Jumat, 14 November 2008

Sandiwara Mimpi

Ada yang mempertanyakan apa sih bedanya memikirkan hari esok dan kemaren, bagi seorang rekan yang memang tampak selalu flamboyan dalam berkata-kata menjelaskan bahwa " kemaren adalah pengalaman sedangkan esok adalah rencana "  namun semuanya bagi saya layaknya mimpi, seperti  mimpi saya berikut ini
 
Jika pada biasanya pentas sandiwara di lakukan di sekolahan, maka adalah sebuah terobosan baru kalo tidak mau disebut keanehan ketika pentas seni itu di selenggarakan di pengajian. Tidak mengerti apa maksud dari bapak ustadz dan ibu ustadzah mengadakan acara tersebut yang memang bertepatan dengan maulid nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wassallam. Dengan bertemakan " Antara Bid'ah dan Sunnah", skenario dan dialog disusun dengan sangat cerdas, menggelitik tapi bisa menjengkelkan bagi sebagian orang tapi bagi orang seusia kami waktu itu semua tampak menyenangkan. Tidak banyak yang bisa diingat dari peristiwa lampau tersebut kecuali beberapa dialog yang kemudian hari banyak menjadi masukan dalam membuat sebuah penilaian.
 
Peran Mustafa yang ahli Bid'ah di berikan kepada Hamim dan peran Zaid yang ahli Sunnah di berikan kepada Junaidi.  Keduanya berlagak bak punggawa timur tengah. Zaid berkata " hai Mustafa janganlah kau malakukan sesuatu yang tidak pernah di contohkan oleh Rasulullah, bukankah ancamannya adalah neraka ?" dengan gaya super sufi mustafa menjawab " ya  Zaid tahu dari mana kau sesuatu itu dilakukan atau tidak dilakukan oleh Rasulullah selain dari riwayat dan sahnya tidaknya riwayat tersebut juga di hukumi oleh manusia bukan Rasulullah sendiri"  Junaidi yang memerankan Zaid sempat lupa dialog nya namun jubah besar yang biasa dipakai oleh orang arab telah menyelamatkannya karena lembaran naskah di simpannya di balik jubah.
 
" Jika seperti itu nanti semua orang bisa melakukan apapun dengan mengatakan ini dari Rasulullah, bukankah kita mempunyai banyak ahli hadist yang telah menyeleksi beribu bahkan jutaan hadist seperti imam Bukhari dan Imam Muslim" terang zaid dengan hati-hati seperti didikte " tapi saudaraku yang aku lakukan inipun ada hadistnya cuma oleh sebagian orang dinilai tidak layak hanya karena asumsi-asumsi baik itu yang meriwayatkan pendusta, tukang mengada-ada tidak dikenal dan sebagianya padahal mereka meriwayatkan juga hadist dilarang berburuk sangka, lalu bagaimana mungkin mereka memilah hadist dengan berburuk sangka ?" . Hamim memang pandai memerankannya gayanya seperti pemikir sejati. " ini masalah hukum saudaraku ada pengecualian jika tidak bagaimana mungkin kita bisa memenjarakan maling tanpa prasangka yang didukung fakta tentunya" sahut Zaid mulai percaya diri ( maksudnya si Junaidi).
 
" okelah kita terima asumsimu lalu siapa yang berani memastikan bahwa seorang yang dinilai suka berbohong  juga berbohong dalam meriwayatkan hadist lalu siapa juga yang berani memastikan bahwa yang dinilai tsiqah tersebut tidak pernah berbohong seumur hidupnya ?" tampik Mustafa, semakin berlika-liku " Bukan begitu saudaraku ini hanya untuk kehati-hatian karena kita tidak mungkin menilai sesuatu yang tidak tampak dan menutupi yang jelas terlihat" terang Zaid dan junaidi mulai menemukan ruh peran tersebut. " Jika seperti itu, demi yang memiliki langit dan bumi beranikah kau saudaraku memastikan bahwa riwayat yang dinilai sahih sebagai kebenaran mutlak dan yang tidak sahih atau da'if sebagai kesalahan mutlak" tantang Mustafa " tentu tidak karena sebagai manusia kita dianugrahi akal untuk mencari kebenaran dan untuk itulah para ahli hadist sampai sekarang terus menggali berbagai informasi sehingga kualitas hadist semakin terjaga " sahut zaid
 
Mustafa tertawa terbahak-bahak, mungkin saking menjiwai Hamim jadi sedikit batuk " ha ha ha kau tidak berani memastikan sesuatu yang mutlak tetapi kau berani menghardik dan menganggapku sesat bahkan menghukumiku di neraka dan mengabaikan Allah Subhanahu Wa Ta'ala  yang mempunyai otoritas tertinggi"
 
Lamunan buyar , sahutan adzan terdengar memanggil manusia menuju sesuatu yang maha mutlak yang berlepas diri dari segala sangka dan asumsi hambaNya dalam memerankan scenario akbar yang telah di tetapkanNya sampai akhir waktu.