Kamis, 02 Juli 2009

Para Petinggi Negeri


Untuk kalangan petinggi atau orang penting , kepandaian bersilat lidah dimiliki oleh politisi dan pengacara, bahkan tidak jarang pengacara juga merangkap sebagai politisi. Kemampuan bersilat lidah ini tidak hanya terjadi dimasa sekarang bahkan pada zaman Rasullullahpun banyak yang mempunyai kemampuan ini dan hal ini disadari penuh oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassallam yang diriwayatkan oleh  Ummu Salamah ra., ia berkata:
 
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya kamu sekalian datang meminta keputusan perkara kepadaku, dan mungkin saja sebagian kamu lebih pandai berhujah dari yang lain sehingga aku memutuskan dengan yang menguntungkan pihaknya berdasarkan yang aku dengar darinya. Oleh karena itu, barang siapa yang aku berikan kepadanya sebagian dari hak saudaranya, maka janganlah ia mengambilnya, karena sesungguhnya yang aku berikan kepadanya itu tidak lain dari sepotong api neraka. (Shahih Muslim No.3231)
 
Yang benar bisa jadi salah dan yang salah bisa jadi benar, itulah kemampuan si pesilat lidah. Di negara manapun keadilan bisa saja menjadi bias jika para penegak hukum tidak waspada dengan kelihaian mereka memainkan kata-kata dan memutar balikan fakta, yang menurut istilah mereka adalah  memaksimalkan bukti-bukti. Rasulullah sendiri sudah mewanti-wanti lewat hadist diatas, karena siapa yang tahu isi hati manusia. Dalam hadist lain Rasulullah SAW berkata "Yang paling aku takutkan bagi umatku adalah orang munafik yang pandai bersilat lidah. "(HR. Abu Ya'la)
 
Pada musim "pesta demokrasi" seperti sekarang ini, para politisi mulai mengobral janji. Kita di hidangkan tontonan oleh media televisi tentang bagaimana mereka merencanakan membangun bangsa ini melalui program debat CAPRES maupun CAWAPRES. Semuanya pastilah indah-indah untuk dilihat dan didengar, tetapi pertanyaannya adalah konsekwensi apa yang di peroleh jika mereka gagal dalam mengemban tugasnya ? dan jawabannya tentu saja tidak dipilih lagi dan bukan mengundurkan diri apalagi "harakiri". Berbicara mengenai hasil semua tampak islami dengan mengatakan bahwa mereka berusaha melakukan yang terbaik dengan landasan dalil bahwa setiap ijtihad pasti mendapat ganjaran pahala. Yang salah dapat satu dan yang benar dapat dua.
 
Jadi siapapun pilihan kita , baik salah maupun benar, baik gagal maupun berhasil, baik yang membuat kita sengsara maupun bahagia dalam kacamata agama harus kita hargai. Hanya kacamata ini saja yang mereka pakai kemana-mana, sedangkan kacamata mengenai pandangan agama yang lain tersimpan rapi di laci kepresidenan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar