Selasa, 05 Mei 2009

Relatifitas Potensi Diri

Banyak segmen kehidupan didunia ini yang bersifat relatif sehingga tidak salah juga jika banyak orang yang mengagung-agungkan teori relatifitas Einstain walaupun dalam aspek yang berbeda. Meskipun besar tenaga yang pergunakan sama, namun hasilnya bisa berbeda jika tenaga tersebut dimanfaatkan pada tempat atau pekerjaan yang berbeda seperti petani dan nelayan, atau buruh dan tukang becak atau staf pembelian dan staf penjualan, atau mentri dan mantri. Yang terakhir itu tidak usah diperhitungkan karena volume pekerjaannya jelas berbeda. Maksudnya adalah prestasi seorang petani tidak layak dibandingkan dengan prestasi seorang nelayan, karena nilai usaha nelayan lebih adil jika dibandingkan dengan nelayan yang lain.
 
Dalam format yang berbeda saya pernah menulis artikel tentang nilai tolak ukur usaha kita terhadap suatu potensi yang di amanahkan Allah kepada kita misalnya seseorang yang diamanahakan Allah ilmu seratus tetapi hanya mengamalkan sepuluh tidak berbeda dengan seseorang yang diamanahkan Allah ilmu sepuluh dan hanya mengamalkan satu ilmu, karena keduanya hanya mengamalkan sepersepuluh dari nilai potensi yang di berikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'alaa kepada mereka. Lalu apakah pemberian potensi itu merupakan bagian dari takdir Allah ? taqdir seperti ini didalam syarah Arba'in An Nawawi disebut sebagai taqdir Umri yang telah ditetapkan sewaktu janin berumur empat bulan. Tugas kita hanya memaksimalkan potensi yang di amanahkan Allah tersebut karena takaran kuantitas, potensi setiap orang pasti berbeda. Untuk lebih adil meimbang sesuatu jangan hanya melihat nilai amaliyah tetapi juga potensi yang diberikan. Amaliyah seorang ustadz bisa jadi sama nilainya dengan amaliyah seorang buruh tani jika ditinjau dari potensi yang dimanahkan Allah kepada mereka.

 
Merubah potensi yang telah ditaqdirkan Allah bisa saja dilakukan karena didalam surat Ar Ra'd ayat tiga sembilan Allah berfirman "Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh) "  dan untuk bisa mendapatkan hal tersebut Rasulullah memberi petunjuk lewat  hadistnya  yaitu  " Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya". (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)
 
Ikhtiar yang dilakukan manusia merubah potensi Allah salah satunya adalah dengan belajar dan bekerja, akan tetapi setingan tempat dan lingkungan juga mesti diperhatikan artinya proses belajarnya seorang petani tentu beda dengan proses belajarnya seorang pegawai apalagi memanfaatkan fasiltas tehnologi seperti sekarang, artinya suatu potensipun bersifat variatif bahkan relatif. Terlepas dari semua itu, kita mesti potimis dan selalu berbaik sangka kepada Allah terhadap apapun yang telah di tetapkanNya kepada kita.
 
 
Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu dan mohonlah pertolongan Allah, dan jangan lemah semangat (patah hati). Jika ditimpa suatu musibah janganlah berkata, "Oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berakibat begini dan begitu", tetapi katakanlah, "Ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan-Nya." Ketahuilah, sesungguhnya ucapan: "andaikata" dan "jikalau" membuka peluang bagi (masuknya) pekerjaan setan." (HR. Muslim)

 
"Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan" (Adz Dzaariyaat, 20-23)