Rabu, 18 Februari 2009

Cerita Lama

Kembali fikiran terbang kemasa delapan belas tahun yang lalu, masa-masa sekolah. Kata orang masa itu adalah masa yang paling indah, mungkin ada benarnya juga karena disana ada persahabatan, cerita cinta dan lainnya yang susah untuk dilupakan. Goresan tinta takdir memang membuatku terdampar di suatu sekolah yang tidak ada dalam rekayasa cita-citaku yang melulu berhubungan dengan lukis melukis atau desain yang aneh-aneh lewat grafis komputer ( padahal waktu itu komputer grafis belum banyak beredar dimasyarakat umum selain aplikasi wordstar, lotus123, dan DBaseIII).
 
Walaupun kelas berpenghuni hampir empat puluh orang tetapi kaum adam yang hidup bergerombol sebagai kaum minoritas dikelasku hanya berjumlah tujuh kepala sewaktu kelas satu, menjadi enam kepala sewaktu kelas dua dan berakhir di lima kepala sewaktu kelas tiga, benar-benar termarginalkan sampai benar-benar tersingkir dari kelas tetapi bukan karena tidak naik kelas tetapi karena menggelapkan uang sekolah dan memalsukan tandatangan dan stempel bagian administrasi. Sebuah kejahatan terencana, cikal bakal korupsi yang waktu itu belum negtop seperti sekarang.
 
Sebagai kaum minoritas, kebersamaan memang sangatlah penting terutama karena empat diantara kelima orang tersebut adalah 'fresh urban' atau anak perantauan yang hidup tanpa orang tua ditanah pengharapan dan yang satu lagi walupun sama-sama urban tapi sudah dia sudah tidak fresh lagi dan orang tuanya komplit menemaninya setiap hari , orang yang satu itu ya aku ini.
 
Seminggu sebelum ujian, kami memutuskan untuk jalan-jalan keancol dengan dana yang minim, maklum semua anak pekerja yang meliburkan diri sebelum pertempuran dimulai. Sesampai di ancol semua terlihat letih dan berusaha mencari tempat beristirahat dan ketemu. Sepuluh menit kemudian datang seorang petugas menegur kami " Mas apa tidak melihat tanda larangan di papan ini " kata petugas tadi , dengan mata agak melotot " Loh emang bapak tidak bisa baca pake nanya kami segala " kata Sugianto merasa tidak bersalah " Loh kok jadi galakan kamu udh jelas salah lihat dan baca DILARANG MENGINJAK RUMPUT" seru pak petugas mulai naik darah. " Itu bapak bisa baca, kan bapak tahu kami tidak sedang menginjak rumput tapi kami sedang tidur diatas rumput"  kata Sugianto sambil cengengesan.