Minggu, 10 Januari 2010

Menghubungkan Dua Kutub Yang Bersebrangan

 
".....Dalam keadaan apapun fikiran seseorang tidak akan pernah bisa kosong, bahkan orang yang mengosongkan fikiran sebenarnya sedang bekerja dengan berusaha keras merasakan bahwa fikirannya sedang kosong, padahal usahanya itupun hasil dari sebuah fikiran dalam meminimalkan visualisasi di kepala. Hidup itu penuh dengan rincian, apa yang kita fikirkan secara umum ternyata harus kita jalani secara bertahap dan terperinci. Perencanaan terhebat sekalipun tidak bisa merinci setiap gerak dan respon kita terhadap sesuatu. Ada Yang Maha Meliputi sedang bekerja mendisain setiap langkah kita, menuju kehendakNya..."
 
"..Tahun baru Islam diambil dari tahun hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Tidak ada rencana sebelumnya. Allah mengatur segalanya, lewat umpan makar kafir quraisy yang hendak membunuh Rasulullah. Mungkin kata yang tepat adalah di hijrahkan oleh Allah, karena hijrah tersebut bukanlah murni kehendak Rasulullah. Disisi lain posisi Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib adalah menyamakan kehendak tanpa pernah  bertanya "mengapa dan bagaimana " hijrah tersebut dilakukan, sebuah posisi tunduk terhadap kemauan Allah dan Rasulnya. Abu Bakar bertugas menemani Rasulullah dan Ali menggantikan posisi Rasulullah yang hendak di bunuh oleh  kafir quraisy..."
 
"Tunggu dulu pak saya mau tanya !" teriak seorang murid , memotong keterangan yang disampaikan oleh gurunya. " Silahkan " jawab sang guru. " Berarti sebenarnya kita ini berada dalam cengkraman taqdir dong, berpindah dari satu kehendak Allah kepada kehendak Allah yang lain, atau dari satu taqdir kepada taqdir Allah yang lain ?" tanya murid tersebut penasaran. Pak guru menarik nafas dalam-dalam, dia teringat dengan perdebatan panjang antara kaum jabariyah dan qadariyah. Masalah taqdir akan bersinggungan dengan keadilan, karena jika semua telah ditentukan untuk apalagi ada pertanggung jawaban kata kaum qodariyah, bukankah Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka merubah nasib mereka sendiri[1]. Dilain sisi banyak hadist-hadist shahih yang menunjukan kekuatan taqdir yang bersifat absolut, bahkan dalam salah satu hadist Nabi SAW dikatakan bahwa seseorang telah di taqdirkan masuk syurga atau neraka [2]. Mungkinkah kedua kutub ini bisa bertemu ?. Bisa,  asal dipahami secara menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong atau parsial.
 
" Semua memang telah di taqdirkan tetapi kita bisa mengusahakannya lewat doa " jawab Pak guru dengan singkat. Dia merujuk pada paham Ahlussunnah yang berada diantara dua sisi paham diatas yaitu Allah SWT telah menetapkan takdir atas manusia akan tetapi manusia tersebut bisa merubah takdirnya melalui izin Nya dengan usaha dan doa [3], paham inilah yang banyak dianut oleh mayoritas ummat islam saat ini. Merasa kurang puas dengan jawaban Pak guru, murid tersebut kembali bertanya " Pak bukankah usaha dan doa si hamba juga sudah di taqdirkan ?" [4]
 
" Sebenarnya istilahnya bukan di taqdirkan tapi telah tertulis di Lauh Mahfudz" jawab Pak guru sambil mengambil kapur tulis dan membuat sketsa di papan tulis , karena pastilah akan ada pertanyaan susulan yang akan di ajukan oleh murid-muridnya dengan jawabannya tadi. Banyak ulama yang menghindari masalah ini karena nalar kita sering kali berbenturan dengan dalil, padahal jika diungkapkan secara ilmiah, maka tidak ada yang berbenturan, hanya saja di perlukan kemampuan visualisasi dalam menggambarkan. Tetapi kebenaran hanyalah milik Allah semata, sebagai manusia kita hanya berusaha menjalani dan memamhami apa yang telah ditetapkan olehNya. " Apakah yang tertulis itu tidak semua di taqdirkan " sahut salah seorang murid.
 
"Bagi Allah ya , tetapi bagi kita belum. Masalahnya sederhana saja. Bukankah Allah terlepas dari dimensi ruang dan waktu. apa yang menurut kita kemaren, besok, lusa, seribu tahun lagi tidak berpengaruh apapun bagi Allah, karena Allah telah mengetahui apa yang akan kita kerjakan, pikirkan, rencanakan dan Allah telah mencatat dimuka  serinci-rincinya segala kejadian yang kita perbuat dari sejak kita lahir sampai meninggal dunia termasuk doa-doa yang kita panjatkan , ibaratnya Allah telah menyimpan keping DVD  kita , walaupun pemutarannya bagi kita baru berlangsung sekarang. itulah sebabnya mengapa umar menghindari desa yang terkena penyakit dan pilihan umar ini telah di tulis di muka oleh Allah sebagai sebuah keputusan bahkan sebelum Umar bin khattab RA di lahirkan [5]. Karena zaman pada waktu itu belum mengenal film atau drama maka Rasulullah kesulitan menggambarkan situasi ini tetapi hal ini sudah tersirat dari Hadis riwayat Ali ra [6]." Jawab Pak guru panjang lebar, seperti telah mempertemukan kutub yang selama ini selalu bersebrangan yaitu Jabariyah dan Qadariyah.
 
" Jika kita telah berusaha tapi kita gagal maka kegagalan itu murni karena hasil usaha kita atau bagian dari keputusan Allah ?" tanya sang murid seperti hendak mempertegas apa yang telah dia pahami dari penerangan Pak guru.
 " hampir sama seperti lagu, bahwa dunia ini hanyalah panggung sandiwara , kita hanya bermain, sedangkan  skenario utamanya dipegang oleh Allah, skenario utama itu seperti sakit dan sehat, hidup dan mati, berhasil dan gagal, perjodohan, keturunan atau anak dan sebagainya. Di wilayah itu Allah memerintahkan kita untuk berdoa. Dan untuk mengawal tadirNya Allah menetapkan sunnahNya di alam semesta agar alam selalu terkendali demi kepentingan manusia" jawab Pak guru mengahiri pelajaran hari itu mengenai Taqdir Allah.
 

Tentu tidak semua orang setuju dengan pendapatnya. Tapi Pak guru tersebut membiarkan muridnya berusaha mencari tahu sendiri sisanya jika waktunya telah tiba , selama tidak keluar dari kerangka Al Qur'an dan As Sunnah, sebagai pedoman utama ummat Islam. Kepada Allah lah kita kembalikan segala prasangka kita agar kita tidak terjebak dalam pengingkaran atas segala keadilanNya.
 
Salam
 
David Sofyan
 

Note :
 
[1] QS : Ar Ra'ad ayat 11
[2]1 Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
Rasulullah saw. sebagai orang yang jujur dan dipercaya bercerita kepada kami: Sesungguhnya setiap individu kamu mengalami proses penciptaan dalam perut ibunya selama empat puluh hari (sebagai nutfah). Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Selanjutnya Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu: menentukan rezekinya, ajalnya, amalnya serta apakah ia sebagai orang yang sengsara ataukah orang yang bahagia. Demi Zat yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya salah seorang dari kamu telah melakukan amalan penghuni surga sampai ketika jarak antara dia dan surga tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga ia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah ia ke dalam neraka. Dan sesungguhnya salah seorang di antara kamu telah melakukan perbuatan ahli neraka sampai ketika jarak antara dia dan neraka tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga. (Shahih Muslim No.4781)
[3] Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya. (HR. Tirmidzi dan Al Hakim) 
[4] Al An 'aam ayat 59
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
[5] Hadis riwayat Abdullah bin Abbas ra: 
" Bahwa Umar bin Khathab pergi ke Syam dan ketika telah tiba di sebuah dusun bernama Sarghi, beliau bertemu dengan penduduk Syam yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah ra. dan para pengikutnya. Mereka memberitahukan bahwa telah berjangkit di Syam suatu wabah penyakit. Ibnu Abbas ra. berkata: Maka Umar berkata: Coba panggilkan sahabat muhajirin yang pertama. Maka aku panggil mereka lantas beliau meminta saran mereka dan memberitahukan kepada mereka bahwa wabah telah berjangkit di Syam. Ternyata mereka berselisih pendapat menanggapi berita itu. Sebagian di antara mereka berkata: Engkau pergi untuk suatu urusan besar dan kami tidak setuju jika engkau kembali. Sedangkan sebagian yang lain berkata: Bersama engkau masih banyak rakyat dan para sahabat dan kami tidak setuju bila engkau mengajak mereka menuju ke wabah tersebut. Umar berkata: Tinggalkan aku dan tolong panggilkan sahabat Ansar! Aku pun memanggil mereka. Ketika dimintai pertimbangan, mereka juga bersikap dan berbeda pendapat seperti halnya orang-orang Muhajirin. Umar berkata: Tinggalkan aku! Lalu ia berkata lagi: Tolong panggilkan sesepuh Quraisy yang dahulu hijrah pada waktu penaklukan dan sekarang berada di sini. Aku memanggil mereka. Ternyata mereka saling bersepakat dan berkata: Menurut kami sebaiknya engkau kembali bersama orang-orang dan tidak mengajak mereka mendatangi wabah ini. Umar lalu berseru di tengah-tengah orang banyak: Aku akan mengendarai tungganganku untuk pulang esok pagi. Lalu mereka pun mengikutinya. Abu Ubaidah bin Jarrah ra. bertanya: Apakah untuk menghindari takdir Allah? Umar menjawab: Kalau saja bukan engkau yang mengatakan itu, hai Abu Ubaidah! Umar memang tidak suka berselisih dengan Abu Ubaidah. Ya, kita lari dari satu takdir Allah ke takdir Allah yang lain. Apa pendapatmu seandainya engkau mempunyai seekor unta yang turun di suatu lembah yang memiliki dua lereng, yang satu subur dan yang satu lagi tandus, apakah jika engkau menggembalakannya di tempat yang subur itu bukan berarti engkau menggembalakanya karena takdir Allah? Begitu pun sebaliknya, kalau engkau menggembalakannya di tempat yang tandus, bukankah engkau menggembalakanya karena takdir Allah juga? Lalu datanglah Abdurrahman bin Auf yang absen karena suatu keperluannya lalu berkata: Sungguh aku mempunyai pengetahuan tentang masalah ini, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Apabila kalian mendengar ada suatu wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian mendatanginya. Sebaliknya, kalau wabah tersebut berjangkit di suatu daerah sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar melarikan diri daripadanya. Ibnu Abbas berkata: Mendengar itu Umar bin Khathab memuji Allah kemudian pergi berlalu. (Shahih Muslim No.4114)
[6] Dari Ali bin Abi Tholib ra:
"Kami sedang mengiringi sebuah jenazah di Baqi Gharqad (sebuah tempat pemakaman di Madinah), lalu datanglah Rasulullah saw. menghampiri kami. Beliau segera duduk dan kami pun ikut duduk di sekeliling beliau yang ketika itu memegang sebatang tongkat kecil. Beliau menundukkan kepalanya dan mulailah membuat goresan-goresan kecil di tanah dengan tongkatnya itu kemudian beliau bersabda: Tidak ada seorang pun dari kamu sekalian atau tidak ada satu jiwa pun yang hidup kecuali telah Allah tentukan kedudukannya di dalam surga ataukah di dalam neraka serta apakah ia sebagai seorang yang sengsara ataukah sebagai seorang yang bahagia. Lalu seorang lelaki tiba-tiba bertanya: Wahai Rasulullah! Kalau begitu apakah tidak sebaiknya kita berserah diri kepada takdir kita dan meninggalkan amal-usaha? Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang telah ditentukan sebagai orang yang berbahagia, maka dia akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan barang siapa yang telah ditentukan sebagai orang yang sengsara, maka dia akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang sengsara. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: Beramallah! Karena setiap orang akan dipermudah! Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang berbahagia, maka mereka akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang bahagia. Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang sengsara, maka mereka juga akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang sengsara. Kemudian beliau membacakan ayat berikut ini: Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar. (Shahih Muslim No.4786)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar