Rabu, 10 Desember 2008

Siapapun Bisa Memberi

"Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan." (QS 6:132)

Sebenarnya yang terpenting dalam hidup adalah bagaimana cara kita memaknai hidup itu sendiri, karena dalam sudut apapun selalu ada nilai disisi Allah tergantung apakah setiap kejadian itu di niatkan karena Allah atau tidak. Tanpa kita sadari keseimbangan selalu mewarnai hidup kita, tetapi sebagai manusia , pertanyaan justru sering diajukan hanya pada sisi yang tidak menguntungkan dan seolah melupakan segala kelebihan yang telah di anugrahkan. Terkadang untuk bisa memahami sebuah persoalan , kita pertamakali harus bisa membebaskan diri dari hasrat memperoleh jawaban karena apapun jawaban Allah kepada kita belum tentu bisa kita mengerti sebagai sebuah gambaran yang utuh apalagi jika hanya di kaitkan dengan substansi persoalan hidup sesaat.
 
Abu Musa mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Tiap-tiap muslim itu harus bersedekah." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah orang yang tidak mendapatkan (sesuatu untuk bersedekah)?" Beliau bersabda, "Ia bekerja dengan tangannya. Lalu, ia manfaatkan untuk dirinya dan menyedekahkannya." Mereka bertanya, "Bagaimana jika ia tidak mendapatkan?" Beliau bersabda, "Menolong orang yang mempunyai keperluan yang dalam kesusahan." Mereka bertanya, "Bagaimana jika tidak mendapatkan?" Beliau bersabda, "Hendaklah ia mengamalkan (dalam satu riwayat: menyuruh kepada kebaikan atau berkata ) dengan kebaikan dan menahan diri." (Dalam satu riwayat mereka bertanya, "Jika ia tidak melakukan kebaikan?" Beliau menjawab, "Maka hendaklah ia menahan diri) dari kejahatan dan hal itu menjadi sedekah baginya." (Sahih Bukhari)
 
Pernahkah kita merasakan sensasi memberi dan menerima ? Ada rasa bahagia ketika bisa menerima dan ada rasa bangga ketika bisa memberi, permasalahannya yang manakah yang lebih dominan mewarnai hidup ini dan hal ini bukan pada masalah memiliki atau tidak memiliki tetapi lebih pada permasalahan kemauan untuk berbagi karena jika kita mulai dari yang sederhana maka bukankah senyuman itu juga sedekah lalu kepemilikan seperti apa yang mesti dipersoalkan dari sebuah senyuman. Jika takaran fisik adalah harta maka takaran jiwa dalah hati, kedua sumber tersebut merupakan potensi kita untuk bisa memberi.
 
Orang tua kita dulu pernah berkata bahwa baik mempunyai kemampuan untuk memberi namun cukup bijaksana jika kita juga mempunyai kemampuan untuk membuat orang lain bisa memberi.  Caranya ? masih kata orang tua dulu yaitu jangan pernah memberikan ikan tapi berikanlah pancing agar mereka berusaha mencari ikan sendiri sehingga suatu ketika pancing itu bisa di wariskan kepada orang lain lagi, trus kesimpulan negatifnya ? ya mau makan ikan sendiri, udah capek mancing seharian enak aja di bagi-bagi.