Senin, 20 April 2009

Cerita Mengenai Cita-cita

Walaupun sejarah telah berganti dan mencatat mimpi-mimpi yang menjadi kenyataan atau harapan-harapan yang kandas ditelan zaman namun kemilau bintang dilangit tetap meneguhkan hati setiap orang tua agar cita-cita anaknya menggantung disana. Harapan orang tua kita telah seperti urat nadi yang memperkokoh  kaki dan tangan kita untuk melangkah kedepan karena kaki memang tidak diciptakan hanya untuk berdiri tetapi berlari berusaha merealisasikan mimpi  dan mimpi itu  akan kita wariskan kepada anak cucu kita kelak.  
 
Kisah berbagai peradaban telah mengaburkan mimipi-mimpi  para orang tua , karena kemilau bintang tadi banyak yang telah merusak mata dan menyengat kulit mereka. Bintang pujaan hati yang telah mereka sekolahkan setinggi langit telah berubah menjadi politisi tangguh yang semakin memporak porandakan perekonomian mereka, bintang pujaan mereka yang telah berubah menjadi pengusaha telah merampas tanah-tanah pertanian mereka. Para bintang tadi telah memarginalkan posisi mereka, posisi yang semestinya dibela-mati-matian oleh anak cucu mereka.
 
Sebagai orang tua kita telah disadarkan bahwa ternyata kemilau bintang yang dahulu mati-matian kita kejar dan sekarang kita wariskan kepada anak-anak kita tidak lain hanyalah kemilau materi dan cerita status semata yang oleh Al Qur'an di sebut sebagai perhiasan dunia. Jika setiap mata pelajaran guru bertanya " cita-citanya mau jadi apa " mungkin jawaban " mau menjadi orang yang sholeh atau mau jadi orang yang bertaqwa" hanya ada pada pelajaran agama , sedangkan mata pelajaran lain tentu saja jawabnya bervariasi seperti jadi insinyur, jadi dokter, jadi karyawan, jadi pengusaha. Porsinya memang seperti itu, kalaupun mau di idealkan maka kata-katanya menjadi insinyur yang bertaqwa, dokter yang bertaqwa dan seterusnya, artinya apa tetap saja dunia dahulu dan itu memang kenyataan.
 
Lalu apakah itu berarti , anak kita berhenti untuk bercita-cita, tentu saja tidak tetapi sebaiknya kita mewarnai cita-cita anak kita dengan tuntunan ahlak dan niat bahwa apapun yang mereka cita-citakan dan yang akan mereka peroleh nanti harus didasari ikhlas karena Allah seperti doa yang sering kita panjatkan di permulaan sholat " Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah semata". Apakah mudah diterapkan ? tidak jika tidak dimulai secara perlahan dan konsisten atau istiqomah.
 
Renungan Pendek, Jakarta 20/04/09