Selasa, 27 Oktober 2009

Mengadili Keadilan

Sore itu, sepulang kerja saya membawa kue kerumah untuk dimakan bersama. Sewaktu akan membagi kue kepada anak tiba-tiba anak saya yang tertua menasehati saya " yah , kue buat yara lebih besar dari adek ya, kan Yara udah gede jadi kuenya harus besar juga, soalnya kata guru di sekolah, kalau kita mau ngasih sesuatu kita harus sesuaikan dengan orangnya, itu baru namanya adil yah " kata nya dengan penuh semangat sambil terus mengamati kue lapis yang sedang di potong-potong. Saya senang sekaligus gelisah mendengar sesuatu yang dianggap adil oleh anak saya. Keadilan memang harus disesuaikan dengan kondisi, baik itu keadaan maupun orangnya, dan memang tidak ada yang salah dengan apa yang diajarkan oleh guru anak saya, hanya saja nasehat itu peruntukannya bagi pemberi keadilan bukan penerima keadilan.
 
Keadilan sangat di junjung tinggi didalam Islam itulah sebabnya para orientalis mengatakan " jika agama Nasrani adalah agama kasih sayang maka agama Islam adalah agama keadilan". Mereka berkaca pada pemerintahan Rasulullah di madinah dimana perlakuan Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassallam terhadap kaum Yahudi dan Nasrani adalah sama dengan umat Islam dalam hal keadilan. Keadilan berbeda dengan hukum, sebab hukum melihat sesuatu secara objectif terlepas dari salah atau benar. Hukum telah memihak kepada  pencuri baju besi milik Ali RA dan menyerahkan baju tersebut pada si pencuri hanya karena Ali tidak bisa membuktkan baju tersebut miliknya. Lalu dimana letak keadilan yang sesungguhnya ? terlepas dari hikmah yang menyebabkan orang tersebut masuk Islam, kita harus menyadari bahwa yang di tegakkan adalah hukum bukan keadilan, sebab pada saat itu keadilan bersifat normatif sedangkan hukum bersifat objectif.
 
Setiap tahun sewaktu pembagian daging kurban, setiap RW mengutamakan warganya sebelum memberikan kepada warga RW lain jika ternyata masih ada kelebihan. Pak Junaedi yang terletak di perbatasan antara RW 03 dan RW 04 tetapi masih masuk RW 03 sering mendapatkan daging kurban dari kedua RW. Tahun lalu sewaktu akan pembagian daging kurban pak Bakar yang merupakan panitia pembagian daging kurban dari RW 03 mengatakan bahwa tidak perlu memberi Pak Junaedi daging kurban karena pasti akan mendapat daging kurban dari RW 04 seperti tahun sebelumnya, tetapi Pak Jumal mencegahnya " Selama kita belum tahu apakah dia telah menerima daging kurban atau tidak maka kita wajib memberinya karena dia adalah warga RW 03 itulah keadilan kecuali jika kita melihat langsung RW 04 memberikan,  maka jatah Pak Junaedi bisa kita alihkan kepada yang lain " kata Pak Jumal. Keadilan memang berdasarkan apa yang kita ketahui bukan berdasarkan apa yang akan terjadi walaupun kemungkinan terjadinya sangat besar.
 
Sebagai umat Islam kita di minta untuk lebih mendahulukan memberikan keadilan ketimbang menuntut keadilan. Objektifitas pemberi keadilan tidak sama dengan objectifitas penerima keadilan. Jika saja anak saya yang kecil yang berumur dua tahun bisa membantah maka tentu dia akan mempertanyakan besar kue yang dimilikinya berbeda dengan apa yang telah di berikan kepada kakaknya, dan jawaban apapun yang akan kita berikan tidak akan pernah bisa memuaskan hatinya. Atau jika kita ambil contoh yang lebih ekstrim, maka lihatlah para suami yang beristri lebih dari satu dan tanyakan kepada istrinya mengenai objektifitas keadilan menurut suami apakah sama dengan menurut mereka , pastilah berbeda. Keadilan memang dekat dengan pemahaman dan pengetahuan. Kita sudah bisa dikatakan tidak adil apabila didalam fikiran,  kita  menyamakan pemikiran anak sekolah dasar dengan anak sekolah mengengah walaupun fikiran kita tersebut tidak pernah disampaikan kepada siapapun, itulah sebabnya di yaumil hisab seseorang itu diadili berdasarkan perbuatan dari apa yang dipahami dan di ketahuinya.
 
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." ( Al Maa'idah ayat 8 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar