Selasa, 03 Maret 2009

Luka Yang Tetap Menganga

Walaupun sudah saling memaafkan dan tidak mempunyai perasaan dendam, namun Pak Mahjura tetap merasa sungkan atau suka menahan kata ketika bertemu dengan Pak Syakran. Kedua orang tua tersebut sebenarnya kakak beradik kandung namun karena kondisi ekonomi yang kurang mampu maka saudara dari ayahnya mengadopsi pak Syakran  dan adiknya Muhammad diadopsi oleh saudara dari ibunya sedangkan kakak perempuan dan adiknya yang paling bungsu yaitu Mahjura tetap diasuh oleh orang tua mereka.
 
Ketika beranjak dewasa dan pak Syakran telah berkeluarga, pak Mahjura sering menginap dirumah mereka. Mungkin karena pergaulan yang kurang baik pak Mahjura sering pulang dalam keadaan mabuk. Pak Syakran sudah beberapa kali memperingatkan namun tidak di indahkan oleh saudaranya sampai pak Sykaran menggunakan jalan kekerasan. Setiap pulang dalam keadaan mabuk Pak Sykaran selalu memukul adiknya hingga pingsan dan membiarkannya tergeletak di perkarangan rumah samapai pagi hari.
 
Ketika para tetangga mulai membicarakan hal tersebut, pak Mahjurapun menghilang beberapa bulan berlayar sampai keaceh menjadi nelayan namun karena cuaca beberapa bulan dalam kondisi buruk dia pulang tampa membawa hasil tetapi tetap tidak berani datang kerumah pak Syakran dan menetap di masjid menjadi marbot. Karena merasa kasihan pak Syakran memberi modal adiknya tersebut untuk menjadi pedagang ikan. Walaupun hati masih di penuhi dengan kekesalan namun tawaran tersebut di terima Pak Mahjura tapi dia tetap tinggal di masjid.
 
Beberapa tahun kemudian usaha pak Mahjura maju pesat, sebaliknya perusahaan tempat bekerja pak Syakran mengalami kebangkrutan. Pak Syakran merantau ke Jakarta, mencari perubahan nasib mulai dari supir taksi sampai pedagang eceran dengan satu tujuan bisa menyekolahkan naknya sampai keperguruan tinggi. Sebaliknya pak Mahjura di kampung menjadi pengusaha sukses dan sudah menunuaikan ibadah haji tapi tidak dikarunia seorang anakpun.
 
Sewaktu anak pak Syakran yang tertua menikah pak Mahjura datang mengunjungi rumahnya di Jakarta. Selama tinggal di Jakarta pak Syakran dan pak Mahjura jarang berbicara dan percakapan lebih banyak didominasi oleh istri mereka yang telah mengetahui kondisi tersebut sejak lama.
 
Sehari sebelum acara akad pernikahan pak syakran bebicara dengan saya. " Paku-paku bekas jemuran sudah di cabut belum biar bisa di jadikan pagar samping, nanti buat jemuran kita cari kayu baru" tanya pak Syakran " sudah dari tiga hari yang lewat cuma agak susah karena berkarat jadi yang susah saya ketok biar masuk kedalam kayu" jawab saya . Pak Sykaran memandang kayu tersebut " coba pandangi kayu tersbut walaupun paku sudah dicabut tapi bakas bolongnya tidak bisa hilang" kata pak Syakran mendesah , kemudian dia meneruskan kata-katanya " Jangan pernah menyakiti hati orang lain karena walaupun maaf sudah diberikan tetapi luka akan tetap menganga selamanya" kata pak Syakran sambil membenahi kayu-kayu tersebut. Dia adalah Ayahku yang sangat aku hormati.