Rabu, 13 Mei 2009

Semua Bisa Berpendapat

Belakangan ini buku-buku islam sangat membanjir di toko buku. Minat baca masyarakat begitu meningkat, dan hal inipun tidak sia-siakan oleh para penulis maupun penerbit. Mulai dari buku-buku baru maupun buku lama yang dicetak kembali telah bertengger diatas rak buku menunggu pembaca menghampirinya. Belakangan ini saya baru tahu kalau penerbit juga ada yang sektarian. Dideretan buku-buku islam seseorang berbicara dengan temannya dengan nada setengah berbisik " kalau mau beli buku lihat penerbitnya dulu, kalau mau aman pake penerbit yang ini saja , soalnya jauh dari perkara-perkara bid'ah, dan penulisnya semuanya ahlussunnah" katanya kepada temannya dan di iyakan oleh temannya tersebut.
 
Dideretan tafsir masih terlihat Al Misbagh karangannya pak Quraish Sihab, Al Azhar karangan Buya Hamka, belum lagi tulisan dari ulama dulu seperti tafsir ibnu katsir, fi zilalil Qur'an, Al Manar, dan lain sebagainya. Untuk tafsir-tafsir luar memang tidak semua toko buku memajangnya pada 'rack display'. Buku-buku syariah dan muamalah bertebaran dengan berbagai versi dideretan lain yang banyak disambangi oleh para remaja dan beberapa orang dewasa. Bisa dikatakan bahwa buku-buku yang terhidang adalah kumpulan pendapat para penulis terhadap satu sumber yaitu Al Qur'an dan Assunnah. Kok bisa beda yah. Jika ada sepuluh orang ulama yang berguru pada satu orang yang sama dan mengambil pada sumber yang sama yaitu Al Qur'an dan Hadist Rasulullah, mengapa pendapat mereka bisa berlainan, dan anehnya ada saja orang yang fanatik pada salah satu diantara mereka.
 
Kita bisa membuat pemetaan pada pola berfikir kita. Diantara sepuluh ulama yang kita anggap mempunyai ilmu yang sama, pastilah hanya satu yang kita merasa cocok dengan pendapatnya walaupun kita tetap menyukai dan menghormati yang lain, mengapa begitu ? Allah menciptakan pola berfikir setiap orang berbeda dengan yang lain, hal ini juga bersinggungan dengan masalah suka atau tidak suka, sama seperti berbedanya selera humor setiap orang. Bisa jadi tulisan saya ini juga dianggap sampah bagi sebagian orang dan ini adalah hal yang wajar. Kumpulan memori atau file dalam otak kita yang membentuk pola tersebut. Seseorang yang sehari-harinya berkutat pada masalah ekonomi dan keuangan maka ada kemungkinan ketika berbicara dalam konteks islam maka lebih besar titik dominasi muamalah ketimbang syariah, kalaupun ada syariahnya maka orientasi pastilah menuju ke arah muamalah seperti perbankan syariah, asuransi syariah dan sebagainya.
 
Untuk substansi akherat saja beberapa penulis berjalan pada arah yang berbeda-beda, Ada yang memfokuskan pada pembersihan diri, ada yang fokus pada peningkatan amal ibadah, ada yang fokus pada membersihkan amal ibadah. Dan untuk amal ibadah saja terpecah lagi menjadi beberapa sub bagian, bahkan ada ustadz yang berhasil fokus dan meraih massa pada sub ini seperti ada ustadz terkenal dengan dzikirnya , ada juga yang terkenal dengan fadilah sedekahnya. Jika ada pertanyaan apakah yang menyukai dzikir tidak suka bersedekah ? Tentu saja konteksnya tidak seperti itu karena ini adalah masalah "prefer" dalam istilah bahasa asingnya, atau kecenderungan. Dalam matematika Kita bisa membuat metode substitusi untuk bisa mendapatkan polanya. Lalu yang mana yang paling benar ? itulah masalahnya sampai saat ini kita belum pernah mendengar ada orang atau kelompok merasa paling salah, pasti kebalikannya. Jika sudah seperti itu pendapat anda sajalah yang benar paling tidak bagi diri anda sendiri tentunya.