Konteks pahala dan dosa tercipta karena adanya sebuah nilai dan nilai tersebut merupakan cerminan dari sebuah perilaku. Perubahan sebuah perilaku dengan iming-iming imbalan sudah merupakan sesuatu yang dilumrahkan pada saat sekarang ini. Sebagai contoh ketika seorang anak disuruh oleh orang tuanya pastilah ada iming-iming imbalan baik berupa uang, makanan, mainan atau berupa ajakan ketempat rekreasi dsb. sehingga tidaklah mengeherankan jika Allah SWT juga melakukan hal tersebut terhadap kita melalui perilaku kita sendiri yang notabene nya justru untuk kita sendiri melalui konteks pahala.
Nilai pahala pada saat sekarang ini tidak lagi bersinggungan sepenuhnya dengan perilaku tetapi sudah bercampur dan menjelma menjadi sebuah materi dan bisa juga di transfer seperti halnya rekening di bank. Sebagai contoh yaitu tahlilan yang sering di gelar sewaktu ada orang yang meninggal dunia dengan harapan si pelaku tahlil bisa mentransfer pahala bagi si mayit , sah kah ? banyak perbedaan pendapat mengenai hal ini akan tetapi jika hal ini kita sandarkan kepada materi apakah transfer tersebut masih berlaku ? seperti mengundang para kiyai yang berbeda setiap hari selama sebulan penuh mendoakan simayit , berhubung simayit orang kaya didatangkanlah beberapa orang kiyai ternama untuk mentrasfer pahala melalui zdikir, tahlil , yasinan dan seterusnya dan seterusnya , pertanyaannya sah kah ? andalah yang menilai . Contoh lain adalah mengirim email mengenai sebuah anjuran atau ajakan atau bacaan yang jika dikirimkan kepada orang lain akan berpahala karena bersandarkan pada hadist nabi "Balagu Anni walau ayya" sampaikanlah walau hanya satu ayat. Jika kita berhasil memforward 10 email kepada 100 orang dalam sehari maka bisa di bayangkan 1000 pahala didapatkan dalam satu hari, jika pekerjaan ini dilakukan setiap hari maka bisa dibayangkan syurga penuh oleh orang-orang pengguna email. terlalu absurd bahkan bisa dibilang naif karena orang lebih senang menyampaikan dari pada melaksankan ....toh pahalanya hampir sama.
Nilai-nilai ahlaqiyah yang di wariskan oleh para nabi saat ini banyak yang sudah tergadai oleh nilai materi, banyaknya pembangunan masjid yang bertebaran di Jakarta sangat sulit untuk tidak dikatakan sebagai salah satu wadah perwujudan materi berupa pahala berlipat ganda, apakah itu salah ? tentu saja tidak, tetapi bukalah hati kita untuk bersikap jujur bahwa pada kenyataannya nilai-nilai ahlak tidak banyak beranjak dari tempatnya. Kita ambil suatu contoh logika lain dari perwujudan materi yang sia-sia, yaitu jemaah haji dari indonesia setiap tahun lebih dari 100 ribu orang dan jika kita mundur dari 10 tahun kebelakang berarti telah 1 juta orang indonesia menyentuh tanah suci, dan lihatlah kaitannya dengan perkembangan ahlaq di Indonesia 10 tahun belakangan ini, korupsi, kolusi, penipuan, pembunuhan semakin menggila, lalu dimanakah aplikasi dari keberkahan jamaah haji kita ini , bukankah 1 kebaikan mendatangkan 10 kemakmuran, 10 kesejahteraan dan lainnya lalu bagaimana dengan 1 juta kebaikan yang telah di peroleh ummat islam indonesia dari jamaah haji 10 tahun belakangan ini ?
Episode kehidupan terus berlalu, kebaikan dan keburukan mulai tersamar, kecerdikan dan kebodohan telah bias, hanya kepentingan yang terus membekas.
Nilai pahala pada saat sekarang ini tidak lagi bersinggungan sepenuhnya dengan perilaku tetapi sudah bercampur dan menjelma menjadi sebuah materi dan bisa juga di transfer seperti halnya rekening di bank. Sebagai contoh yaitu tahlilan yang sering di gelar sewaktu ada orang yang meninggal dunia dengan harapan si pelaku tahlil bisa mentransfer pahala bagi si mayit , sah kah ? banyak perbedaan pendapat mengenai hal ini akan tetapi jika hal ini kita sandarkan kepada materi apakah transfer tersebut masih berlaku ? seperti mengundang para kiyai yang berbeda setiap hari selama sebulan penuh mendoakan simayit , berhubung simayit orang kaya didatangkanlah beberapa orang kiyai ternama untuk mentrasfer pahala melalui zdikir, tahlil , yasinan dan seterusnya dan seterusnya , pertanyaannya sah kah ? andalah yang menilai . Contoh lain adalah mengirim email mengenai sebuah anjuran atau ajakan atau bacaan yang jika dikirimkan kepada orang lain akan berpahala karena bersandarkan pada hadist nabi "Balagu Anni walau ayya" sampaikanlah walau hanya satu ayat. Jika kita berhasil memforward 10 email kepada 100 orang dalam sehari maka bisa di bayangkan 1000 pahala didapatkan dalam satu hari, jika pekerjaan ini dilakukan setiap hari maka bisa dibayangkan syurga penuh oleh orang-orang pengguna email. terlalu absurd bahkan bisa dibilang naif karena orang lebih senang menyampaikan dari pada melaksankan ....toh pahalanya hampir sama.
Nilai-nilai ahlaqiyah yang di wariskan oleh para nabi saat ini banyak yang sudah tergadai oleh nilai materi, banyaknya pembangunan masjid yang bertebaran di Jakarta sangat sulit untuk tidak dikatakan sebagai salah satu wadah perwujudan materi berupa pahala berlipat ganda, apakah itu salah ? tentu saja tidak, tetapi bukalah hati kita untuk bersikap jujur bahwa pada kenyataannya nilai-nilai ahlak tidak banyak beranjak dari tempatnya. Kita ambil suatu contoh logika lain dari perwujudan materi yang sia-sia, yaitu jemaah haji dari indonesia setiap tahun lebih dari 100 ribu orang dan jika kita mundur dari 10 tahun kebelakang berarti telah 1 juta orang indonesia menyentuh tanah suci, dan lihatlah kaitannya dengan perkembangan ahlaq di Indonesia 10 tahun belakangan ini, korupsi, kolusi, penipuan, pembunuhan semakin menggila, lalu dimanakah aplikasi dari keberkahan jamaah haji kita ini , bukankah 1 kebaikan mendatangkan 10 kemakmuran, 10 kesejahteraan dan lainnya lalu bagaimana dengan 1 juta kebaikan yang telah di peroleh ummat islam indonesia dari jamaah haji 10 tahun belakangan ini ?
Episode kehidupan terus berlalu, kebaikan dan keburukan mulai tersamar, kecerdikan dan kebodohan telah bias, hanya kepentingan yang terus membekas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar