Tempat beribadah pada hari-hari tertentu memang penuh dengan jama'ahnya, dan dalam hal ini masjid memang menduduki peringkat nomor satu masalah kuantitas jama'ah dan frekwensi kedatangan dibanding tempat ibadah yang lain. Tapi pernahkah kita memperhatikan atau paling tidak menyadari diri kita sendiri sewaktu disana bahwa kehadiran kita membawa frekwensi gelombang otak dan hati yang berbeda-beda. Terkadang kita datang dalam keadaan bahagia, tetapi dilain hari kita datang dalam keadaan gundah atau bisa juga datang dalam keadaan tergesa-gesa. Dari suasana-suasana tersebut maka kita akan menghasilkan tingkat kekhusyu'an yang berbeda-beda.
Jika otak di ciptakan untuk berfikir maka hati diciptakan untuk merasa. Pada berbagai tempat dan suasana keterlibatan kedua organ ini memang mendominasi aktifitas kita sehari-hari. Bahkan jika kita mau sedikit mundur kebelakang dan menganalisa maka kita akan mengetahui bahwa isi dari doa kita sebagian adalah efek dari kerja kedua organ tersebut. Ketika otak kita bekerja membuat suatu rencana maka ada doa dan harapan agar rencana tersebut menjadi nyata. Ketika hati kita sedang resah karena masalah yang menghimpit maka doa segera menyeruak dari hati dan lidah kita agar masalah kita bisa teratasi dengan baik.
Masjid adalah tempat bertemunya para kepala dengan berbagai masalah didalamnya. Apakah yang kita lakukan disana adalah proses penghambaan atau proses pemaksaan agar Allah mau mengerti isi kepala dan doa kita. Apakah pernyataan bahwa hidup dan mati kita untuk Allah atau Allah untuk hidup dan mati kita. Tentu saja keduanya dibedakan oleh kepentingan. Kepentingan juga merupakan hasil kerja otak dan hati, sehingga tidak jarang kita temui bahwa agama dijadikan alat untuk kepentingan-kepentigan tertentu.
Renungan Pendek, Jakarta 13/04/2009