Rabu, 12 Agustus 2009

Meneguhkan Keyakinan



" Allahumma arinal haqqan, haqqa war zuqna ittiba'......." sambil terbatuk-batuk ustadz Abbas berhenti sejenak, dia menatap jauh kedepan lalu melanjutkan wejangannya " banyak diantara kita yang telah mengetahui berbagai bentuk kebaikan, tapi tanpa kehendak dari Allah sulit bagi kita untuk bisa melaksanakannya sehingga berbagai kebaikan itu sekedar menjadi cerita untuk di dongengkan kemana-mana sebagai gambaran orang yang bertaqwa dan selain Rasulullah contohnyapun tidak ada yang dari zaman sekarang pasti dari zaman dahulu atau yang dikenal dengan sebutan salafus sholeh, sehingga semakin jadilah ......bahwa predikat taqwa untuk saat sekarang adalah mitos belaka"



Siapa yang tidak mau menjadi orang yang bertaqwa, pernyataan itu mungkin sebanding dengan kalimat : siapa yang tidak mau jadi orang pintar, atau siapa yang tidak mau jadi orang kaya, hanya saja parameter pintar dan kaya berbeda dengan parameter taqwa. Secara relatif kita bisa saja menunjuk seseorang dengan mengatakan bahwa dia kaya atau pintar, tetapi menunjuk kalau seseorang itu bertaqwa tentu akan memunculkan pertanyaan baru " standardnya apa ?"

" Allahumma arinal batilan, batila war zuqna ijtinabah...." sambung ustadz Abbas , kali ini dia mengangkat tangan sambil mengepalkannya " Berusaha yang susah dilaksanakan itu ada dua. Satu berusaha melaksanakan kebaikan dan yang kedua berusaha menghindari keburukan. Tidak sedikit orang yang mampu melaksanakan kebaikan tetapi sulit untuk menghindari keburukan, sholat terus berbohong tidak ketinggalan, mengaji terus, bergosip tidak dilupakan. puasa oke tetapi pandangan mata tetap berkeliaran kemana-mana, sekali lagi kita mesti meminta kekuatan kepada Allah untuk bisa berusaha menghindari segala keburukan tersebut"

"Jika untuk berbuat baik kita harus meminta, lalu untuk menghindari keburukan kita juga harus meminta, lalu letak usaha kita ada dimana ?" kata Helmi kepada Ustadz Abbas, " menyakini 'la hawla wala quwwata illa billah' bahwa apapun yang kita kerjakan tanpa ridho Allah maka sia-sia semuanya, bahwa apapun yang kita kerjakan tanpa kehendak Allah tidak akan pernah terjadi, artinya kita di tuntut untuk melaksankan janji kita bahwa ibadah, hidup dan mati kita hanya untuk Allah .....mampukan kita melaksanakan hal tersebut? disinilah letak usaha kita"

Walaupun selalu ada nuansa khilafiyah tetapi bidang fiqih selalu mengutamakan dalil hitam diatas putih, hal yang berbeda dapat ditemukan pada bidang aqidah yang selalu bersinggungan dengan keyakinan. Seribu cerita syariat, tetapi ketika dihadapkan dengan masalah jihad , mudur maka semua cerita tadi adalah omong kosong, karena jihad bicara tentang keyakinan. Keyakinan (keimanan) inilah yang semestinya ditanamkan didada anak-anak kita sebelum mereka mengenal berbagai tata cara peribadatan. Karena jika mereka tidak yakin atau tidak memiliki keimanan akan Tuhannya, lalu kepada siapa mereka tujukan ibadah mereka.

Waktu berlalu begitu cepat, adzan isya di kumandangkan mengakhiri pengajian malam itu. Saatnya meneguhkan kembali keyakinan, menghadap Sang maha Pencipta, lewat takbiratul ihram, lewat rukuk, lewat sujud sampai salam dalam mengagungkan Allah , Tuhan penguasa seluruh alam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar