Rabu, 10 Desember 2008

Subjektifitas Sebuah Zakat

" Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat." (QS 24:56 
 
Setiap ahir tahun di masjid dekat rumah biasanya diadakan rekapitulasi dana zakat, infaq dan sadaqoh untuk di buatkan laporan tahunan antara pemasukan dan pengeluaran kas masjid. Dari hasil rekapitulasi tadi terlihat bahwa jika ditotal jumlah nominal zakat jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah infaq dan sadaqoh namun jika diambil perbandingan data qualitatif orangnya ( zakat mal memang terdata tapi infaq dan sadaqoh tidak sehingga di ambil asumsi dengan lembaran uang yang terkumpul, artinya jika jumlah infaq dan sadaqoh sepuluh juta yang terdiri dari lima ratus lembar uang kertas maka asumsi kasar ada lima ratus orang yang berinfaq dan sadaqoh ) maka terjadi sesuatu yang bertolak belakang yaitu satu banding lima puluh antara zakat dengan infaq dan sadaqoh artinya dari lima puluh orang yang berinfaq dan sadaqoh hanya satu orang yang membayar zakat ( dalam hal ini zakat mal ) , apakah kondisinya memang seperti itu atau ada kesalah pahaman ( misinterpretasi ) masyarakat antara zakat dan infaq-sadaqoh.
 
Zakat hukumya wajib jika telah sampai nisab dan haulnya, logikanya seseorang yang telah berzakat memilki kemungkinan besar untuk berinfaq-sadaqoh, sedangkan infaq-sadaqoh bersifat sunnah dan belum tentu orang yang melakukanya terkena kewajiban membayar zakat jika memang belum sampai nisab dan haulnya, pertanyaannya adakah seseorang yang menyengaja menyampaikan harta yang dimilikinya pada nisab dan haul atau menyengaja membiarkan sampai memang saatnya tiba dimana memang sudah tidak ada lagi biaya yang menggerogoti pemasukan, atau terjadi lonjakan pemasukan yang susah di kejar oleh pengeluaran.
 
Perintah sholat dan membayar zakat di dalam Al Qur'an selalu bersanding sebagai pasangan keimanan dan sekarang sepertinya ada yang tercecer. Di negara kita, pajak memiliki kekuatan hukum tetapi tidak demikian hal nya dengan zakat, jika pajak memiliki point-point yang menyebabkan wajib pajak sulit berkilah maka point tersebut sulit diterapkan pada zakat , padahal sejarah mencatat pada masa kekhalifan Abu Bakar ra, para ingkar zakat di perangi bahkan ada yang dibunuh, kira-kira kriteria apa yang dimiliki oleh Abu Bakar ra sehingga bisa menentukan orang yang terkena kewajiban zakat atau tidak, karena pada hari ini kewajiban yang satu itu sangat bersifat subjectif,  hanya dirinya dan Allah saja sepertinya yang mengetahui.
 
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS 9:103)