Kamis, 28 Februari 2008

Permainan Tanpa kata




Kebahagian dan kesedihan terkadang datang melampaui kejadian yang sebenarnya, semua berita berubah jadi praduga sementara realita masih menunggu disana, bahkan terkadang doa sering dipanjatkan mencegah cerita menjadi nyata. Reaksi fikir yang terlalu jauh justru lebih sering membelenggu dan juga sebaliknya melemparkan kita pada suasana tidak menentu. Ketika seseorang mendapat khabar bahwa dia akan mendapat hadiah besar, seketika itu pula kebahagian menyelimuti dada, segala angan melambung meninggalkan fakta yang belum terjadi, begitu juga sebaliknya jika yang diterima adalah berita buruk maka mendadak hati menjadi guncang walaupun kebenaran belum menampakkan wujudnya. Rasulullah SAW sendiri pun pernah mengalami hal ini pada kasus Aisyah, istri beliau yang tertinggal di perjalanan dan bertemu salah seorang sahabat yang mengantarkannya sehingga menimbulkan fitnah dan diklarifikasi oleh Allah langsung pada surat An Nur ayat 11 (lihat sababun nuzul).

Memang benar ketenangan hati bisa menciptakan kecepatan berfikir namun tidak juga salah jika rekasi fikir berlebihan bisa mengguncangkan hati, semuanya seperti permainan bahasa tubuh. Segala persepsi baik dan buruk berawal di fikiran dan berakhir di hati sehingga tidak hanya dibutuhkan berfikiran positif (positive thinking) tetapi juga merasa positif (positive feeling).

Kepasrahan sering disalah artikan sebagai ketidak mampuan berusaha, justru kepasrahan pada ketentuan Allah membutuhkan usaha dan keyakinan yang sangat tinggi dan banyak orang yang gagal dalam menempuh kepasrahan total seperti ini. Ketika hendak berperang Rasulullah SAW meminta infaq para sahabat untuk bekal di perjalanan , salah seorang sahabat yaitu Umar bin Khattab RA secara spontan menyerahkan separuh dari hartanya dan meninggalkan separuh lagi untuk keluarganya. hal ini secara logika sangat bijaksana dan Rasulullah SAW pun memuji tindakan tersebut , disisi lain Abu Bakar RA meyerahkan seluruh hartanya untuk di bawa kemedan perang sedangkan nasib keluarganya diserahkan kepada Allah SAW dan RasulNya, dan ini merupakan sebuah totalitas kepasrahan yang sangat tinggi, sehingga tidak salah jika Rasulullah SAW mengatakan "jika iman umat ini dtimbang dengan imannya Abu Bakar maka imannya Abu Bakar jauh lebih besar", kepasrahan yang seperti ini bisa mengalahkan bantahan logika, karena bagi sebagian orang hal ini dianggap sebagai suatu kebodohan.

Dunia seperti berada di balik tempurung kepala kita dan keimanan menurut pada kehendak pemahaman. Ketika Rasulullah SAW bertanya pada seorang wanita tua mengenai keberadaan Allah SWT dan di jawab oleh wanita tersebut bahwa Allah SWT berada di atas langit, maka Rasulullah SAW hanya mengiyakan dan tidak memberikan interpretasi lanjutan. Kejadian ini juga dipahami secara berbeda oleh berbagai pihak dan ada juga yang menjadikan hal ini sebagai dalil pembenaran. Apakah ada dalil yang menjelaskan bahwa orang pintar lebih banyak disyurga dari pada orang bodoh, jika tidak mengapa perbedaan pemahaman disikapi secara berlebihan ? hal ini karena kita terlalu sering bermain dan menciptakan pola-pola di kepala kita da menempatkan orang lain pada posisi yang sama, padahal Allah SWT menciptakan perbedaan agar dunia bisa berputar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar