Minggu, 14 Desember 2008

Tidak Seindah Kisah-Kisah

" koran-koran, pos kota, kompas, koran " teriak Wawan diantara lalu lalang mobil di persimpangan  di bawah bypass jalan pramuka menjajakan korannya yang masih belum habis walau hari sudah beranjak siang. Wawan terus menelusuri jalan menuju arah Ahmad Yani , Rawasari persis di depan toko-toko keramik ( waktu itu belum di gusur ). Wawan berhenti dan duduk di taman depan toko tersebut sambil menghitung perolehan sementara. Tampak beberapa orang sedang melakukan tawar menawar dengan pedagang keramik, dan yang paling menyolok adalah seorang ibu yang berpakaian long dress abu-abu mirip piama yang menawar dengan suara tinggi dengan logat mandarin yang khas.
 
Setelah melakukan transaksi dan membayar si ibu menyuruh asisstennya mengangkut keramik-keramik yang telah di pisahkan oleh si penjual kebagian pojok toko dan dia sibuk melayani pembeli lain. Tiga kali asisten ibu tersebut bolak balik mengangkat keramik karena ada empat keramik yang telah di pisahkan si penjual, tetapi setelah menunggu beberapa lama si asisten ibu itu tak kunjung datang malah masuk mobil seperti mau pergi, sontak wawan berlari mengambil keramik tersisa untuk di serahkan kepada ibu tadi " tunggu bu masih ada satu lagi yang belum diambil " teriak wawan sambil berlari kearah mobil ibu tersebut. Mungkin karena takut tertinggal , wawan berlari tanpa melihat bahwa akar pohon-pohon didepan toko-toko tersebut banyak yang menyeruak keluar seperti menonjolnya urat nadi para binaragawan. Ternyata mengandalkan mata kaki tidak cukup, Wawan terpleset, keramik jatuh dan pecah.
 
Bukannya rasa terimakasih dan kasihan yang di peroleh, sebaliknya malah mendapatkan makian " kamu itu gimana sih, kalo mau bantu hati-hati dong, kalo cuma ketinggalan saya bisa balik ambil lagi nih barang, tapi kalo sudah begini kamu orang mau ganti " teriak ibu tadi masih dengan logat mandarin yang kental. Wawan cuma diam menunduk " maafkan saya bu ". Sambil terus merepet gak karuan, ibu terus berlalu tapi nada ejekan masih terdengar dari para pedagang di sekitar situ.
 
Niat baik belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik, terkadang kita sering terlena oleh cerita atau kisah yang sering kita forward jika di email bahwa melakukan kebaikan akan mendapatkan kebaikan berlipat ganda secara kontan baik berupa uang atau kebaikan-kebaikan lain seolah kita telah mendikte cara berfikir Allah, atau jika mau berprasangka baik mungkin bisa juga memang untuk memotivasi yang lain melakukan hal yang sama, tapi pernah kita sadari bahwa Allah mempunyai rencana sendiri yang pada dunia nyata justru kejadian seperti wawanlah yang mungkin sering kita alami tentang arti sebuah kesabaran yang jika telah diperlakukan seperti itu apakah kita masih mau melakukan hal yang sama , pada tempat yang sama , mungkin  ?