Petugas masjid kembali mengitung jumlah zakat, infak dan sadaqah jamaah tapi makin lama semakin sedikit. Dana sebagain besar di habiskan untuk menyantuni anak yatim dan fakir miskin didaerah kami dan sebagian lagi untuk renovasi belakang masjid terutama tempat wudhuk wanita. Kebanyak memang hanya mengandalkan infak dan sadaqah sedangkan zakat lebih banyak disetorkan di ramadhan baik itu zakat fitrah maupun zakat mal, sedangkan zakat perniagaan, pertanian dan model zakat lainnya hampir tidak ada.
Zakat profesi sempat diangkat sebagai tambahan dana tetapi banyak kalangan yang menyangkal karena mereka berpatokan pada ketiadaan dalil pokok yang mengarah kesana disamping itu ada sebagian ulama yang membid'ahkannya karena diangap mengada-ada. Yusuf Al Qardawi salah satu ulama yang menganjurkan diadakannya zakat profesi menimbang ketimpangan-ketimpangan penghasilan pada masyarakat apalagi jika yang di kenakan zakat adalah harta bersih setelah di potong pengeluaran.
Apakah adil jika seseorang yang berpenghasilan seratus juta dengan pengeluaran sembilan puluh juta sehingga yang di kenakan zakat hanya sepuluh juta dengan orang yang berpenghasilan dua puluh juta dengan pengeluaran sepuluh juta. Ulama yang menentang zakat profesi mengatakan bahwa untuk mesalah besarnya pemasukan dan pengeluaran akan di pertanggung jawabkan kelak di akhirat dan alasan ini bagi sebagian yang lain sangat tidak logis karena Islam di turunkan dalam keseimbangan fiddunnya hasanah, wa filakhirati hasanah.
Terjebak dalam perselisihan pendapat mengenai boleh tidaknya pengenaan zakat profesi, petugas masjid menunda penerapannya dan konsekwensinya renovasi masjid terpaksa di undur sampai ada donatur atau infak dan sadaqah dari jamaah telah mencukupi. Memang ber amar ma'ruf nahi mungkar harus dilandasi ilmu, mungkin saja apa yang dianggap ma'ruf bagi orang biasa seperti kita bisa diartikan mungkar bagi para orang yang luar biasa, mungkin saja.