Banyak sudah hari kita lewati tanpa penuh arti
apakah manfaat kemaren bagi hari ini
bukankah hari esok juga kemaren bagi esok lusa
kita seperti terjebak oleh waktu
Pernahkah kita menyadari bahwa apa yang kita ketahui tidak semuanya kita mengerti dan apa yang telah kita mengerti tidak semua di pahami dan apa yang telah kita pahami tidak semua di yakini. dan terkadang apa yang telah kita yakini pun tidak semua kita ketahui.
Kita mengetahui adanya penciptaan alam semesta tetapi kita tidak mengerti maksud dari penciptaan keseluruhanya. Ketika kita membaca terjemahan Al Qur'an kita mengerti artinya tetapi tidak paham makna yang terkandung di dalamnya sehingga bacaan tersebut kurang membekas pada keseharian kita. Kita memahami bahwa qada dan qadar ada di tangan Allah dan semua yang terjadi di muka bumi telah sesuai dengan ketetapan Allah tetapi kita kurang meyakininya , hal ini terbukti dimana ketika Allah memberikan cobaan kepada kita, kita seperti tidak bisa menerima dan terkadang sering berputus asa. Disisi lain kita meyakini keberadaan Allah tetapi tidak tahu dimana Dia berada.
Proses mengetahui, mengerti , memahami dan meyakini adalah sebuah alur proses menelaah sebuah informasi dari luar dan di olah didalam diri melalui sebuah rasio dan penalaran (akal), tetapi terkadang kita sering memisahkan ke 4 proses tersebut satu persatu tanpa pernah mau menyatukan nya mejadi satu keutuhan ilmu sehingga ilmu yang kita peroleh tidak banyak memberikan manfaat kepada batin atau ruhani kita apalagi sampai bisa mencerahkan hati orang lain , mungkin sangat sulit dilakukan.
Mungkin saja pelaksanaan ibadah yang sering kita lakukan sehari-hari hanya sampai pada satu proses saja yaitu mengetahui. maka terjadilah sebuah kegersangan ibadah yang menjadikannya sebuah metafora surga dan neraka atau pahala dan dosa , tidak lebih. Pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri apakah kualitas ibadah kita ada peningkatan dari tahun ke tahun ? bukan lagi berkutat pada masalah sholat atau tidak sholat, puasa atau tidak puasa, sedekah atau tidak sedekah, ngaji atau tidak ngaji (menuntut ilmu) , tetapi lebih dalam lagi mulai menyentuh pada hakikat sholat, puasa, sedekah, menuntut ilmu dan lain-lain ?
Bagaimanakah sebenarnya cara kita memasuki setiap proses pengolahan informasi sehingga menimbulkan keyakian yang dalamdan mampu merubah cara pandang kita menjadi lebih baik ? Indera mata dan telinga kita hanya mampu memberikan pengetahuan dan pengertian yang bersifat deskriptif atau gambaran umum dan ketika kita hendak beranjak pada sebuah pemahaman kita di hadang oleh rasio dan penalaran mengenai informasi yang masuk. Proses ini melibatkan logika dan analisa , Hasil dari analisa inilah yang menyajikan kesimpulan yang berujung pada timbulnya keyakinan.
Sebagai contoh ketika kita duduk iftirasy (duduk diantara dua sujud) kita tahu kita membaca doa dan anggaplah kita mengerti artinya (bagi yang belum alangkah lebih baik di hafalkan) tapi apakah kita paham maksudnya ? Jika kita paham tidak mungkin kita tergesa-gesa dalam membaca doa tersebut "rabbir firli,, warhamni, waz.....dst " tanpa ada jeda . jadi sangat wajarlah Allah SWT tidak mengabulkan doa kita tersebut karena kita membaca dengan asal-asalan hanya menganggap bacaan laksana mantera tersebut sebagai bagian dari sholat tidak lebih. Kita tidak seperti orang yang sedang meminta dengan nada penuh harap ......"ya Allah ampunilah aku.....kasihanilah aku.....sayangilah aku....dst " tetapi datar alakadarnya seperti ada anggapan "dikabulkan ya syukur gak dikabulkan ya ngga apa-apa ".......benarkah seperti itu ? atau memang kita harus mengakui kalau selama ini kita belum paham maknanya.
Telah lama kita termakan doktrin-doktrin agama yang tidak bersifat membangun kesadaran diri melainkan hanya terfokus pada masalah ritual dengan beragam bacannya . Sehingga setiap ibadah kita tidak jauh dari sekedar perhitungan baik itu pembalasan siksa maupun pemberian syurga. Sebenarnya jika kita rombak pemahaman kita tidak ada yang salah dari doktrin yang terpatri di ingatan kita, yang kurang benar adalah cara kita menyikapinya atau menerapkannya. Sebagai contoh membaca Al-Qur'an adalah berpahala kemudian otak kita tidak memproses lebih lanjut dan berhenti sampai disitu dan jadilah kita disibukan dengan bacaan teks-teks belaka tanpa mau tau maknanya. Mari kita buat pertanyaan sederhana sudah berapa kali kita meng-khatamkan Al Qur'an seumur hidup kita ? mungkin ada yang sudah 100 kali, 50 kali atau 10 kali.....kemudian pertanyaan di lanjutkan sudah berapa kali kita meng-khatamkan terjemahan Al Qur'an (pertanyaan ini tidak berlaku bagi yang sudah bisa bahasa Arab/ bahasa Al Qur'an) jika jawabnya belum bukankah itu ironis sekali , kita membaca sesuatu yang kita tidak pernah tau artinya dan berharap Allah SWT melimpahkan rahmatnya berupa pahala (agama lain bisa tepuk tangan melihat tingkah kita karena mereka telah berhasil mengeksplorasi makna Al Qur'an sampai keplanet mars ).
Ilmu pengetahuan membuat kita menjadi mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak tahu, ketika ilmu tersebut masuk kita kemudian mencerna melalui serangkaian logika agar kita bisa mengerti dan setelah mengerti kita kemudian melakukan analisa agar kita paham metode yang di gunakan dalam kaidah ilmu tersebut, dan setelah memahami kita kemudian mencoba menerapkannya dan melaksanakannya dengan penuh keyakinan, sempurnalah ke 4 proses tersebut pada diri kita dan hal ini bisa di terpkan pada disiplin ilmu apapun termasuk ilmu agama.
apakah manfaat kemaren bagi hari ini
bukankah hari esok juga kemaren bagi esok lusa
kita seperti terjebak oleh waktu
Pernahkah kita menyadari bahwa apa yang kita ketahui tidak semuanya kita mengerti dan apa yang telah kita mengerti tidak semua di pahami dan apa yang telah kita pahami tidak semua di yakini. dan terkadang apa yang telah kita yakini pun tidak semua kita ketahui.
Kita mengetahui adanya penciptaan alam semesta tetapi kita tidak mengerti maksud dari penciptaan keseluruhanya. Ketika kita membaca terjemahan Al Qur'an kita mengerti artinya tetapi tidak paham makna yang terkandung di dalamnya sehingga bacaan tersebut kurang membekas pada keseharian kita. Kita memahami bahwa qada dan qadar ada di tangan Allah dan semua yang terjadi di muka bumi telah sesuai dengan ketetapan Allah tetapi kita kurang meyakininya , hal ini terbukti dimana ketika Allah memberikan cobaan kepada kita, kita seperti tidak bisa menerima dan terkadang sering berputus asa. Disisi lain kita meyakini keberadaan Allah tetapi tidak tahu dimana Dia berada.
Proses mengetahui, mengerti , memahami dan meyakini adalah sebuah alur proses menelaah sebuah informasi dari luar dan di olah didalam diri melalui sebuah rasio dan penalaran (akal), tetapi terkadang kita sering memisahkan ke 4 proses tersebut satu persatu tanpa pernah mau menyatukan nya mejadi satu keutuhan ilmu sehingga ilmu yang kita peroleh tidak banyak memberikan manfaat kepada batin atau ruhani kita apalagi sampai bisa mencerahkan hati orang lain , mungkin sangat sulit dilakukan.
Mungkin saja pelaksanaan ibadah yang sering kita lakukan sehari-hari hanya sampai pada satu proses saja yaitu mengetahui. maka terjadilah sebuah kegersangan ibadah yang menjadikannya sebuah metafora surga dan neraka atau pahala dan dosa , tidak lebih. Pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri apakah kualitas ibadah kita ada peningkatan dari tahun ke tahun ? bukan lagi berkutat pada masalah sholat atau tidak sholat, puasa atau tidak puasa, sedekah atau tidak sedekah, ngaji atau tidak ngaji (menuntut ilmu) , tetapi lebih dalam lagi mulai menyentuh pada hakikat sholat, puasa, sedekah, menuntut ilmu dan lain-lain ?
Bagaimanakah sebenarnya cara kita memasuki setiap proses pengolahan informasi sehingga menimbulkan keyakian yang dalamdan mampu merubah cara pandang kita menjadi lebih baik ? Indera mata dan telinga kita hanya mampu memberikan pengetahuan dan pengertian yang bersifat deskriptif atau gambaran umum dan ketika kita hendak beranjak pada sebuah pemahaman kita di hadang oleh rasio dan penalaran mengenai informasi yang masuk. Proses ini melibatkan logika dan analisa , Hasil dari analisa inilah yang menyajikan kesimpulan yang berujung pada timbulnya keyakinan.
Sebagai contoh ketika kita duduk iftirasy (duduk diantara dua sujud) kita tahu kita membaca doa dan anggaplah kita mengerti artinya (bagi yang belum alangkah lebih baik di hafalkan) tapi apakah kita paham maksudnya ? Jika kita paham tidak mungkin kita tergesa-gesa dalam membaca doa tersebut "rabbir firli,, warhamni, waz.....dst " tanpa ada jeda . jadi sangat wajarlah Allah SWT tidak mengabulkan doa kita tersebut karena kita membaca dengan asal-asalan hanya menganggap bacaan laksana mantera tersebut sebagai bagian dari sholat tidak lebih. Kita tidak seperti orang yang sedang meminta dengan nada penuh harap ......"ya Allah ampunilah aku.....kasihanilah aku.....sayangilah aku....dst " tetapi datar alakadarnya seperti ada anggapan "dikabulkan ya syukur gak dikabulkan ya ngga apa-apa ".......benarkah seperti itu ? atau memang kita harus mengakui kalau selama ini kita belum paham maknanya.
Telah lama kita termakan doktrin-doktrin agama yang tidak bersifat membangun kesadaran diri melainkan hanya terfokus pada masalah ritual dengan beragam bacannya . Sehingga setiap ibadah kita tidak jauh dari sekedar perhitungan baik itu pembalasan siksa maupun pemberian syurga. Sebenarnya jika kita rombak pemahaman kita tidak ada yang salah dari doktrin yang terpatri di ingatan kita, yang kurang benar adalah cara kita menyikapinya atau menerapkannya. Sebagai contoh membaca Al-Qur'an adalah berpahala kemudian otak kita tidak memproses lebih lanjut dan berhenti sampai disitu dan jadilah kita disibukan dengan bacaan teks-teks belaka tanpa mau tau maknanya. Mari kita buat pertanyaan sederhana sudah berapa kali kita meng-khatamkan Al Qur'an seumur hidup kita ? mungkin ada yang sudah 100 kali, 50 kali atau 10 kali.....kemudian pertanyaan di lanjutkan sudah berapa kali kita meng-khatamkan terjemahan Al Qur'an (pertanyaan ini tidak berlaku bagi yang sudah bisa bahasa Arab/ bahasa Al Qur'an) jika jawabnya belum bukankah itu ironis sekali , kita membaca sesuatu yang kita tidak pernah tau artinya dan berharap Allah SWT melimpahkan rahmatnya berupa pahala (agama lain bisa tepuk tangan melihat tingkah kita karena mereka telah berhasil mengeksplorasi makna Al Qur'an sampai keplanet mars ).
Ilmu pengetahuan membuat kita menjadi mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak tahu, ketika ilmu tersebut masuk kita kemudian mencerna melalui serangkaian logika agar kita bisa mengerti dan setelah mengerti kita kemudian melakukan analisa agar kita paham metode yang di gunakan dalam kaidah ilmu tersebut, dan setelah memahami kita kemudian mencoba menerapkannya dan melaksanakannya dengan penuh keyakinan, sempurnalah ke 4 proses tersebut pada diri kita dan hal ini bisa di terpkan pada disiplin ilmu apapun termasuk ilmu agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar