Selasa, 26 Mei 2009

Informasi yang Dhoif


"Ada dua manfaat yang bisa diambil dari orang lain ", kata Ustadz Abbas didalam  sebuah kajian ba'da maghrib. " Yang pertama adalah jika kita melihat kesalahan orang lain maka jadikanlah itu sebagai contoh agar kita terhindar dari kesalahan yang sama", sambil menarik nafas cukup dalam, kemudian dia melanjutkan " Yang kedua adalah  jika kita melihat kebaikan orang lain maka hal itu bisa dijadikan sebagai contoh untuk melakukan hal yang sama" Ustadz Abbas diam sejenak " Tidak ada manusia yang selamanya benar, dan tidak ada juga manusia yang selamanya salah, karena itulah mengapa ada yang dinamakan dengan pembelajaran, yaitu belajar dalam memaknai sesuatu"
 
Beberapa tahun yang lalu ketika berkunjung kerumah saudara seorang teman di daerah jasinga Bogor, kebetulan teman tersebut telah sampai duluan sedangkan saya dan seorang teman lain menyusul belakangan dan tersasar, kami bertemu dengan seorang bapak untuk menanyakan lokasi desa yang dimaksud. Saat itu cuma ada tiga orang pria sedangkan pemukiman warga sangat jarang di temui karena masih termasuk daerah terpencil. Orang pertama adalah bapak yang akan kami tanya dan yang dua orang lagi sedang mempersiapkan padi yang hendak di bawa pulang karena waktu itu sudah mendekati maghrib. " Saya pernah dengar nama tempatnya tapi kurang tahu arah kesana karena saya lebih lama di kota Jasinga dikampung sini de " kata bapak itu kepada kami " Coba adek tanya sama yang dua orang itu karena mereka sering berpergian dari satu desa kedesa lain yah masih desa-desa sekitar sini sih karena mereka jadi pedagang keramik dari tanah liat kalo musim panen belum tiba " kata bapak tersebut melanjutkan.
 
Jalan didepan ada persimpangan , jika salah arah maka akan mundur jauh kebelakang dan memakan waktu, apalagi hari menjelang maghrib dan mencari alternatif tempat bertanya sangat sulit bererati harus mundur kedesa sebelumnya. Kesalahan kami adalah tidak mulai bertanya pada desa pertama yang ditemui karena merasa jalan hanya satu arah , dan ketika mengetahui bahwa didepan ada persimpangan sedangkan dikiri kanan hanya sawah dan hutan  maka harapan satu-satunya tinggal dua orang pemuda yang dimaksud oleh si bapak ini. " Cuma ada satu masalah dek terhadap dua orang ini, yang memakai topi orangnya suka berbohong yang satu lagi orangnya sangat pelupa, semua saya serahkan kepada adik saja buat memutuskan" kata bapak tersebut sambil permisi pergi meninggalkan kami.
 
Yang satu suka berbohong dan yang satu pelupa, kalau dalam hadist maka kedua informasi orang ini bernilai dhoif, sah dan tidak diragukan lagi kedhoifannya. Sewaktu kami bertanya kepada keduanya mereka menunjuk pada arah yang berlawanan, lengkap sudah mesalah. Apakah pembohong selamanya berbohong dan apakah sipelupa bererati tidak pernah ingat, tentu tidak seperti itu, tetapi  pertanyaannya saat ini mereka seperti itu atau tidak ? saya dan teman jadi berdebat sendiri. Teman lebih suka  memilih si pelupa karena ada kemungkinan dia tidak lupa saat itu, sedangkan saya lebih memilih perkataan si pembohong menurut bapak tersebut karena saya beranggapan apa manfaatnya dia membohongi kami. Akhirnya teman setuju dengan pendapat saya dan Alhamdulillah ternyata arah yang kami tuju benar.
 
Beberapa waktu yang lalu sewaktu kajian hadist , saya bertanya kepada ustadz yang mengajar " apakah ada kemungkinan hadist dhoif yang berasal dari rawi yang nilai suka berbohong adalah hadist yang benar", ustadz tersebunt hanya tersenyum " kemungkinan selalu ada tetapi kemungkinan itu ditinggalkan dalam pengambilan hukum, sedangkan untuk fadhilah amal imam Nawawi membolehkan" jawab Ustadz tersebut denagn bijaksana " Loh kalau ada riwayat yang sahih untuk bisa diamalkan kenapa mesti mencari-cari yang dhoif" kata salah satu peserta pengajian. " Prasangka seperti itu kurang bijak karena tidak ada satu orang ulama pun yang dengan sengaja mencari-cari hadist dhoif untuk diamalkan, tetapi hadist itu telah beredar dan diamalkan , dan kemudian hari baru diketahui bahwa hadist itu dhoif , tetapi karena hanya bersifat amaliyah ada ulama yang membolehkan , itulah yang dimaksud dengan membolehkan bukan mencari-cari kemudian melegalkan, itu hanya prasangka sebagian saudara kita" kata Ustadz tersebut.
 
Selesai pengajian teman berucap " Ciri khas manusia ....kadang disalahkan , kadang menyalahkan, kadang dinilai buruk tetapi lebih sering menilai buruk orang lain, kadang merasa salah tetapi lebih sering merasa benar, pengen dipercaya tapi susah mempercayai orang lain". yah itulah kelebihan manusia dibanding mahluk Allah yang lain.