Setelah selesai mengkaji kitab ihya ulumuddin, sang kiyai bertanya kepada muridnya " Apakah sekarang kalian telah mengetahui apa penyebab kotornya hati ?" , "sudah guru" jawab sang murid serentak, "setelah membaca kitab tadi sudahkah kalian mengetahui kiat-kiat membersihkan hati ?" , "sudah guru" kembali murid-murid menjawab dengan serempak, " lalu apakah kalian sudah bisa membersihkan hati kalian ?" para murid terdiam seketika, tidak ada yang berani menjawab, sang kiyai hanya tersenyum, sambil melontarkan pertanyaan baru "siapakah yang menggoda kita sehingga berbuat keburukan ?" , " syaitan guru " jawab para murid " siapkah syaitan itu " tanya sang kiyai meneruskan " balatentara iblis yang bertugas menggoda manusia" jawab salah seorang murid " lalu jika manusia di goda oleh iblis untuk berbuat keburukan , siapakah yang menggoda iblis agar tidak mau tunduk kepada adam " para murid kembali terdiam.
Kilasan cerita diatas menunjukan bahwa kita seringkali termakan oleh pakem-pakem istilah yang diciptakan untuk mempermudah sebuah teori yang pada akhirnya justru membuatkan kita melenceng dari paham yang sebenarnya (the real path). Keindahan literatur Al Quran yang begitu tinggi terkadang dimaknai dengan cara sempit sehingga terjadi pergeseran makna, seperti makna syaitan di Indonesia berubah jadi bermacam-macam seperti kuntilanak, gederuwo, pocong dan sebagainya yang tidak lagi bersifat merongrong hati, tetapi juga menjadi menakut-nakuti yang bersifat fisik. Sebagian ulama menafsirkan syaitan hanyalah sebagai sifat buruk pada manusia dan jin yang di bendakan menjadi sebuah nama, seperti jahat adalah kata sifat dan kata kejahatan adalah kata bendanya, sehingga bisa disimpulkan bahwa segala sifat buruk, baik yang dimiliki manusia maupun jin dipanggil oleh Allah dengan istilah syaitan bahkan saking melekatnya sifat ini pada manusia atau jin maka simanusia dan jin tersebut bisa dipanggil dengan istilah syaitan juga seperti tergambar dalam surat Al An'am ayat 112 "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan"
sehingga jika ada pertanyaan siapakah yang menggoda iblis sehingga tidak mau tunduk pada nabi Adam anda bisa tersenyum dalam memahami tanpa perlu menjawabnya.
Sebuah pelaksanaan atau sebuah aturan jelas memerlukan teori sebagai petunjuk (guidance), akan tetapi banyak diantara kita justru menghabiskan waktu mempelajari petunjuk atau bahkan sering berdebat mengenai siapa yang paling bisa menganalisa atau menghafal petunjuk tersebut dan anehnya ketika pelaksanaan dilapangan justru banyak terjadi ketidak sesuaian dengan petunjuk asal dan hal ini terjadi dalam berbagai bidang. Ternyata memang kita hanya cerdas dalam berteori, mungkin juga termasuk teori omong kosong yang baru saja saya paparkan.
Kilasan cerita diatas menunjukan bahwa kita seringkali termakan oleh pakem-pakem istilah yang diciptakan untuk mempermudah sebuah teori yang pada akhirnya justru membuatkan kita melenceng dari paham yang sebenarnya (the real path). Keindahan literatur Al Quran yang begitu tinggi terkadang dimaknai dengan cara sempit sehingga terjadi pergeseran makna, seperti makna syaitan di Indonesia berubah jadi bermacam-macam seperti kuntilanak, gederuwo, pocong dan sebagainya yang tidak lagi bersifat merongrong hati, tetapi juga menjadi menakut-nakuti yang bersifat fisik. Sebagian ulama menafsirkan syaitan hanyalah sebagai sifat buruk pada manusia dan jin yang di bendakan menjadi sebuah nama, seperti jahat adalah kata sifat dan kata kejahatan adalah kata bendanya, sehingga bisa disimpulkan bahwa segala sifat buruk, baik yang dimiliki manusia maupun jin dipanggil oleh Allah dengan istilah syaitan bahkan saking melekatnya sifat ini pada manusia atau jin maka simanusia dan jin tersebut bisa dipanggil dengan istilah syaitan juga seperti tergambar dalam surat Al An'am ayat 112 "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan"
sehingga jika ada pertanyaan siapakah yang menggoda iblis sehingga tidak mau tunduk pada nabi Adam anda bisa tersenyum dalam memahami tanpa perlu menjawabnya.
Sebuah pelaksanaan atau sebuah aturan jelas memerlukan teori sebagai petunjuk (guidance), akan tetapi banyak diantara kita justru menghabiskan waktu mempelajari petunjuk atau bahkan sering berdebat mengenai siapa yang paling bisa menganalisa atau menghafal petunjuk tersebut dan anehnya ketika pelaksanaan dilapangan justru banyak terjadi ketidak sesuaian dengan petunjuk asal dan hal ini terjadi dalam berbagai bidang. Ternyata memang kita hanya cerdas dalam berteori, mungkin juga termasuk teori omong kosong yang baru saja saya paparkan.