Malam itu terlalu sunyi untuk sendiri, mata mulai sayu menahan kantuk tetapi hati tetap gundah untuk memejamkan mata. Jam sebelas malam telah terlewati, pembacaan doa mulai terhenti karena kepenatan terus menghampiri. Malam jum'at bagi sebagian orang di keramatkan untuk mengadakan ritual tertentu apa lagi berstempelkan kata "kliwon" padahal tanpa kata tersebut malam ini tetap bersejarah bagiku.
Jam sebelas telah melewati angka tigapuluh menit, telepon berdering. Di ujung telepon ayah mulai terbata-bata berbicara, mengajakku untuk datang menyambanginya yang seperti dalam keadaan luka. Tidak seperti biasanya malm itu tidak ada lintasan-lintasan prasangka selain bergegas pergi menghampirinya.
Kurang dari satu jam tepatnya jam dua belas lebih empat puluh menit kendaraan roda dua itu aku pakir didepan rumah orang tuaku. Terdengar suara tangisan dari adiku meemecah kesunyian malam. Tubuh layu terbujur kaku dalam kedamaian sejati tidak bergeming dengan tampias airmata anaknya yang berhamburan menumpahkan seluruh seluruh rasa di dada. Ayah bersandar di pojokan bangku tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Ibuku telah dipanggil Sang maha memiliki setelah diamanahkan kanker dikepalanya selama dua tahun. Usaha tetaplah usaha dan kehendak yang maha kuasa tetaplah sebuah kehendak yang tidak bisa di tawar dalam sebuah transaksi karena episode kehidupan berikutnya telah menanti. Semoga Allah menerima segala amal ibadahmu ibu, tunggulah , setiap saat doa anakmu akan selalu menemanimu dalam munajat panjang kepada Sang penentu.