Melintasi hari yang tak menentu, terkadang terik seperti memanggang kulit dan terkadang hujan menyapu jalanan. Saat itu matahari sedang tertawa diatas kepala , saya duduk diantara roda-roda berputar menerobos deru campur debu. Memenuhi kebutuhan hidup memaksa kaki banyak orang untuk berjalan kesana-kemari. Bekerja dan mempekerjakan, menyuruh dan disuruh, memerintah dan di perintah hanya demi benda keramat yang bernama uang. Benda ini telah mampu menyaingi Tuhan karena bisa membuat orang bekerja walaupun dengan terpaksa hanya dengan mencantumkan alasan yang masuk logika.
Ahhh... ternyata nama Tuhan telah tercoreng moreng dimana-mana. Tuhan telah diseret kelembaga tinggi hanya untuk mendengarkan sumpah kesetian yang berakhir dengan pengingkaran...." Demi Allah saya bersumpah...." terdengar samar-samar Tuhan disebut-sebut. Ditempat arisan ibu-ibu, Tuhan telah bercampur dengan ghibah. " MasyaAllah...masa sih Jeng ibu itu suka gituan.....apa gak ingat umur dia" kata salah seorang ibu " Isya Allah kalo ada waktu nanti kita cerita-cerita lagi ya bu" kata ibu lain mengahiri. Di tempat pelacuranpun nama Tuhan sering dijadikan sebagai tameng. " pelan-pelan mas....bismillah...mudah-mudahan gak bocor kayak kemaren " bisik seorang pelacur yang alat kontrasepsinya sempat bocor beberapa waktu yang lalu.
" Yan masuk Dzuhur mampir ke masjid depan yuk " teriak teman dari atas sepeda motor. Beberapa orang mulai memarkir kendaraannya di depan masjid. Ada yang datang dengan jalan kaki termasuk para pedagang, karyawan, pelajar dan semua yang masih mengingat Tuhan saat itu. Diluar sana masih banyak yang mengejar tuhan-tuhan dunia, tuhan yang penuh warna. Tuhan sering berpindah-pindah, terkadang ada kepala terkadang singgah kehati dan terkadang mampir kemulut. Sewaktu sholat Tuhan lebih sering berada di mulut, sedangkan kepala tetap berisi dunia dan permasalahannya. Kegelisahan tetap menghantui walaupun telah setor muka dengan Tuhan." 'ala bizzikrillahi tatmainnul qulub, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang " kata Allah di surah Ar Ra'd, akan tetapi mengingat Allah seperti apa yang menjadikan hati itu tenang ? apakah dengan melafazkan asmaNya berulang-ulang? seperti dilakukan oleh seorang bapak tua sampai tidur di pojok masjid selesai sholat dzuhur, atau ada cara mengingat yang lain ?
Sehabis mengarungi hari yan penuh liku, keletihan menghampiri sekujur tubuh, adzan maghrib mengalun menghentak jiwa. Banyak yang jiwa yang tersangkut di rongga-rongga jalan berbaur dalam kemacetan ibu kota, disudut-sudut kantor, mengais rezeki di pinggir-pinggir jalan dan yang lain terlena didepan acara televisi. " Ya ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji'i ilaa rabbiki radhiatan mardhiah, wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi di ridhoiNya" seru Allah di surah Al Fajr. hati tersentak seketika , ternyata yang dimakud dengan tatmainnul qulub atau hati yang tenang dengan mengingat Allah, adalah dengan mengingat bahwa kita akan kembali kepadaNya, bahwa apa yang kita cari didunia hanyalah bekal untuk beribadah dan bukan Allah yang harus menuruti cara hidup kita. seperti tangisan seorang anak " Ibu aku ingin kembali kepadamu ..tapi bekal perjalanku menujumu kurang ibu...berilah aku uang untuk bekal itu ibu....", aneh bukan ?
Salam
David Sofyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar