Minggu, 08 Februari 2009

Sisi Lain Dari Akal

Dalam beberapa sisi kita sering bertarung dengan nalar kita sendiri. Asas kepantasan dalam situasi tertentu bisa menjadi pertanyaan terhadap asas kewajaran. Kewajaran bagi orang papua tidak mengenakan pakaian didepan umum merupakan ketidakpantasan bagi daerah lain melakukannya. Bagaimana jika ada yang berlagak menggunakan logika dengan mengatakan " mengapa ada yang mempermasalahkan cara berpakaian seseorang, jika suku badui, papua atau atau yanglainnya merasa biasa saja, mengapa kita tidak " katanya sambil berlenggak lenggok mempertontonkan sebagian auratnya dengan alasan "fesyen".
 
Jika kita buat hukum universal apakah semua suku yang masih agak terbelakang bisa dikenakan sangsi keharaman karena telah mempertontonkan aurat secara terbuka didepan umum ? jika tidak bagaimana jika ada yang bersembunyi di balik alasan yang telah disebutkan diatas ? lalu apa sebenarnya yang membedakan setiap generasi ? tidak lain adalah pengetahuan dan kemampuan menggunakan akalnya. Tidak masuk akal jika ada orang hidup pada masa sekarang bersembunyi di balik pengetahuan seseorang yang hidup dimasa lalu sebagai contoh professor di bidang robot mekanik pada tahun tujuh puluhan bisa jadi pengetahuannya  tidak bisa disamakan mahasiswa pada bidang yang sama pada saat sekarang.
 
Dalam sebuah obrolan santai dengan seorang teman yang perokok berat, yang merupakan alumni dari sebuah pondok pesantren mengatakan bahwa para kiayinya baik yang dulu mapun yang sekarang semuanya perokok berat sehingga dia sempat mempertanyakan kredibilitas ulama sekarang dengan para mendiang kiayinya. Saya teringat nasehat Ustad Najib dalam pelajaran ahlakulkarimah, bahwa manusia itu di hijab oleh dua hal yaitu oleh ego atau hawa nafsu dan yang kedua oleh pengetahuan atau akalnya.
 
........... Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ( Az Zumar ayat 9 )