Rabu, 24 Desember 2008

Cukup Memulai dari Mengartikan

Banyak orang melupakan bahwa bunyi baik itu berupa kata atau nada pertamakali berinteraksi bukan dengan fikiran tetapi dengan telinga. Dan fitrah telinga adalah mendengarkan sesuatu yang merdu atau sesuatu yang enak didengar. Terlepas dari manfaatnya, secara jujur pasti telinga atau kuping memilih mendengarkan musik yang menyejukan ketimbang pengajian yang membosankan, sehingga siapapun dia yang ketika ingin berkomunikasi atau ingin menyampaikan sesuatu kepada orang lain semestinya juga menguasai kekuatan intonasi kata atau nada.  Kekuatan yang memerintah dunia memang bukanlah  kata-kata, tapi dengan kata-katalah seseorang menggunakan kekuatannya, kata blaise pascal
 
Sore itu Ustadz Najib terlambat datang karena ada urusan keluarga, sebagian teman mengusulkan mengadakan tadarusan sambil menunggu Ustadz Najib. Sewaktu acara tadarusan berlangsung, rumah yang berada dibelakang musholah menghidupkan radio tape agak keras dengan lagu "Tuhan" dari Bimbo. Lagu tersebut memecahkan konsentrasi kami.  Secara jujur,  sensitivitas spritual saya lebih tersentuh lewat lagu itu dari pada suara tadarusan yang sedang tersaji dan secara reflek saya justru lebih mengikuti setiap bait lirik lagu tersebut dan  mengikuti irama dengan sentuhan menyayat hati. Lebih dari itu Pandi malah ikut menyanyi dengan suara lirih seperti berbisik.
 
Ustad Najib ketika datang hanya tersenyum di depan pintu sambil mengucapkan salam, nampaknya dia sudah tahu kelakuan kami ini. " di sunnahkan membaca Al Qur'an dengan tartil dan usahakan membaguskan suara, karena bacaan tersebut tidak hanya untuk diri kita tetapi juga untuk orang lain yang mendengarkannya" kata Ustadz najib sambil duduk diantara kami,  " memang tidak semua orang bisa melantunkan  Al Qur'an dengan indah dan untuk itu harus sering melakukan latihan, Diantara para sahabat hanya beberapa orang yang masyhur melantunkan Al Qur'an dengan indah seperti Abdullah bin Mas'ud dan Ubay bin Ka'ab yang Rasulullah sendiri pernah sampai menangis mendengarnya" lanjutnya sambil membuka kitab yang akan dipelajari, hari itu khusus pelajaran tauhid.
 
Filosofi membaca adalah berusaha memaknai kandungan dari sesuatu yang dibaca. Di dunia ini , satu-satunya yang paling banyak di baca berulang-ulang tetapi paling jarang dimaknai hanyalah Al Qur'an, sebab jika dibandingkan dengan kitab agama lain yang dibaca dalam bahasa ibu masing-masing ( tidak ada standarisasi bahasa ) maka semakin sering di ulang, semakin mengertilah mereka terhadap kitab mereka, sebaliknya kitab Al Qur'an yang terstandarisasi dalam bahasa arab, walaupun dibaca seribu kali jika tidak di artikan dalam bahasa ibu maka tidak akan pernah ada makna yang bisa diraih.
 
Ketika ditanya barapa kali jama'ah mengkhatamkan Al Qur'an oleh Ustadz Abbas dalam pengajian tadabbur Al Qur'an, ada yang menjawab seratus kali ( tampak sudah berumur) ada yang sudah lima puluh kali, tiga puluh kali dan yang paling sedikit lima kali. Ketika ditanya siapa yang mengerti bahasa Al Qur'an (Arab) dari sekitar tiga puluh orang hanya empat yang mengangkat tangan, Ustadz Abbas hanya tersenyum dan berkata " tidak apa-apa , tapi jika memang tidak bisa bahasa Al Qur'an, maka pertanyaan saya ganti dengan berapa kali jama'ah semua telah mengkhatamkan terjemahan Al Qur'an ?" . Para jama'ah banyak yang diam  tetapi ada juga yang menjawab dan sungguh menakjubkan ternyata jawaban paling banyak hanya delapan kali itu juga oleh seorang kakek berumur sekitar enam puluhan .
 
Al Qur'an adalah sebuah rahasia hidup, walaupun sebagian berisi sejarah tetapi itu bukan jadi alasan untuk selalu menganalisa masa lalu dan juga bukan untuk selalu  berusaha untuk mengantispasi masa depan, tetapi rahasia itu mengharapkan kita untuk bisa memahaminya agar hidup yang kita jalani hari ini bisa lebih berarti.