Jumat, 14 November 2008

Sebuah Seruan

Sekitar beberapa hari yang lewat sepupu perempuan saya membawa teman dari Belanda, biasanya memang menjelang musim dingin banyak turis melancong ke dataran tropis berusaha menghindari sapaan cuaca. Dia menanyakan plakat yang banyak menempel di pinggir jalan maupun di dinding dan salah satunya berbunyi " Buanglah Sampah Pada Tempatnya".  Ketika di konfirmasi balik apakah orang sekitar sini suka membuang sapah sembarangan, saya hanya menjawab tidak semua tapi kebanyakan ya, dan karena itulah tulisan tadi hadir. Alfred, "wong Londo" tadi amengatakan bahwa tidak banyak plakat di tempel di negaranya kecuali beberapa simbol berupa gambar yang bersifat informasi dan bukan perintah apalagi tulisan mengenai membuang sampah sembarangan karena masyarakat disana telah terbiasa membuang sampah pada tempatnya.
 
 
Seruan biasanya di berikan kepada sesuatu yang bertolak belakang dengan yang di seru, jika tidak maka untuk apa ada seruan. Jika Allah berkata " bertaqwalah" maka sadarlah kita bahwa kebanyakan dari kita memang tidak atau belum bertaqwa. Dan karena seruan Allah pada kitabuLLah bersifat sepanjang masa, maka kita pasti sudah bisa menerka jawabannya pada kenyataan yang terjadi saat ini dan yang akan datang.
 
Pada waktu masih kecil dulu ibu sering menyuruh kita belajar, itu menandakan bahwa belajar belum jadi menu utama kita. Jika disini kita dilarang terlalu banyak bermain karena dianggap mengakibatkan kebodohan  maka sebaliknya di negara Eropa seperti yang dituturkan oleh Alfred bahwa mereka justru mengajak anaknya bermain mengenal lingkungan, beradaptasi dan mengartikulasi berbagai situasi. Mereka menciptakan permainan yang bersifat mendidik sehingga muncul berbagai kreativitas  sianak secara perlahan-lahan , lumayan berbeda kan ?
 
Didalam Al Qur'an banyak kita temukan seruan ( An nida ) seperti seruan  dengan menggunakan " yaa" yang merupakan ajakan baik yang ditujukan secara umum seperti manusia maupun secara khusus seperti  orang beriman, kafir , bertaqwa dan sebagainya artinya proses ingat mengingatkan ,ajak mengajak tidak hanya dilakukan oleh sesama manusia tetapi juga dilakukan oleh Allah kepada hambanya permasalahannya apakah ajakan tersebut di tindak lanjuti atau sekedar menjadi prasasti tanpa arti  seperti seorang pria yang sedang merokok dibawah plang dengan tulisan " Merokok bisa menyebabkan kanker.............."

Samudra Tanpa Tepi

"Jika bukan karena aku takut melukai tangan ibuku, akan ku biarkan beliau memukul punggung badak ku sampai puas karena aku membolos sekolah. Aku takut membuat susah hati ibuku karena akan di panggil kepala sekolah untuk melunasi biaya SPP yang hampir 4 bulan belum terbayar dan membolos adalah satu-satunya jalan bagiku untuk mencari tambahan rezeki membantu ibu"
 
Tergenang air dikelopak mata sahabat ketika menceritakan masa kecilnya yang penuh liku. Dia dulu sering menangis di setiap sholat bukan karena ketidak ikhlasan menerima  taqdir yang Allah tetapkan untuknya tetapi ia menangis agar di beri kesabaran agar tidak berburuk sangka kepada Allah terhadap jalan hidupnya. Dan  semua telah terbayar karena dia sekarang berada di salah satu posisi penting pada sebuah perusahaan swasta di Jakarta.
 
Jika tahu suatu ketika kepala anaknya di minta untuk di penggal tentulah Nabi Ibrahim tidak akan pernah berdoa meminta anak tetapi siapa yang tahu kedalaman samudra pengetahuan Allah. Kita sebenarnya berjalan dari ketidak tahuan lama menuju ketidak tahuan baru. Jika kemaren kita tidak tahu apa yang dilakukan hari ini, maka hari ini kita tidak tahu apa yang kan kita kerjakan esok hari. Manusia bisa saja berencana tetapi Allah lah yang merealisasikan segala rencana  "wa 'akidu kaida "  kata Allah dalam surat At Thariq
 
Tidak pernah sahabat tersebut bisa membalas kasih ibunya menurut ukurannya karena keberhasilan datang setelah sang ibu meninggalkannya kecuali lewat doa, sesuatu yang merupakan senjata para mukmunin menembus rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Sandiwara Mimpi

Ada yang mempertanyakan apa sih bedanya memikirkan hari esok dan kemaren, bagi seorang rekan yang memang tampak selalu flamboyan dalam berkata-kata menjelaskan bahwa " kemaren adalah pengalaman sedangkan esok adalah rencana "  namun semuanya bagi saya layaknya mimpi, seperti  mimpi saya berikut ini
 
Jika pada biasanya pentas sandiwara di lakukan di sekolahan, maka adalah sebuah terobosan baru kalo tidak mau disebut keanehan ketika pentas seni itu di selenggarakan di pengajian. Tidak mengerti apa maksud dari bapak ustadz dan ibu ustadzah mengadakan acara tersebut yang memang bertepatan dengan maulid nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam. Dengan bertemakan " Antara Bid'ah dan Sunnah", skenario dan dialog disusun dengan sangat cerdas, menggelitik tapi bisa menjengkelkan bagi sebagian orang tapi bagi orang seusia kami waktu itu semua tampak menyenangkan. Tidak banyak yang bisa diingat dari peristiwa lampau tersebut kecuali beberapa dialog yang kemudian hari banyak menjadi masukan dalam membuat sebuah penilaian.
 
Peran Mustafa yang ahli Bid'ah di berikan kepada Hamim dan peran Zaid yang ahli Sunnah di berikan kepada Junaidi.  Keduanya berlagak bak punggawa timur tengah. Zaid berkata " hai Mustafa janganlah kau malakukan sesuatu yang tidak pernah di contohkan oleh Rasulullah, bukankah ancamannya adalah neraka ?" dengan gaya super sufi mustafa menjawab " ya  Zaid tahu dari mana kau sesuatu itu dilakukan atau tidak dilakukan oleh Rasulullah selain dari riwayat dan sahnya tidaknya riwayat tersebut juga di hukumi oleh manusia bukan Rasulullah sendiri"  Junaidi yang memerankan Zaid sempat lupa dialog nya namun jubah besar yang biasa dipakai oleh orang arab telah menyelamatkannya karena lembaran naskah di simpannya di balik jubah.
 
" Jika seperti itu nanti semua orang bisa melakukan apapun dengan mengatakan ini dari Rasulullah, bukankah kita mempunyai banyak ahli hadist yang telah menyeleksi beribu bahkan jutaan hadist seperti imam Bukhari dan Imam Muslim" terang zaid dengan hati-hati seperti didikte " tapi saudaraku yang aku lakukan inipun ada hadistnya cuma oleh sebagian orang dinilai tidak layak hanya karena asumsi-asumsi baik itu yang meriwayatkan pendusta, tukang mengada-ada tidak dikenal dan sebagianya padahal mereka meriwayatkan juga hadist dilarang berburuk sangka, lalu bagaimana mungkin mereka memilah hadist dengan berburuk sangka ?" . Hamim memang pandai memerankannya gayanya seperti pemikir sejati. " ini masalah hukum saudaraku ada pengecualian jika tidak bagaimana mungkin kita bisa memenjarakan maling tanpa prasangka yang didukung fakta tentunya" sahut Zaid mulai percaya diri ( maksudnya si Junaidi).
 
" okelah kita terima asumsimu lalu siapa yang berani memastikan bahwa seorang yang dinilai suka berbohong  juga berbohong dalam meriwayatkan hadist lalu siapa juga yang berani memastikan bahwa yang dinilai tsiqah tersebut tidak pernah berbohong seumur hidupnya ?" tampik Mustafa, semakin berlika-liku " Bukan begitu saudaraku ini hanya untuk kehati-hatian karena kita tidak mungkin menilai sesuatu yang tidak tampak dan menutupi yang jelas terlihat" terang Zaid dan junaidi mulai menemukan ruh peran tersebut. " Jika seperti itu, demi yang memiliki langit dan bumi beranikah kau saudaraku memastikan bahwa riwayat yang dinilai sahih sebagai kebenaran mutlak dan yang tidak sahih atau da'if sebagai kesalahan mutlak" tantang Mustafa " tentu tidak karena sebagai manusia kita dianugrahi akal untuk mencari kebenaran dan untuk itulah para ahli hadist sampai sekarang terus menggali berbagai informasi sehingga kualitas hadist semakin terjaga " sahut zaid
 
Mustafa tertawa terbahak-bahak, mungkin saking menjiwai Hamim jadi sedikit batuk " ha ha ha kau tidak berani memastikan sesuatu yang mutlak tetapi kau berani menghardik dan menganggapku sesat bahkan menghukumiku di neraka dan mengabaikan Allah Subhanahu Wa Ta'ala  yang mempunyai otoritas tertinggi"
 
Lamunan buyar , sahutan adzan terdengar memanggil manusia menuju sesuatu yang maha mutlak yang berlepas diri dari segala sangka dan asumsi hambaNya dalam memerankan scenario akbar yang telah di tetapkanNya sampai akhir waktu.

The " Prasangka"

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jauhkanlah dirimu dari prasangka  buruk, sebab prasangka buruk adalah ucapan yang paling bohong." Muttafaq Alaihi.

"Siapapun presidennya tidak akan berpengaruh dengan perbaikan kondisi ummat Islam di dunia " seru salah seorang rekan dikantor menanggapi pemilihan presiden di Amerika " jangan berprasangka  seperti itu bisa-bisa Allah mengabulkan loh " kata saya kepada rekan tersebut " umar bin khattab sebelum masuk Islam dan umar bin hisyam (abu jahal ) adalah sama-sama di takuti  dan menjadi musuh Rasulullah, namun kehendak Allah berkata lain dimana doa Rasulullah agar salah satu dari umar tersebut memperkuat barisan Islam dikabulkan jadi mungkin ada baiknya pernyataan tersebut di rubah menjadi sebuah doa agar siapapun yang menjadi presiden bisa memperbaiki kondisi umat Islam sekarang ini " kata saya nampak sok bijaksana.
 
Berprasangka adalah tabiat manusia yang menghiasi prilaku kita sehari-hari. Didalam Islam berprasangka yang di bolehkan hanyalah berprasangka baik (khusnuzon) yang merupakan bagian dari harapan dan harapan adalah bagian dari pada doa. kebalikannya prasangka buruk sesuatu yang di benci dan Rasulullah menyatakan bahwa "Hati-hatilah terhadap prasangka. Sesungguhnya prasangka adalah omongan paling dusta". (HR. Bukhari)
 
Kembali kepada komentar tadi bahwa rekan yang lain mencoba menetralisir sambil mengatakan " saya pikir untuk antisipasi tidak masalah berprasangka buruk karena ini hanyalah nama lain dari kehati-hatian dan didalam ilmu kita juga mengenal manajemen resiko, dan mana mungkin muncul ilmu tersebut jika tidak di mulai dengan prasangka " katanya mencoba bicara ilmiah. Saya tidak berusaha menjawab karena saya pribadi berprinsip berdiskusi cukup sekali putaran karena jika sudah masuk putaran kedua atau ketiga maka yang berperan hanya lah ego yang di bungkus dalil-dalil dan iblis menang satu kosong.
 
Prasangka buruk merupakan bagian dari ketakutan sesuatu yang akan menimpa kita secara langsung atau tidak langsung, padahal lawan dari ketakutan adalah kepasarahan. Volataire pernah berkata bahwa ketakutan sesuatu yang tidak masuk akal sedangkan sisanya tidak bisa di percaya.

Jika Agama jadi Santapan Logika

Jika ada orang yang paling pandai bicara dilingkungan kelas pada waktu sekolah dulu maka Penni lah orang nya, dia mampu menyitir ayat-ayat suci dengan gaya pilosofis, " Apalah arti sebuah nama" katanya dengan gaya Taufik Ismail membacakan puisi " Nama Sukarno terkenal setelah ada yang menjadi presiden, siapa itu Ali RA, namanya dikenal setelah si empunya nama mengukirnya di pentas kejayaan Islam, Ibrahim tidak akan pernah dikenal dan di jadikan nama oleh banyak orang jika Nabi Allah itu tidak diberi nama seperti itu, begitu juga dengan Muhammad SAW, bukan nama yang membuat seseorang menjadi terkenal tetapi tindakan seseorang yang menjadikan namanya bermakna" katanya dengan antusias, ketika dia berargumen membela namanya yang sering di plesetkan teman-temannya sehingga berkonotasi alat kelamin laki-laki.
 
Berbicara mengenai topik-topik kegamaan selalu menjadi menu utama kami saat itu, Fahmi adalah seorang yang paling sering bicara mengenai taqdir Allah, sehingga apapun yang dia lakukan di klaim sebagai bagian dari taqdir Allah termasuk kebodohannya yang selalu mendapat nilai lima untuk pelajaran bahasa Inggris, dalihnya adalah " Jika sehelain daun jatuh saja sudah tercatat di lawuh mahfuz apalagi nilai bahasa kafir ini " jelasnya sok jadi ustadz.
 
Agama sering jadi santapan logika kata-kata kala itu mirip dengan debat politikus kelas tinggi atau warna-warni kutipan dalil di milis -milis terkenal. Seperti plintiran logika herman yang sering ngotak-ataik rumus fisika dan biologi dalam menjawab pertanyaan Fahmi " dimanakah Allah itu " , dengan spontan dijawab oleh ugeng dengan kutipan surat Al Baqarah ayat 115 " Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. " dengan rada sok nguji Fahmi menimpali " bukan nya di langit ?, di Al Qur'an di terangkan bahwa malaikat sering naik kelangit menyampaikan berita di surat As Sajdah ayat 5 "Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu "
 
"sudah-sudah kalian ini nampaknya pintar tapi bodoh, percuma kalian belajar ilmu biologi dan astronomi kalo cuma baca teks kayak gitu kalian tidak lebih baik dari balita di pos yandu " ejek herman " logikanya gini man , anda semua kan tahu kalo kalo bakteri di tubuh kita berjumlah jutaan, contohnya kau sajalah fahmi, di badan kau itu ada beribu bahkan berjuta sel yang mengandung bakteri baik di otak kau yang bebal itu , di jantung kau yang deg-degan kalo ngeliat cewek, di hati kau yang suka di bolak-balik sama Allah kayak pesawat apollo , di usus dan sebagainyalah, nah kalo di langit kita sebut konstalasi bintang kalo di badan kau itu kita beri nama saja konstalasi organ, ngerti kalian sampai disini ?" terang herman sok professor belagak tengil, gak ada yang jawab , malas dengarin cuma penasaran kalo ditinggalin
 
" Di konstalasi organ kau itu fahmi ada namanya planet hati, jantung dan sebagainya, didalam jantung kau itu ada beribu bahkan jutaan bakteri, nah salah satu bakteri itu bertanya di mana si Fahmi berada, temannya menjawab di langit atau diatas ada juga yang menjawab di mana-mana , lalu yang mana yang benar menurut kau si empunya organ ?" tanya Herman mengahiri  bualannya
 
Celotehan terus saja berlanjut tanpa arah, menerobos adab kesopanan berfikir , mempermalukan Albert Einstain selaku pemikir ulung bahkan tidak layak di bilang ummat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam karena wasiat beliau ( Al Qur'an dan Hadist ) lebih banyak di ceritakan daripada di laksanakan.