Kita sering mendengar kata "akal pikiran " ketika kita terbentur dengan suatu masalah yang berhubungan dengan logika, akan tetapi dalam islam akal dan pikiran merupakan substansi yang berbeda. Kata akal sering disebutkan dalam al Qur'an ketika Allah SWT berbicara mengenai kebenaran, baik itu kebenaran dalam bersikap maupun kebenaran dalam penciptaan (alam semesta ). Kata akal lebih tepat disandingkan dengan kata nurani , karena nurani lah yang lebih sering dihadapkan pada pilihan baik , buruk, benar , salah, meragukan atau meyakinkan, dan hasil dari pilihan inilah yang sering disinggung oleh Allah SWT dengan kata "kaum yang berakal atau yang mau menggunakan akalnya " , perhatikan ayat-ayat berikut
Al Maidah ayat 58 "Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal"
Asy Syuraa ayat 28. " Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal."
Az Zumar ayat 18. "yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal"
Kata "mempergunakan akal " atau " mempunyai akal " tidak harus langsung dihadapkan dengan serangkaian logika yang mengharuskan kita berfikir akan tetapi kita diajak merenungkan dengan hati nurani yang merupakan fitrah yang dimiliki oleh manusia semenjak dia lahir, sehingga bisa disimpulkan sebodoh apapun dia ketika dia menggunakan nurani maka dia akan bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah dan seterusnya dan seterusnya. Didalam ilmu psikologi , nurani dikenal dengan istilah EQ (Emotional Quotient) dan tidaklah benar jika dikatakan bahwa orang yang berakal adalah orang yang cerdas,pintar atau jenius.
Untuk menunjang fungsi akal Allah SWT memberikan kita fikiran ketika kita berhadapan dengan logika dan angka-angka dalam menganalisa seperti ketika kita membaca ayat-ayat mutasyabihat yang masih memerlukan penalaran lebih dalam dan eksplorasi ayat-perayat dan ayat dengan alam semesta (sunnatullah) seperti yang terdapat dalam surat Ar Rahman ayat 37. "Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilapan) minyak."
Perumpamaan yang paparkan dalam Al Quran tersebut akan menjadi sekedar perumpamaan jika tidak di telaah lebih lanjut. Namun setelah sekian abad berlalu di temukan melalui teleskop huble bahwa di luar angkasa telah terjadi ledakan galaksi beberapa juta tahun cahaya yang memancarkan kilauan cahaya nebula yang mirip dengan bunga mawar merah yang mengkilap. Keberadaan fikiran ini didalam psikologi dikenal dengan istilah IQ (Intelegent Quotient).
Rangkaian kejadian yang melibatkan akal dan pikiran tidak serta merta menumbuhkan sebuah kesadaran. Karena kesadaran memiliki dimensi tersendiri yang dalam bahasa sehari-hari kita kenal dengan istilah "ngeh". Sewaktu seseorang dipanggil sholat maka nuraninya mengiyakan artinya akalnya setuju, kemudian pikirannya berusaha memunculkan kembali ayat-ayat yang tersimpan didalam memori lalu terjadilah sebuah gerakan dan bacaan yang teraturdan ketika setelah selesai sholat ditanyakan apakah tadi "nyambung" sama yang diatas ? maka akan muncul keraguan untuk mengatakan iya, nah itulah yang kita sebut dengan belum 'ngeh' atau kesadaran kita belum utuh. Kesadaran akan zat penguasa alam semesta (power beyond universe) diistilahkan SQ (Spiritual Quotient) oleh ilmu psikologi. Sinergi Intelegensi, emosi dan spiritual di dalam alquran diahiri dengan Yakkiluun (yang berfikir) , Yatafakkaruun (yang merenung) , Yazakkaruun (yang mengingat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar