Jumat, 14 November 2008

Jika Agama jadi Santapan Logika

Jika ada orang yang paling pandai bicara dilingkungan kelas pada waktu sekolah dulu maka Penni lah orang nya, dia mampu menyitir ayat-ayat suci dengan gaya pilosofis, " Apalah arti sebuah nama" katanya dengan gaya Taufik Ismail membacakan puisi " Nama Sukarno terkenal setelah ada yang menjadi presiden, siapa itu Ali RA, namanya dikenal setelah si empunya nama mengukirnya di pentas kejayaan Islam, Ibrahim tidak akan pernah dikenal dan di jadikan nama oleh banyak orang jika Nabi Allah itu tidak diberi nama seperti itu, begitu juga dengan Muhammad SAW, bukan nama yang membuat seseorang menjadi terkenal tetapi tindakan seseorang yang menjadikan namanya bermakna" katanya dengan antusias, ketika dia berargumen membela namanya yang sering di plesetkan teman-temannya sehingga berkonotasi alat kelamin laki-laki.
 
Berbicara mengenai topik-topik kegamaan selalu menjadi menu utama kami saat itu, Fahmi adalah seorang yang paling sering bicara mengenai taqdir Allah, sehingga apapun yang dia lakukan di klaim sebagai bagian dari taqdir Allah termasuk kebodohannya yang selalu mendapat nilai lima untuk pelajaran bahasa Inggris, dalihnya adalah " Jika sehelain daun jatuh saja sudah tercatat di lawuh mahfuz apalagi nilai bahasa kafir ini " jelasnya sok jadi ustadz.
 
Agama sering jadi santapan logika kata-kata kala itu mirip dengan debat politikus kelas tinggi atau warna-warni kutipan dalil di milis -milis terkenal. Seperti plintiran logika herman yang sering ngotak-ataik rumus fisika dan biologi dalam menjawab pertanyaan Fahmi " dimanakah Allah itu " , dengan spontan dijawab oleh ugeng dengan kutipan surat Al Baqarah ayat 115 " Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. " dengan rada sok nguji Fahmi menimpali " bukan nya di langit ?, di Al Qur'an di terangkan bahwa malaikat sering naik kelangit menyampaikan berita di surat As Sajdah ayat 5 "Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu "
 
"sudah-sudah kalian ini nampaknya pintar tapi bodoh, percuma kalian belajar ilmu biologi dan astronomi kalo cuma baca teks kayak gitu kalian tidak lebih baik dari balita di pos yandu " ejek herman " logikanya gini man , anda semua kan tahu kalo kalo bakteri di tubuh kita berjumlah jutaan, contohnya kau sajalah fahmi, di badan kau itu ada beribu bahkan berjuta sel yang mengandung bakteri baik di otak kau yang bebal itu , di jantung kau yang deg-degan kalo ngeliat cewek, di hati kau yang suka di bolak-balik sama Allah kayak pesawat apollo , di usus dan sebagainyalah, nah kalo di langit kita sebut konstalasi bintang kalo di badan kau itu kita beri nama saja konstalasi organ, ngerti kalian sampai disini ?" terang herman sok professor belagak tengil, gak ada yang jawab , malas dengarin cuma penasaran kalo ditinggalin
 
" Di konstalasi organ kau itu fahmi ada namanya planet hati, jantung dan sebagainya, didalam jantung kau itu ada beribu bahkan jutaan bakteri, nah salah satu bakteri itu bertanya di mana si Fahmi berada, temannya menjawab di langit atau diatas ada juga yang menjawab di mana-mana , lalu yang mana yang benar menurut kau si empunya organ ?" tanya Herman mengahiri  bualannya
 
Celotehan terus saja berlanjut tanpa arah, menerobos adab kesopanan berfikir , mempermalukan Albert Einstain selaku pemikir ulung bahkan tidak layak di bilang ummat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam karena wasiat beliau ( Al Qur'an dan Hadist ) lebih banyak di ceritakan daripada di laksanakan.