenangkan hati, ketika kita mendengar aluanan musik yang mendayu-dayu maka saat itu suasana hati kita seperti ikut terseret oleh nada tersebut. Didalam lagu-lagu kebangsaan hampir semua memakai nada-nada tinggi untuk menggugah semangat juang, begitu juga dalam keagamaan seperti nyanyian di gereja atau lantunan pujian di wihara kesemuanya akan memunculkan nada-nada yang bisa mungubah suasana hati yang oleh para terapist (ahli terapi) hal ini dijadikan sebagai salah satu efek terapi. Didalam islam hal seperti ini pun bisa kita dapati dalam dzikir atau sholat berjamah, artinya bunyi secara temporer bisa membawa sesorang kedalam suasana syahdu, sedih, ceria dan bersemangat. Namun tidak sedikit yang terperangkap dalam spritualitas bunyi-bunyian seperti ini dimana kekhusyuan hanya di peroleh ketika lantunan kalimat tauhid secara berjamah menggelegar atau keindahan bacaan sang imam di masjid atau tangisan sang ustad di dalam dzikir berjamaah. dan ketika kesemuanya itu tidak ada maka hatipun terasa hambar.

Berdzikir juga tidak memerlukan jubah kebesaran, realitas dzikir bisa menghilangkan eksistensi diri dihadapan Allah, disisi lain ada segelintir orang yang terperangkap dalam simbol-simbol keagamaan dan merasa lebur dalam kelompoknya dan berusaha memfanakan diri dihadapan Allah, bagaimana mungkin dia bisa menyatu sementara dia baru saja mengidentifikasikan dirinya dari hamba Allah yang lain dengan jubahnya dan berdalih tidak ada ria didalamnya. Persepsi kita terkadang dibentuk oleh lingkungan, jika ada orang yang baru masuk Islam yang berasal dari agama Budha dan memakai atribut keagamaanya sewaktu sholat , maka syahkah sholatnya ? secara fiqih syah akan tetapi hal ini jelas-jelas menimbulkan keresahan orang disekitarnya karena persepsi mereka terhadap baju yang islami yaitu baju koko atau gamis padahal secara fitrah Islam tidak memiliki atribut apapun.

Secara bahasa berdzikir berarti mengingat atau menghadirkan eksistensi Allah, dan hal ini semestinya dilakukan kapanpun dan dimanapun, namun belakangan dzikir talah memasuki sebuah kelembagaan dengan berbagai atributnya, apakah itu salah ? tidak, namun jika asas kepatutan hanya pada salah dan benar maka akan terjadi penyempitan makna dan kesadaran tidak akan pernah mucul secara mandiri sehingga sewaktu individu tersebut lebur kedalam masyarakat yang bukan berada dalam komunitasnya maka perubahan ahlak tidak akan muncul secara significan, dan pada masanya kesyahduan dzikir seperti ini akan mengalami titik jenuh. Namun pengandaian-pengandaian tadi akan gugur jika kalimat tauhid telah menghujam di qolbu dengan atau tanpa komunitas seperti harumnya nama Uwais Al Qarni walau tidak pernah bertemu nabi