Rabu, 25 Maret 2009

Segelas Teh Yang Penuh

Sudah tiga pengajian kami kunjungi dalam minggu itu tetapi teman tersebut tetap mengerutkan dahinya seperti menyangkal atau seperti isyarat pertanda ketidak setujuan pada beberapa materi yang disampaikan. Praktis satu minggu itu teman tersebut tidak mendapatkan manfaat apa-apa selain berbagai keluhan bahkan sedikit celaan sehingga masa tugasnya selama seminggu di Jakarta yang di manfaatkan untuk memperluas pengalaman justru berakhir pada pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan.
 
Rutinitas memperdalam agama sepulang kerja memang hampir tiap hari dilakukan Eri di Yogjakarta. Seperti yang telah lama dimaklumi bahwa pemahaman Islam yang beredar di masyarakat memang penuh warna, ada yang menyikapi perbedaan dengan santai ada yang dengan emosi ada juga yang mengisolasi kelompoknya menjadi kelompok yang terkesan eksklusif ada yang berusaha menghilangkan perbedaan tersebut tetapi ada juga yang sengaja mendiamkan dengan pendapat "perbedaan adalah rahmat". Pengajian tempat Eri masuk dalam salah satu warna tersebut.
 
Sehari sebelum pulang ke Yogya Eri sempat bertukar pendapat dengan saya terhadap apa yang dipelajarinya dan apa yang di temuinya di masyarakat baik itu di Yogya tempatnya maupun di Jakarta, dan kesimpulannya semua terlihat salah dimatanya. Saya teringat kisah seorang pemuda yang ingin membandingkan beberapa oroma teh dengan hasil racikannya, tetapi dia selalu datang ke berbagai kedai dengan gelas penuh teh hasil racikannya sehingga teh yang hendak dicicipi pada gelas yang dibawanya selalu tumpah karena penuh, sehingga tidak satupun teh hasil racikan kedai lain bisa di rasakannya selain teh miliknya sendiri.
 
Kita tidak akan pernah bisa belajar apapun dari orang lain ketika kita mendatanginya dengan kepala penuh asumsi dan justifikasi, semua dibenturkan dengan apa yang kita pahami dan bukan berusaha memahami apa yang di pahami orang lain sehingga perpindahan ilmu tidak akan pernah terjadi. Teh yang kita racik baru bisa dikatakan enak jika kita juga telah meminum teh hasil racikan orang lain dan memahami bahan-bahan dasar serta cara-cara pengolahannya dan mengambil intisarinya sehingga aroma yang dihasilkan tampak lebih objectif.
 
 

Selasa, 24 Maret 2009

Ah..Dia Memang Selalu Lebih Baik

Cerita refleksi diri ini telah memiliki berberapa versi mulai dari versi sang kodok sampai dengan sang keledai yang berakhir pada maksud dan tujuan yang sama. Di ceritakan bahwa sang keledai sering sekali mengeluh melihat nasibnya yang selalu di bedakan dengan tetangganya seekor kuda jantan hitam. Ketika berbelanja maka pastilah barang belanjaan di letakkan di punggungnya sementara sang majikan mengendarai kuda jantan tersebut. Begitupula dalam masalah makanan, suplemen khusus selalu di berikan kepada kuda jantan disampaing makan utama tentunya  sementara si keledai hanya mendapat makanan alakadarnya yang menurut ukurannya sekedar penahan lapar.
 
Si keledai sering sekali bermimpi menjadi kuda, menyandang pelana dan berpacu dengan gagah perkasa, tetapi ketika terbangun dia kembali meratapi nasib yang tidak berkesudahan. Suatu ketika terdengar kabar bahwa negeri di landa perang dan seluruh warga di wajibkan untuk turut serta membela negara tidak terkecuali sang majikan. Setiap laki-laki sehat berkumpul untuk di berangkatkan ke medan perang dengan berbagai macam perbekalan di perjalanan. Si keledai tetap diikut sertakan dengan jatah tugas seperti biasa yaitu pembawa perbekalan dan si kuda jantan hitam menemani sang majikan mempertaruhkan nyawa demi bangsa.
 
Sesampainya dimedan laga si keledai di ikat di bawah pohon sedangkan seluruh rombongan berpacu menyambut kilatan pedang sang musuh, berbaur dalam deru anak panah dan teriakan kematian. Debu berterbangan menyelubungi para prajurit yang hampir menyamarkan antara kawan dan lawan. Setelah beberapa lama bertempur, tentara musuh berhasil di pukul  mundur dan  para prajurit berjaga di garis batas menunggu berbagai kemungkinan. Dari kejauhan sikeledai hanya bisa menyaksikan. Tetapi keledai tersebut tidak menemukan tuannya diantara para prajurit yang kembali ke pos peristirahatan. Kuda lain bercerita bahwa majikannya telah tewas di medan pertempuran beserta kudanya yang terkena anak panah.
 
Raut wajah syukur mulai diperlihatkan si keledai bahwa dia tercipta sebagai mahluk yang kurang membanggakan jika dibawa ketengah pertempuran sementara keperkasaan sang kuda ternyata berakhir pada kematian pikirnya. Apa yang di pikirkan si keledai atau apa yang di pikirkan sang kodok (bagi yang telah membaca versi sang kodok) atau mungkin apa yang  kita pikirkan sering terpaku pada apa yang ada didalam diri kita sendiri sementara sisi yang lain selalu terlihat lebih indah.
 
Sifat qona'ah memang mulai jarang dilekatkan karena di anggap melunturkan semangat untuk ikhtiar. Padahal sifat qona'ah justru membentuk ke ikhlasan dan kesabaran atas pemberian Allah kepada kita tanpa harus menghilangkan sifat istiqomah untuk berikhtiar karena hasil dari ikhtiarpun merupakan rahmat Allah yang kita tidak tahu kapan dan berapa banyak kita akan memperolehnya. Itulah hidup penuh dengan segala resiko yang mesti kita jalani suka atau tidak suka.
 
Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan Oprah Winfrey pembawa acara talk show terkenal dari Amerika bahwa resiko yang paling merugikan dalam hidup kita adalah bahwa kita terlalu banyak menghabiskan waktu untuk berusaha sekuat tenaga menghidari resiko tersebut.
 

Selasa, 17 Maret 2009

Terbiasnya Makna

Pernah suatu ketika seorang sahabat dari nasrani yang sekarang telah tiada  bertanya " apa sumber kebenaran yang bisa diakui oleh seluruh umat beragama" , secara umum maka saya jawab "hati nurani". Apapun agamanya pasti tidak suka dengan kekerasan, penipuan, penganiayaan dan sebagainya. Tatacara-tatacara menuju kebaikan dan tata-cara menghindari keburukanlah yang didefinisikan oleh agama, sehingga bisa kita temui orang yang tidak mau beragama karena beranggapan bahwa agama hanyalah sebuah dogma menuju suatu tujuan yaitu kebaikan, jika kita bisa sampai kesana tanpa harus beragama, lalu untuk apa ada agama.  
 
Sebagian orang menganggap bahwa orang tidak beragama berarti tidak mempercayai Tuhan, padahal pada kenyataanya tidak seperti itu. Pada masyarakat sekarang ini banyak kita temui orang yang mempersamakan semua agama karena menganggap bahwa agama adalah ciptaan manusia dengan mengatas namakan Tuhan. Seperti negara yang di bentuk oleh masyarakat untuk mengatur masyrakat itu sendiri kemudian setelah terbentuk, negara  menciptakan aturan-aturan untuk mengatur masyarakat berdasarkan kesepakatan bersama maka seperti itu pulalah agama di persepsikan.
 
Keyakinan melawan logika kekinian,  mungkin mendekati kondisi ummat yang terjadi saat ini namun disisi lain fanatisme sektarian juga masih banyak kita temui dalam komunitas bermasyarakat di perkotaan maupun di pedesaan yang di bentuk oleh ketokohan seseorang dengan mengandalkan beberapa hal seperti harta, ilmu maupun penampilan sehingga bisa ditarik sedikit kesimpulan pembalik bahwa yang sering terbawa arus yaitu orang yang kekurangan harta (miskin) , kekurangan ilmu (bodoh) maupun orang yang terbelakang (kurang bergaul).
 
Meningkatnya minat masyarakat terhadap dunia spritualitas jika di tinjau secara kuantitas maka tentu akan membawa dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat artinya mulai tumbuh kesadaran masyarakat mengenai Penciptanya. Tetapi secara kualitas terjadi pergeseran nilai dimana nilai tersebut didefinisikan dengan logika yang masuk akal untuk bisa menjadi sebuah wacana dan bukan untuk di aplikasikan sehingga pada akhirnya ahli agama jauh lebih banyak dari pada ahli ahlak, karena saat ini para penjahat telah banyak berlindung dibalik kopiah bermanterakan dalil-dalil sahih.
 
Saat ini orang mempunyai nurani tetapi tidak menguasai sebuah dalil seperti terpojok dibalik kemegahan kata-kata. Hati nurani telah menjadi barang yang langka. Makna hakiki dari kitab suci itu telah terkubur bersama matinya hati nurani yang selalu menyadari fitrahnya sebagai mahluk yang berTuhan....Alustu birrabbikum..........balaa syahidna
 

Senin, 16 Maret 2009

Malam Terakhir

Malam itu terlalu sunyi untuk sendiri, mata mulai sayu menahan kantuk tetapi hati tetap gundah untuk memejamkan mata. Jam sebelas malam telah terlewati, pembacaan doa mulai terhenti karena kepenatan terus menghampiri. Malam jum'at bagi sebagian orang di keramatkan untuk mengadakan ritual tertentu apa lagi berstempelkan kata "kliwon" padahal tanpa kata tersebut malam ini tetap bersejarah bagiku.
 
Jam sebelas telah melewati angka tigapuluh menit, telepon berdering. Di ujung telepon ayah mulai terbata-bata berbicara, mengajakku untuk datang menyambanginya yang seperti dalam keadaan luka. Tidak seperti biasanya malm itu tidak ada lintasan-lintasan prasangka selain bergegas pergi menghampirinya.
 
Kurang dari satu jam tepatnya jam dua belas lebih empat puluh menit kendaraan roda dua itu aku pakir didepan rumah orang tuaku. Terdengar suara tangisan dari adiku meemecah kesunyian malam. Tubuh layu terbujur kaku dalam kedamaian sejati tidak bergeming dengan tampias airmata anaknya yang berhamburan menumpahkan seluruh seluruh rasa di dada. Ayah bersandar di pojokan bangku tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
 
Ibuku telah dipanggil Sang maha memiliki setelah diamanahkan kanker dikepalanya selama dua tahun. Usaha tetaplah usaha dan kehendak yang maha kuasa tetaplah sebuah kehendak yang tidak bisa di tawar dalam sebuah transaksi karena episode kehidupan berikutnya telah menanti.  Semoga Allah menerima segala amal ibadahmu ibu, tunggulah , setiap saat doa anakmu akan selalu menemanimu dalam munajat panjang kepada Sang penentu.

Selasa, 10 Maret 2009

Permainan Bahasa

"Bintang kecil dilangit yang biru....amat banyak menghias angkasa...aku ingin......." anak saya  terus bernyanyi sendiri sambil menggendong bonekanya, saya baru pulang menunaikan sholat maghrib di masjid dekat rumah. Tiba-tiba dia keluar rumah dan memandang kelangit setelah itu dia masuk lagi dan berkata " yah langitnya kok warna hitam bukan biru ?"
 
Terkadang dalam keseharian, tanpa kita sadari kita termakan pakem budaya, kebiasaan istilah atau senandung-senandung yang konteksnya tidak sesuai dengan kenyataan atau bersifat majazi. Lalu secara tidak sengaja pula kita disadarkan oleh anak-anak kita yang justru dalam taraf belajar terhadap alam sekitarnya. Pencarian mereka terhadap terhadap kemungkinan-kemungkinan bisa juga mengajak kita untuk tersenyum seperti tebakan keponakan yang masih kelas dua SD kepada anak saya " ayo berat mana besi satu kilo sama kapas satu kilo " , anak saya yang belum mengerti jenis berat benda tentu saja menjawab dalam takaran rasa yaitu besi.
 
Logika bahasa memang selalu menjadi warna tersendiri dalam kehidupan kita . Didalam tafsiran ayat-ayat sucipun  kita sering terjebak didalam lingkaran logika ini dan menimbulkan banyak persepsi.  Kearifan kita memang sangat diperlukan dalam menjalankan apa yang kita pahami dan menghargai apa yang dipemahami oleh orang lain walaupun terkadang pemahaman kita bisa bersifat sangat situasional seperti cerita teman kepada kami sewaktu dia menonton valentino rosi dalam suatu balapan.
 
".......satu persatu lawannya berhasil di lewati. Ketika Valentino rosi berada pada posisi ke empat sedangkan jarak finish tinggal lima ratus meter dia melakukan manuver hingga melewati posisi ketiga dan kedua dan posisi tersebut tidak berubah sampai pertandingan selesai" kata teman tersebut menyelesaikan ceritanya " berarti valentino rossi menang dong " sahut teman yang lain, tentu saja tidak karena kalo ditelaah sedikit ini hanyalah permainan bahasa.
 

Kamis, 05 Maret 2009

Filosofi Pencarian

Setelah berpisah cukup lama, saya bertemu dengan teman sekolah tingkat pertama dulu yang sekarang bekerja pada salah satu instansi pemerintah. Dia dulu cukup aktif di osis bidang rohis dan sekarang sewaktu bertemu dengannya dia malah sering membahas masalah filsafat ketuhanan seperti proses pencarian yang tidak berkesudahan.
 
Ilmu filsafat sebenarnya sering dibahas di dalam kitab tauhid klasik , tetapi belakangan kitab-kitab tersebut kurang begitu memasyarakat sehingga yang muncul kepermukaan adalah ilmuan-ilmuan barat seperti plato, decrates dan lainnya. Sedangkan Filsafat dalam islam yang sering dijadikan bahan rujukan adalah perdebatan antara Imam Gozali dan Ibnu Rusyd. Terlepas dari itu semua ada satu pertanyaan usang yang sering saya pertanyakan kepada teman-teman saya yang dalam kajian islam mereka sering berkutat dengan logika-logika ketuhanan dan berbagai epistemologi lainnya dan jujur saya juga sering terbawa alur pemikiran mereka dan itu jelas terlihat dalam setiap artikel saya.
 
Pertanyaannya adalah apakah seluruh pencarian yang dibentuk oleh logika tersebut bisa menumbuhkan keimanan dan bisa menghasilkan ketaatan. Survey kecil terhadap komunitas ini yang mungkin untuk konsumsi pribadi justru mendapat hasil yang sebaliknya karena kebanyakan dari kaum filosof ini justru sering memberontak dan sangat menentang istilah sami'na wa ato'na. Selalu berusaha mencari tahu alasan dari segala sesuatu walaupun pada akhirnya setelah mereka  mengetahui berbagai alasannya tetapi tidak mengetahui mau dibawa kemana alasan-alasan tersebut , hanya sekedar mengetahui tidak lebih.
 
Dimasa lalu ilmu filsafat sangat dekat dengan ilmu tasawuf, jika ilmu filsafat mempertanyakan sebab akibat segala sesuatu maka ilmu tasawuf justru mencari dan mendekati penyebab segala sebab, sehingga secara tidak langsung kita bisa mengetahui bahwa seorang sufi juga seorang filsuf, Imam Gozali, Ibu Athailah, Imam Qusyairi, Ibnu Arabi adalah beberapa nama ahli tasawuf yang sangat mahir berfilsafat. Kedua ilmu tersebut justru menjadi pendorong ketaatan kepada Allah Suhanahu wa Ta'ala dan Rasulnya dengan tidak pernah lepas dengan Al Qur'an dan As Sunnah sebagai pedoman utama.
 
Ilmu untuk mempertanyakan sesuatu memang perlu diketahui, tetapi setelah mengetahui sesuatu justru tidak tahu mau kemana memang harus di pertanyakan sehingga tidak menjadi ilmu bersilat lidah.
 
 
 

Rabu, 04 Maret 2009

Zakat Profesi

Petugas masjid kembali mengitung jumlah zakat, infak dan sadaqah jamaah tapi makin lama semakin sedikit. Dana sebagain besar di habiskan untuk menyantuni anak yatim dan fakir miskin didaerah kami dan sebagian lagi untuk renovasi belakang masjid terutama tempat wudhuk wanita. Kebanyak memang hanya mengandalkan infak dan sadaqah sedangkan zakat lebih banyak disetorkan di ramadhan baik itu zakat fitrah maupun zakat mal, sedangkan zakat perniagaan, pertanian dan model zakat lainnya hampir tidak ada.
 
Zakat profesi sempat diangkat sebagai tambahan dana tetapi banyak kalangan yang menyangkal karena mereka berpatokan pada ketiadaan dalil pokok yang mengarah kesana disamping itu ada sebagian ulama yang membid'ahkannya karena diangap mengada-ada. Yusuf Al Qardawi salah satu ulama yang menganjurkan diadakannya zakat profesi menimbang ketimpangan-ketimpangan penghasilan pada masyarakat apalagi jika yang di kenakan zakat adalah harta bersih setelah di potong pengeluaran.
 
Apakah adil jika seseorang yang berpenghasilan seratus juta dengan pengeluaran sembilan puluh juta sehingga yang di kenakan zakat hanya sepuluh juta dengan orang yang berpenghasilan dua puluh juta dengan pengeluaran sepuluh juta. Ulama yang menentang zakat profesi mengatakan bahwa untuk mesalah besarnya pemasukan dan pengeluaran akan di pertanggung jawabkan kelak di akhirat dan alasan ini bagi sebagian yang lain sangat tidak logis karena Islam di turunkan dalam keseimbangan fiddunnya hasanah, wa filakhirati hasanah.
 
Terjebak dalam perselisihan pendapat mengenai boleh tidaknya pengenaan zakat profesi, petugas masjid menunda penerapannya dan konsekwensinya renovasi masjid terpaksa di undur sampai ada donatur atau infak dan sadaqah dari jamaah telah mencukupi. Memang ber amar ma'ruf nahi mungkar harus dilandasi ilmu, mungkin saja apa yang dianggap ma'ruf bagi orang biasa seperti kita bisa diartikan mungkar bagi para orang yang luar biasa, mungkin saja.
 

Selasa, 03 Maret 2009

Luka Yang Tetap Menganga

Walaupun sudah saling memaafkan dan tidak mempunyai perasaan dendam, namun Pak Mahjura tetap merasa sungkan atau suka menahan kata ketika bertemu dengan Pak Syakran. Kedua orang tua tersebut sebenarnya kakak beradik kandung namun karena kondisi ekonomi yang kurang mampu maka saudara dari ayahnya mengadopsi pak Syakran  dan adiknya Muhammad diadopsi oleh saudara dari ibunya sedangkan kakak perempuan dan adiknya yang paling bungsu yaitu Mahjura tetap diasuh oleh orang tua mereka.
 
Ketika beranjak dewasa dan pak Syakran telah berkeluarga, pak Mahjura sering menginap dirumah mereka. Mungkin karena pergaulan yang kurang baik pak Mahjura sering pulang dalam keadaan mabuk. Pak Syakran sudah beberapa kali memperingatkan namun tidak di indahkan oleh saudaranya sampai pak Sykaran menggunakan jalan kekerasan. Setiap pulang dalam keadaan mabuk Pak Sykaran selalu memukul adiknya hingga pingsan dan membiarkannya tergeletak di perkarangan rumah samapai pagi hari.
 
Ketika para tetangga mulai membicarakan hal tersebut, pak Mahjurapun menghilang beberapa bulan berlayar sampai keaceh menjadi nelayan namun karena cuaca beberapa bulan dalam kondisi buruk dia pulang tampa membawa hasil tetapi tetap tidak berani datang kerumah pak Syakran dan menetap di masjid menjadi marbot. Karena merasa kasihan pak Syakran memberi modal adiknya tersebut untuk menjadi pedagang ikan. Walaupun hati masih di penuhi dengan kekesalan namun tawaran tersebut di terima Pak Mahjura tapi dia tetap tinggal di masjid.
 
Beberapa tahun kemudian usaha pak Mahjura maju pesat, sebaliknya perusahaan tempat bekerja pak Syakran mengalami kebangkrutan. Pak Syakran merantau ke Jakarta, mencari perubahan nasib mulai dari supir taksi sampai pedagang eceran dengan satu tujuan bisa menyekolahkan naknya sampai keperguruan tinggi. Sebaliknya pak Mahjura di kampung menjadi pengusaha sukses dan sudah menunuaikan ibadah haji tapi tidak dikarunia seorang anakpun.
 
Sewaktu anak pak Syakran yang tertua menikah pak Mahjura datang mengunjungi rumahnya di Jakarta. Selama tinggal di Jakarta pak Syakran dan pak Mahjura jarang berbicara dan percakapan lebih banyak didominasi oleh istri mereka yang telah mengetahui kondisi tersebut sejak lama.
 
Sehari sebelum acara akad pernikahan pak syakran bebicara dengan saya. " Paku-paku bekas jemuran sudah di cabut belum biar bisa di jadikan pagar samping, nanti buat jemuran kita cari kayu baru" tanya pak Syakran " sudah dari tiga hari yang lewat cuma agak susah karena berkarat jadi yang susah saya ketok biar masuk kedalam kayu" jawab saya . Pak Sykaran memandang kayu tersebut " coba pandangi kayu tersbut walaupun paku sudah dicabut tapi bakas bolongnya tidak bisa hilang" kata pak Syakran mendesah , kemudian dia meneruskan kata-katanya " Jangan pernah menyakiti hati orang lain karena walaupun maaf sudah diberikan tetapi luka akan tetap menganga selamanya" kata pak Syakran sambil membenahi kayu-kayu tersebut. Dia adalah Ayahku yang sangat aku hormati.
 
 

Senin, 02 Maret 2009

Terkikisnya Sebuah Tradisi

Sebelum memasuki Jawa, penyebaran Islam di pesisir pantai Sumatera telah lebih dahulu dimulai. Kita bisa menemukan peninggalan situs maupun adat  dari kebudayaan Islam dibeberapa kota besar seperti Banda Aceh , Medan, Padang, Bengkulu dan Palembang. Di beberapa wilayah Sumatera Utara terdapat juga beberapa situs peninggalan seperti kuburan berukuran dua setengah meter di Barus sekitar seratus kilometer dari kabupaten Sibolga dan sebuah Masjid di pinggir laut yang telah berumur ratusan tahun ( sekarang sudah hancur terkena abrasi pantai dan gelombang tsunami ).
 
Almarhum kakek saya lahir dan besar disana. Sekitar tiga puluh tahun yang lalu sewaktu menginap dirumahnya yang berjarak dua ratus meter dari masjid tua tersebut, saya sering mendengar hentakan kalimat tauhid "la ila ha ILALLAH" oleh para jamaah masjid, membahana berbaur dengan deru gelombang air laut yang menghantam karang dan pasir di pantai. Dzikir jahar yang meupakan tradisi tua yang belakangan di bid'ahkan sebagian orang merupakan salah satu bukti kentalnya nuansa Islam di daerah tersebut.
 
Berbeda dengan almarhum kakek, almarhumah nenek dari ibu yang berasal dari Padang pariaman adalah penganut tarekat Naqsyabandi. Pada masa penjajahan beliau sering berpindah-pindah tempat bertugas sebagai perawat bagi para pejuang. Pada masa muda sampai menikah beliau menetap di bengkulu yang sangat kental dengan tradisi Syi'ah, akan tetapi kesantuan dan tatakrama  yang mencerminkan ahlak yang luhur membuat tidak ada sekat yang membedakan Syiah dan penganut tarekat yang berada di bawah organisasi Nadhatul Ulama. Di masa tuanya nenek banyak menghabiskan waktu dengan suluk baik secara sendiri dirumah maupun berjamaah di surau.
 
Jika abrasi air laut telah mengikis pantai, maka belakangan ini terkikisnya tradisi-tradisi lama seperti ikut menyeret terkikisnya ahlak para penganut agama yang sama dengan Nabi yang sama dan Tuhan yang sama, sebagian mengatasnamakan pemurnian agama, sebagian lagi orang yang mengikuti orang yang mengatasnamakan pemurnian agama. Penyebaran Islam telah dimulai para sahabat semenjak Rasulullah SAW masih ada yang misi utamanya adalah pengesaaan Allah.