Hujan yang mengguyur desa Tirta Sari selama beberapa hari telah membuat Pak Somad berhenti berdagang es krim keliling dan berganti menjadi penjual bajigur hangat. Hempasan angin dingin disertai hujan pada sore hari membuat desa tersebut seperti desa mati karena tidak seorangpun terlihat keluar rumah. Pak Somad masih terus mendorong gerobak bajigurnya yang masih tersisa separuh setelah berjualan di desa Ambara sekitar satu kilometer dari desa Tirta Sari. " Masih jualan kang ? hari udah mau gelap tuh, apalagi hujan belum berhenti dari tadi " sahut Arman tetangga Pak Somad yang baru pulang dari warung Pak Rangga, satu-satunya warung yang masih buka saat itu. " Yah mau gimana lagi Man, dagangan masih sisa banyak nih " jawab Pak Somad samabil terus mendorong gerobaknya kearah warung.
Sebuah mobil Honda CRV berhenti tepat didepan warung Pak Rangga, dimana Pak Somad sedang duduk santai untuk melepas lelah disana. "Assalamu'alaikum" sahut seorang Bapak seusia dengan Pak Somad dan Pak Rangga. " Wa'alaikum Salam" jawab mereka serempak. " Wah , wajah Pak Rangga dan Pak Somad tidak banyak berubah nih , masih kelihatan awet muda" sapa Bapak tadi. " Pak Rahmat ya, apa khabar juga hampir lima tahun tidak pulang kampung ternyata banyak yang berubah, tambah makmur rupanya" sahut Pak Rangga disertai anggukan Pak Somad tanda setuju. " Kok istri dan anaknya gak di bawa Pak " tanya Pak Somad. Walaupun umur mereka hampir sama tapi penampilan Pak Rahmat jauh lebih tua dengan rambut yang sudah hampir memutih semua. " Istri saya sudah meninggal tiga bulan yang lalu sedangkan anak-anak sudah menikah semua, yang satu jadi dokter dan yang satu tinggal bersama suaminya di Kanada, dapat orang luar Pak" jawab Pak Rahmat pelan. " Kalo Pak Somad gimana nih, dengar-dengar anaknya ada tiga yah , sudah nikah semua belum ?" balas Pak rahmat bertanya " Dua sudah, yang satu masih sekolah, mungkin tahun depan lulus. Kakaknya yang sudah menikah dua-duanya jadi guru agama, maklumlah dua-duanya tamatan pesantren " Jawab Pak Somad sambil tersipu malu membandingkan dengan kedua anak Pak Rahmat. " Wah Pak Rahmat an Pak Somad beruntung mempunyai anak, saya sampai sekarang belum juga di amanahi anak sama Allah" sahut Pak Rangga yang dari tadi hanya mendengar. Ketiga orang itupun larut dalam perbincangan sambil minum bajigur hangat milik Pak Somad.
Hujan terus mendera bumi tanpa henti, suara halilintar mulai saling sahut menyahut berpacu dengan terbenamnya matahari. Malam itu setelah sholat Maghrib Kiayi Lutfi memberikan wejangan karena hampir semua jama'ah tidak ada yang pulang dari musholah. Di kampung tersebut memang sehabis sholat Maghrib, warga telah terbiasa memanfaatkan waktu untuk berdzikir dan membaca Al Qur'an sambil menunggu waktu sholat Isya, apalagi hujan semenjak siang belum juga berhenti. Wajah Pak Rahmat yang baru terlihat setelah lama menghilang menjadi perhatian jama'ah yang rata-rata adalah teman seangkatannya. Kiayai Lutfi sebagai guru ngaji mereka dulu menjadi tempat curhat Pak Rahmat. Berbagai pertanyaan mengenai kehidupannya di tanyakan kepada guru ngajinya tersebut.
" Anak-anak saya memang berhasil karena hidup berkecukupan tetapi mereka jarang mengerjakan perintah agama, mereka larut dalam keduniaan. Sewaktu istri saya meninggal sekitar tiga bulan yang lalu, jenazah istri saya di sholatkan dan didoakan oleh orang lain dan bukan oleh anaknya sendiri, sejak itulah saya merasa telah salah mendidik anak, tidak banyak yang bisa saya harapkan dari mereka ketika saya harus mengahiri hidup saya nanti, karena sekarang mereka telah hidup dengan keluarga masing-masing, nasehat sayapun jarang didengar, paling saya hanya bisa berdoa agar mereka mendapatkan hidayah dari Allah" keluh Pak Rahmat. Suasana jadi hening, Kiayai Lutfi mulai berbicara kepada para jama'ah " Para jama'ah semua apa tujuan kita hidup ?"
"Untuk beribadah kepada Allah" jawab jama'ah mushollah serempak, " Benar, seperti itulah yang disyariatkan oleh agama kepada kita dan jenis ibadah itu ada dua yaitu ibadah mahdoh dan ghairu mahdoh, atau bersifat ritual dan bersifat muamalah , umum dan kemasyarakatan dan yang harus di tekankan karena banyak yang lupa bahwa ibadah muamalah bertujuan agar supaya ibadah ritual semakin khusyuk. Kita di suruh berusaha mencari nafkah dan jika di niatkan hal itu adalah ibadah tetapi tujuan dari mencari nafkah adalah untuk menjadikan ibadah ritual seperti sholat menjadi nyaman bukan malah melalaikan apalagi melupakan sholat, sangat tegas Allah mengatakan dalam surat Thaaha ayat 14, innani anallahu laaila haillaa ana fa'budini aqimissolata li dzikri , 'sesungguhnya Aku ini Allah tiada Tuhan Selain Aku maka sembahlah Aku dirikan sholat untuk mengingatKu', selanjutnya kelebihan hasil dari penafkahan tersebut digunakan untuk ibadah zakat dan ibadah haji, begitu seterusnya, jadi bukan asal ibadah, seperti kebutuhan primer dan sekunder, ibadahpun punya skala prioritas" kata kiayi Lutfi dengan mimik muka serius.
"lalu kesimpulannya untuk apa kita mencari nafkah ?" tanya kiayi Lutfi kembali menegaskan, karena dia merasa ada yang tidak menangkap dari apa yang baru saja di paparkannya " Agar bisa membahagiakan keluarga " sahut salah seorang jama'ah di belakang. Kiayi Lutfi kembali menarik nafas panjang, "ehmmm seperti saya duga kalian masih belum mengerti, tujuan mencari nafkah adalah agar memudahkan kita beribadah kepada Allah, seperti ibadah menafkahi keluarga , memberi makan fakir miskin, mengayomi anak yatim, berkurban, berzakat , bersedekah, berhaji, karena jika hanya untuk membahagiakan keluarga itu berarti kita telah mempersempit rezeki Allah dan memaknai kebahagian hanya dari harta semata, hampir sama seperti kita menanyakan kepada anak kita , untuk apa mereka sekolah ? lalu ada yang menjawab agar mudah mendapat pekerjaan, padahal mendapatkan pekerjaan hanyalah dampak dari ilmu yang dimiliki yang didapatkan dengan bersekolah" kata kiayi Lutfi menerangkan dengan tenang.
Pak Rahmat yang dari tadi hanya diam mulai bertanya, " Pak Kiayi, terus tujuan kita punya anak buat apa pak, kemaren saya tanya sama teman katanya untuk meneruskan keturunan, nah meneruskan keturunan untuk apa ? , maksudnya manfaatnya apa setelah kita tiada ? jika dikatakan untuk bisa merawat kita ketika sudah tua , saya dengan tabungan yang saya miliki bisa mencari perawat yang bisa merawat saya untuk menghabiskan sisa umur saya, apakah hanya sekedar untuk berbangga-bangga ? " tanya Pak rahmat yang lebih mirip sebuah pernyataan ketimbang pertanyaan, mungkin wujud kekecewaannya dengan anaknya yang meninggalkan ajaran agama.
Kiyai Lutfi hanya tersenyum karena menyadari kondisi yang dialami Pak Rahmat "mari kita lihat surat Al Hadiid ayat 20 yang hampir senada dengan surat Al Kahfi ayat 46, 'Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu, (QS 57:20)" Kiayi Lutfi kemudian diam sesaat, dia berusaha mencari kata yang tepat untuk disampaikan kepada jama'ah agar mudah di pahami .
" Secara umum kita dianjurkan memperbanyak keturunan agar bisa memperkuat barisan dalam menegakkan panji-panji agama Allah, menjadikan Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin, secara khusus mempunyai keturunan adalah untuk membela dan mendo'akan kita kepada Allah, bukankah hadist bekal menuju pintu kubur sudah sangat terkenal, bahwa amalan yang sampai kepada ahli kubur hanya 3 yaitu ilmu yang bermanfaat, shodaqah jariyah yang masih terasa manfaatnya sampai kita telah tiada dan yang terakhir adalah doa dari anak yang sholeh, didalam bahasa arab anak berarti keturunan seperti bani Adam , yaitu anak keturunan Adam artinya anak yang sholeh tidak hanya anak kandung tetapi juga cucu, cicit dan terus kebawah yang jelas ada andil kita dalam menghujamkan kalimatullah didada mereka, atau kasarnya kita turut dalam menumbukan keimanan di hati mereka" kata Kiayi Lutfi menutup pengajian malam itu karena waktu sholat Isya telah masuk.
Hujan baru berhenti keesokan harinya. Sawah milik petani banyak yang tergenang air hujan, sungai-sungai meluap sampai kejalanan. Musibah mengalami Pak Somad, jembatan yang dilalui sewaktu berkeliling jualan bajigur hanyut terbawa air sungai, Pak Somad tidak sempat menghidar dan ikut terbawa hanyut oleh derasnya air. Pak Somad meninggal dunia setelah kelelahan melawan arus yang menyeretnya ketengah sungai, para penolong yang melihat kejadian tersebut tidak sempat menyelamatkan nyawanya.
Jenazah Pak Somad di bawa kerumah dan anak-anaknyalah yang kemudian menyiapkan prosesi pemakaman mulai dari memandikan jenazah sampai mensholati nya. Kiayi Lutfi memimpin doa terakhir bagi jenazah sekaligus muhasabah bagi calon-calon penghuni kubur didepannya. Pemakaman pun berlangsung khidmat. Setelah selesai prosesi pemakaman Pak Rahmat mendatangi kedua anak Pak Somad yang tertua untuk minta ijin membiayai sekolah adik mereka yang masih belum selesai, bahkan Pak Rahmat berjanji setelah selesai sekolah maka biaya kuliah di kota semua akan di tanggung olehnya. Pak Rahmat menjadikan anak Pak Somad sebagai anak asuhnya , anak yang diharapkan bisa menyisakan doa untuknya disamping doa untuk kedua orang tuanya.