Rabu, 27 Agustus 2008

Melihat Kembali Niat Kita

Ketika seorang arsitek membuat sebuah miniatur rumah lengkap dengan detailnya, kita langsung mempunyai gambaran tentang tempat yang akan kita huni, padahal untuk merealisasian hal tersebut di butuhkan waktu berbulan-bulan. Kebahagiaan menempati rumah dimiliki si empunya tetapi kepuasan merealisasikan impian si empunya dimiliki oleh sang arsitek dan tim nya.
 
Menerapkan nilai-nilai agama pada kehidupan nyata memang sangat susah karena terdapat banyak benturan kepentingan yang mewarnai hidup kita, seperti masalah seorang 'front officer ' di salah satu kantor yang mengatakan sulit sekali berkata jujur karena atasannya sering mengatakan " kalo ada yang nyariin bilang gak ada ya". Di lain sisi sering juga kita menemukan ketidak adilan didalam menerapkan hak dan kewajiban baik itu di kantor, dirumah maupun di masyakarat dan banyak lagi wacana-wacana dalam beragama yang masih berupa teks dan belum berubah menjadi sesuatu yang disifati.
 
Agama banyak mengajarkan kita bagaimana menjadi orang baik, tetapi fakta juga mengatakan bahwa banyak juga orang baik tanpa menyandang agama apapun, lalu dimana perbedaannya ? kita analogikan pada sebuah simulasi berikut ini . Ketika berbelanja pada sebuah hypermarket atau mini market di jakarta  sering kita jumpai kotak amal didepan pintu keluar-masuk dan banyak orang yang memasukan uang kedalam kotak amal tersebut, pertanyaanya apakah uang yang masuk memang di niatkan untuk menyumbang atau sekedar malas memegang uang kecil ? lucunya kalo memang buat nyumbang kok nilainya sama kecilnya dengan masukan orang yang malas megang uang kecil ?
 
Terbiasa melakukan sesuatu yang kebetulan dinilai orang baik berbeda dengan meniatkan berbuat baik karena sesuatu (ridho Allah) karena kebiasaan di bentuk oleh keadaan (outer-inner) sedangkan usaha di bentuk oleh niat (inner-outer) dan ini lah yang di usung agama Islam di banding agama lain yang hanya meletakkan sesuatu pada fitrahnya dan bukan tujuan pada peletakan fitrah tersebut.
 
Kata-kata "sesuatu dinilai dari niatnya" yang diambil dari potongan hadist nabi sangat populer di kalangan ummat islam, namun menyelaraskan hati dengan mulut bukan perihal yang mudah, tidak sedikit diantara kita yang meniatkan bekerja kekantor untuk mendapatkan ridho Allah tetapi masih mengeluh dengan hasil yang didapatkan setiap bulannya sehingga terjadi inkonsistensi antara yang diniatkan dengan hasilnya dari niat tersebut.
 

Jumat, 22 Agustus 2008

Logika Sebab Akibat

Kepolosan seorang anak terkadang justru membuat pikiran orang dewasa semakin ruwet, seperti pertanyaan "bu gimana sich caranya buat dede baru, yara mo buat juga nih" kata anak saya kepada ibu nya beberapa waktu yang lalu. Hal serupa juga terjadi di salah satu TPA ( Taman Pendidikan Al Qur'an) yang salah satu gurunya teman adik saya. Dia bercerita mengenai pertanyaan salah satu muridnya tentang sifat Allah yang maha pengampun. " Bu , apakah kalo kita salah trus Allah akan maafin kita ?" kata seorang anak, sambil tersenyum Ibu guru itupun menjawab " tenatu saja nak karena Allah Subhanahu wa ta'ala adalah maha pengampun sebesar apapun dosa kita"
 
"Bu iblis menggoda nabi Adam ya bu, jadinya nabi adam dikeluarin deh dari syurga", "betul nak tapi nabi Adam segera minta ampun kepada Allah dan Allah pun mengampuni segala kesalahan nabi Adam" kata ibu guru tersebut, berharap para anak didiknya terbiasa meminta maaf " trus bu,  apakah kalo Iblis meminta maaf Allah juga akan memaafkannya ?" Ibu guru terdiam sejenak karena  jawaban "ya" atau "tidak" akan membutuhkan penjelasan yang sangat panjang dan memerlukan kehati-hatian dan bisa jadi bagi sebagian orang hal ini sesuatu yang membingungkan jika tidak mau dikatakan tidak tahu.
 
Bagi manusia apapun bisa di ukur dengan logika pada kadar yang setara nilainya, seperti binatang di bandingkan dengan binatang lain atau manusia dengan manusia lain dan tidak adil jika kita membandingkan manusia dengan binatang karena sebanyak apapun persamaannya, perbedaannya jauh lebih banyak lagi. Kita juga tidak bisa membandingkan robot buatan manusia dengan si pembuatnya dan hal ini juga berlaku pada sang Pencipta dan mahlukNya.
 
Ketika Nabi Ibrahim di perintahkan untuk menyembelih anaknya yang masih belia yang bernama Ismail , maka tidak ada terlontar kata "mengapa" karena apapun jawabannya kadar pemikiran kita tidak bisa dibandingkan dengan Sang Pencipta akal tersebut
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS 37:102) setelah itu kita pun mengetahui hasilnya
 
Selama ini pikiran kita jebak dalam sistem kausalitas (sebab akibat), apakah sama antara kita melempar batu dan akibatnya batu menjadi terlepar jauh dengan kita memukul orang dan akibatnya orang pasti akan memukul kita , belum tentu walau secara sistem tampak sama karena dua orang yang mempunyai sifat berkehendak belum tentu mempunyai muatan emosi yang sama. Namun demikian manusia tetap di anjurkan berbuat kebaikan karena kebaikan itu akan kembali kepada manusia itu sendiri baik dari yang di beri mapun dari tempat lain yang di kehendaki allah. "Inna Akhsantum akhsantum li anfusikum" (QS 17:7)
 

Selasa, 19 Agustus 2008

Kekuatan Sebuah Fatwa

(Kilasan sederhana terhadap fatwa MUI terhadap larangan merokok)
 
Sesuatu yang bersifat relatif harus di simbolkan agar berubah menjadi nilai kuantitatif yang dengan nilai itu tingkat relatifitas bisa terukur. Dahulu, keadaan panas atau dingin belum bisa di modelkan sehingga rasa panas atau dingin setiap orang berbeda dengan orang lain sampai kemudian muncul suatu simbol untuk menggambarkan keadaan tersebut  yang bernama Celcius dan tidak beberapa lama kemudian disusul dengan Fahreinheit. Relatifitas berubah menjadi kuantitas artinya kita mempunyai satu titik kesepakatan dalam masalah suhu udara.
 
Ilmu pengetahuan selalu berusaha menyederhanakan nilai menjadi suatu simbol atau model, jika tidak maka sebagai contoh sulit bagi para juri menilai kecantikan miss universe, karena cantik adalah relatif dan untuk itu di perlukan simbol berupa angka dalam standarisasi penilaian begitupula halnya dengan penilaian cita rasa atau tingkat kecerdasan seseorang dan sebagainya.
 
Imam Syafi'i sebagai pencetus kaidah ushul fiqih menyadari pentingnya sebuah standarisasi  sehingga relatifitas penafsiran seseorang terhadap ayat-ayat Al Qur'an dan hadist Nabi bisa terarah, apalagi dalam masalah beribadah, dan pembuat standarisasi ini dikenal sebagai Mujtahid. Dan kita telah mengenal beberapa imam mujtahid, permasalahannya tidak setiap orang mengetahui bagaimana proses pengambilan dan penyimpulan yang melahirkan produk hukum tersebut sehingga ada sebagian  orang yang menyangkal dan mencari pembenaran sendiri lewat Al Quran dan hadist terhadap hukum yang di pahaminya.
 
Ketika sebuah penilaian di jatuhkan maka akan ada akibat langsung yang bisa di rasakan, seperti hasil penilaian para juri maka akan ada yang kalah dan menang, hasil penilain guru maka akan ada yang naik dan tinggal kelas, hasil penilaian hakim maka akan ada yang di hukum dan ada yang di vonis bebas. Pertanyaannya apakah kita bisa menentang penilaian yang telah di jatuhkan ? Kita bisa saja tidak puas tetapi ketika sebuah nilai telah ditetapkan maka kita wajib menghormati dan menta'ati , karena jika setiap orang dibiarkan berfikir secara subjectif maka segala penilaian dan hukum yang bersifat objektif akan terabaikan. Lalu apa ujung dari semua itu ? tidak lain adalah pemenuhan sebuah kepuasan, namun demikian jikalah kehati-hatian masih bisa dijadikan pilihan maka hadist Rasulullah di bawah ini mungkin bisa jadi bahan renungan
 
An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)
 
Salam
 
 
David
 
 
 

Jumat, 15 Agustus 2008

Tidak Pernah ada penyelesaian suatu masalah

Jika kita sadari sebenarnya tidak pernah ada penyelesaian suatu masalah yang ada adalah masalah yang terselesaikan baik itu melalui usaha kita atau melalui campur tangan orang lain. Sebagai contoh ketika kita akan menyerahkan suatu laporan kepada atasan , tiba-tibalaporan kita hilang sewaktu deadline (misal sore ini ) dan kita merasa berada dalam suatu masalah. Rentang waktu masalah adalah sewaktu hilang sampai sore (sewaktu penyerahan) Pertanyaannya adalah apakah besok pagi masalah itu masih ada ?.....tidak ada yang tahu

Cobalah rekam kejadian itu dan amati bagaimana cara Allah membantu anda sejak laporan itu hilang sampai saat penyerahan. Keesokan harinya buka rekaman di kepala kita dan kita akan menyaksikan benang kusut terurai begitu indah (walaupun pada ahirnya anda di omelin) tetapirasakan kesudahannya ada rasa plong melewati sore itu. Ketika itu kita akan sadar bahwa kehendak kita berada di bawah kemauan Sang maha berkehendak dan Allah pula yang akan menyelesaikannya baik melalui tangan kita atau tangan orang lain seperti firman Allah dalam surat Ath Thalaaq ayat 3 dan Al Anfaal ayat 17

"Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu"


" Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "

kata " wamaa romaita idz romaita walaakinnallaha romaa " dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. mengindikasikan bahwa segala gerak kita sebenarnya hanya mengikuti ketentuan yang telah di tetapkanNya permasalahnanya kita tidak tahu apa yang telah di tetapkan atas diri kita, disisi lain akal kita terus menjelajah sesuatu untuk mecari sebuah pembuktian.

Nafsu Yang Selalu Menyuruh Kepada Kejahatan

Apakah kita mencintai pasangan kita karena kecantikan atau kegagahannya ? atau cinta yang membuat pasangan kita terlihat cantik atau gagah, lalu apa yamg membuat orang buta jatuh cinta ? Apakah cinta bisa mempersatukan dua jiwa atau cinta baru muncul setelah bersatunya dua jiwa ? . Semua tubuh perempuan adalah aurat bagi lelaki yang punya mata tetapi ada saat tertentu suara perempuanpun bisa jadi aurat dan hal ini juga berlaku bagi orang buta. Sebaliknya aurat laki-laki tidak terlalu banyak di permasalahkan selain dalam kaidah fiqih sholat,  semua serba normatif dan relatif. Apa jadinya manusia tanpa birahi tentulah kita berkembang biak seperti robot dan jika itu terjadi maka rutinitas ini bisa jadi bagi sebagian orang begitu membosankan.
 
Sifat dan hawa negatif dalam tubuh adalah anugrah Allah yang tidak mungkin bisa dihilangkan dan sebagai penyeimbang maka disusupkan juga sifat dan hawa posistif dan tidak hanya itu pengendalian sifat negatif yang notabane nya untuk kepentingan diri sendiri masih di ganjar pahala oleh Allah, dan kitapun di beri wadah untuk mengendalikannya seperti Sholat, Puasa, Zakat, Haji, dan lain-lain yang secara mikro tampak seperti pengabdian secara vertikal tetapi secara makro berdampak pada kesetaraan secara horisontal, lalu masalahnya dimana ? masalahnya tidak setiap orang mampu menahan gejolak dan lonjakan hawa negatif ini bahkan nabi Yusuf hampir tidak sanggup menahan lonjakan hawa tersebut jika tidak mendapatkan pertolongan dari Allah
 
"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih". (QS 12:24)
 
dan hal ini diakui pula oleh nabi Yusuf, bahwa sebenarnya kita akan sangat sulit mengendalikan hawa negatif  ini jika tidak meminta pertolongan dari Sang Pemberi hawa negatif tersebut.
 
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang" (QS 12:53)
 
Lalu dimana letak usaha kita ? jika kita mau jujur sebanarnya usaha kita hanya menjauhi pemicu hawa negatif atau kemungkaran ini karena jika kita telah masuk kedalam perangkapnya maka sulit bagi kita untuk menghindar bahkan sangat sering kita mendengar kata "Astagfirullah" terucap setelah kejadian berlangsung (marah, memandang yang bukan haq, berdusta, iri, dan sebagainya dan sebagainya) lalu bagaimana caranya menjauhi pemicu tersebut ? jawabannya sederhana yaitu banyak -banyak mengingat Allah (berdzikir) karena "la hawla wa la quwwata illa billah". Namun jawaban sederhana tersebut tidak cukup sederhana untuk diterapkan bukan ?
 

Berpuasa Dengan Cinta

Fungsi bendungan bukan sekedar sebagai penahan air sungai, melainkan sebagai penyimpan dan kemudian menyalurkan pada beberapa irigasi di berbagai lahan pertanian disamping itu juga bendungan berfungsi sebagai motor penggerak yang digunakan untuk  pembangkit tenaga listrik seperti yang terdapat pada waduk jatiluhur. Puasa bukanlah sarana untuk menahan hawa nafsu, karena sebuah tahanan mempunyai masa berlaku dan selama menahan maka akan terjadi proses akumulasi jumlah tahanan.
 
Seseorang yang menahan rasa lapar pada saat puasa akan mengalami lonjakan ketika berbuka. Sebenarnya yang kita butuhkan adalah pengendalian dan bukan penahanan dan puncak pengendalian ada pada saat berbuka sebagai contoh ketika hendak berbuka maka akan muncul berbagai keinginan untuk menyediakan menu berbuka maka mengendalikan segala keinginan tersebut dan berbuka dengan menu alakadarnya misalnya dengan hanya dua butir kurma dan air putih hangat adalah puncak sebuah pengendalian dalam berpuasa lapar pada hari itu ( pembahasan belum masuk pada nafsu lain )
 
Kita masih ingat kalau orang dulu sering berkata " jangan bengong loh nanti kesambet " , artinya kita dilarang berfikiran kosong atau melamun karena hal itu mengundang hawa negatif kedalam tubuh. Mengosongkan fikiran dari hal-hal membangkitkan hawa nafsu tidak akan bisa bertahan lama dan untuk itu di butuhkan dorongan dari dalam  yang ketika mata kita atau telinga kita atau mulut kita tidak bisa menahan maka sesuatu dari dalam akan datang untuk membendung, dan sesuatu itu bernama Dzikrullah
 
Berkali-kali Allah menegaskan bahwa kita tidak akan sanggup membersihkan hati (QS 4:49 ) disusul dengan (QS 24:21) tetapi Allah lah yang akan membantu membersihkan hati kita dan hal itu sulit terjadi jika kita jarang mengangungkan asmaNya (dzikir). Sehebat apapun usaha kita dalam menjaga hati tidak akan bisa menahan badai  godaan yang datang dari luar. Setinggi apapun ilmu kita tidak akan sanggup menahan realitas tuntutan hidup yang terus merongrong karena jika kita perhatikan para koruptor adalah orang-orag berilmu dan juga banyak para pemimpin yang haus kekuasaan adalah ahli-ahli agama.
 
Kita tidak bisa menampik pahala yang dijanjikan oleh Allah terhadap apapun ibadah yang kita lakukan, namun beribadah hanya karena pahala terlalu naif tanpa cinta kepada sang Pemberi pahala. Satu-satunya yang bisa mengalahkan materi adalah cinta, bisa kita saksikan pengorbanan seorang ibu kepada anaknya, bisa kita dengar banyak yang rela mati demi yang dicintainya bahkan kata-kata melangkolis " gunung kan kudaki lautan kusebrangi demi cintaku padamu" menunjukan kehebatan sebuah cinta, dan ada juga yang mengatakan bahwa cinta itu buta yang tidak memandang materi.
 
Jika pahala dan dosa adalah sebuah materi yang tidak berwujud maka jelaslah dia selalu terkalahkan dengan materi yang berwujud apalagi jika materi tersebut di iringi dengan keluhan istri, tangisan anak, bujukan atasan , sanjungan bawahan , maka segala cerita bisa berubah seketika, lalu apa yang bisa mengalahkannya ? tidak lain adalah cinta dan dengan hanya mengaharap cinta Allah (ridho Allah) kita memulai niat untuk beribadah "Innas sholati wa nusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil 'alamin"
 
Salam
 
David
 
-------------------------------------
 
Dari senandung dzikir yang selalu menghiasi alam semesta
lewat kepak sayap kelelawar dimalam hari
lewat hembusan angin penghantar putik sari memanjakan bunga
lewat gelombang samudra yang menghantam karang ditepi pantai
merapat lewat hentakan qalbu sang pencinta
menyentuh lewat tangisan para bayi
berteriak lewat tarikan sakratul maut
 
Terlalu lama kita memejamkan mata dan berkata "aku tidak bisa melihatmu tuhan"
dengan tangan yang selalu tersembunyi sambil mengeluh "aku tisak bisa menggapaimu tuhan"
sambil menekuk kaki kita berkata "bagaimana aku melangkah kearahmu tuhan "
lalu kemudian diam diantara himpitan masalah dunia
 
tidak pernah ada ruang untuk bergerak
kita hanya tertipu lewat indera mata ke indera perasa
tidak ada waktu untuk lari
kita hanya berpindah memori dari frame yang satu ke frame yang lain
Kita seperti menjadi saksi penipuan diri
 
La ilaha illallah
Ilahi anta maksudi wa ridhoka matlubi..............

Senin, 11 Agustus 2008

Jebakan Fikiran

"Mind trapping" atau jebakan fikiran sering membuat sesuatu yang tampak sederhana menjadi demikian rumit. Suatu ketika teman dari daerah datang ke Jakarta dan menginap di sebuah hotel kelas tiga di pinggiran kota, entah mengapa setelah dua hari menginap di hotel tersebut baru dia menelpon saya dan mengatakan bahwa dia sudah berada di Jakarta sejak 2 hari yang lewat dan baru bisa menghubungi karena ada urusan keluarga. Sesampainya disana saya pura-pura kaget dan memberitahukan bahwa di kamar tempat dia menginap setahun yang lewat pernah terjadi pembunuhan dimana satu keluarga terbunuh setelah di rampok terlebih dahulu. Mendengar hal tersebut teman hanya mengangguk perlahan tetapi dampaknya malam berikutnya dia tidak bisa tidur nyenyak, seperti di ikuti oleh sesuatu, padahal dua hari sebelumnya tidak ada terjadi apa-apa.
Segala predikat yang melekat pada diri kita adalah pembentukan dari sebuah pengetahuan, mungkin bagi suku badui yang tidak pernah mengakses informasi ketika berhadapan dengan SBY bisa beranggapan bahwa dia bukan siapa-siapa. Pengetahuan tidak hanya membentuk sebuah kesadaran baru tetapi juga bisa mengikat kesadaran tersebut menjadi sebuah hukum sebagai contoh ketika kita tidak tahu bahwa segelas air di meja mengandung alkohol maka halal bagi kita meminumnya dan hukum haram jatuh ketika informasi mengenai kandungan alkohol yang terdapat didalam air tersebut datang kepada kita.
Selain jebakan fikiran, suasana hati juga bisa mempengaruhi keseharian kita, sebagai contoh ketika kita sedang duduk kemudia datang ustdaz kemudian berkata "jadilah orang yang sabar karena Allah bersama orang-orang yang sabar" dan hal ini bisa kita terima dengan senang hati tetapi bagaimana jika ketika muka kita habis di pukul oleh seseorang kemudian sang Ustadz berkata seperti itu, tentu saja situasinya sangat berbeda bukan ? mungkin kita lebih senang saat itu sang ustadz berbicara mengenai keadilan ketimbang kesabaran.
Kesimpulan sederhananya adalah bahwa sangat di perlukan sebuah kebijaksanaan dalam menyaring setiap informasi dan kebijaksaan dalam menyampaikannya sehingga amar ma'ruf nahi mungkar di laksanakan dengan cara yang ma'ruf dan bukan sebaliknya.