Kepolosan seorang anak terkadang justru membuat pikiran orang dewasa semakin ruwet, seperti pertanyaan "bu gimana sich caranya buat dede baru, yara mo buat juga nih" kata anak saya kepada ibu nya beberapa waktu yang lalu. Hal serupa juga terjadi di salah satu TPA ( Taman Pendidikan Al Qur'an) yang salah satu gurunya teman adik saya. Dia bercerita mengenai pertanyaan salah satu muridnya tentang sifat Allah yang maha pengampun. " Bu , apakah kalo kita salah trus Allah akan maafin kita ?" kata seorang anak, sambil tersenyum Ibu guru itupun menjawab " tenatu saja nak karena Allah Subhanahu wa ta'ala adalah maha pengampun sebesar apapun dosa kita"
"Bu iblis menggoda nabi Adam ya bu, jadinya nabi adam dikeluarin deh dari syurga", "betul nak tapi nabi Adam segera minta ampun kepada Allah dan Allah pun mengampuni segala kesalahan nabi Adam" kata ibu guru tersebut, berharap para anak didiknya terbiasa meminta maaf " trus bu, apakah kalo Iblis meminta maaf Allah juga akan memaafkannya ?" Ibu guru terdiam sejenak karena jawaban "ya" atau "tidak" akan membutuhkan penjelasan yang sangat panjang dan memerlukan kehati-hatian dan bisa jadi bagi sebagian orang hal ini sesuatu yang membingungkan jika tidak mau dikatakan tidak tahu.
Bagi manusia apapun bisa di ukur dengan logika pada kadar yang setara nilainya, seperti binatang di bandingkan dengan binatang lain atau manusia dengan manusia lain dan tidak adil jika kita membandingkan manusia dengan binatang karena sebanyak apapun persamaannya, perbedaannya jauh lebih banyak lagi. Kita juga tidak bisa membandingkan robot buatan manusia dengan si pembuatnya dan hal ini juga berlaku pada sang Pencipta dan mahlukNya.
Ketika Nabi Ibrahim di perintahkan untuk menyembelih anaknya yang masih belia yang bernama Ismail , maka tidak ada terlontar kata "mengapa" karena apapun jawabannya kadar pemikiran kita tidak bisa dibandingkan dengan Sang Pencipta akal tersebut
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS 37:102) setelah itu kita pun mengetahui hasilnya
Selama ini pikiran kita jebak dalam sistem kausalitas (sebab akibat), apakah sama antara kita melempar batu dan akibatnya batu menjadi terlepar jauh dengan kita memukul orang dan akibatnya orang pasti akan memukul kita , belum tentu walau secara sistem tampak sama karena dua orang yang mempunyai sifat berkehendak belum tentu mempunyai muatan emosi yang sama. Namun demikian manusia tetap di anjurkan berbuat kebaikan karena kebaikan itu akan kembali kepada manusia itu sendiri baik dari yang di beri mapun dari tempat lain yang di kehendaki allah. "Inna Akhsantum akhsantum li anfusikum" (QS 17:7)