Senin, 14 Januari 2008

Ada Apa Dengan Takdir


Ketika seseorang bicara masalah takdir, maka secara tidak langsung dia telah masuk kearea perdebatan panjang ratusan tahun yang silam yang bahkan telah memecah ummat islam menjadi beberapa golongan. Setiap golongan memang menggunakan dalil masing-masing dalam mendukung pendapatnya sehingga implikasi yang tampak adalah dalil mendukung akal dan bukan akal yang tunduk pada dalil karena memang dalil masih memerlukan penafsiran lebih lanjut dan ini jelas wilayah akal kecuali merujuk pada ayat-ayat muhkamat (sudah jelas).

Kayakinan akan takdir merupakan rukun iman yang ke enam sehingga jika seseorang mengatakan percaya pada takdir tetapi tidak bisa menjelaskan apa yang dia percayai tersebut merupakan kebodohan dalam beragama dan Islam sulit menerima orang-orang seperti ini jika tidak mau disebut sebagai agama taklid buta (mengikuti tanpa tau arah). Jika lah kita memang berstatus mengikuti karena belum sanggup berijtihad (melakukan kajian/ analisa) sendiri maka status nya adalah 'itiba (mengikuti dengan mengetahui arah yang di ikuti), namun demikian tetap saja pemahaman akan takdir tersebut sangat diperlukan agar takaran kita dalam menjalani hidup bisa lebih jelas karena menurut Qurais Sihab takdir sendiri secara bahasa terambil dan kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika Anda berkata, "Allah telah menakdirkan demikian," maka itu berarti, "Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya."

Agus Mustafa dalam bukunya "Mengubah takdir " berpendapat bahwa Allah mempunyai dua ketetapan, ketetapan pertama disebut qadar yaitu yang dibawa sejak lahir oleh setiap orang. Seseorang diberikan oleh Allah kesempatan untuk merubah takdirnya atau berusaha menyelaraskan dengan qada Allah, dan hasil dari usaha tersebutlah disebut takdir Allah atau disebut ketetapan kedua (terakhir). Hasil tidak mesti baik karena pertimbangan baik buruknya adalah kehendak Allah. Kehendak Allah ini dititipkan kepada manusia melalui qada sehingga manusia diperintahkan untuk berusaha merubah nasibnya sendiri seperti terkandung dalam Surat Ar Ra'd ayat 11 ......."Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."....

Namun demikian jika kita tinjau dari sudut hadist ada kecenderungan bahwa usaha yang kita lakukanpun sudah merupakan bagian dari takdir Hadis riwayat
Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. sebagai orang yang jujur dan dipercaya bercerita kepada kami: Sesungguhnya setiap individu kamu mengalami proses penciptaan dalam perut ibunya selama empat puluh hari (sebagai nutfah). Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Selanjutnya Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu: menentukan rezekinya, ajalnya, amalnya serta apakah ia sebagai orang yang sengsara ataukah orang yang bahagia. Demi Zat yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya salah seorang dari kamu telah melakukan amalan penghuni surga sampai ketika jarak antara dia dan surga tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga ia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah ia ke dalam neraka. Dan sesungguhnya salah seorang di antara kamu telah melakukan perbuatan ahli neraka sampai ketika jarak antara dia dan neraka tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga . Sahih Muslim : 4781

Hadis riwayat
Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Pernah Adam dan Musa saling berdebat. Kata Musa: Wahai Adam, kamu adalah nenek moyang kami, kamu telah mengecewakan harapan kami dan mengeluarkan kami dari surga. Adam menjawab: Kamu Musa, Allah telah memilihmu untuk diajak berbicara dengan kalam-Nya dan Allah telah menuliskan untukmu dengan tangan-Nya. Apakah kamu akan menyalahkan aku karena suatu perkara yang telah Allah tentukan empat puluh tahun sebelum Dia menciptakan aku? Nabi saw. bersabda: Akhirnya Adam menang berdebat dengan Musa, akhirnya Adam menang berdebat dengan Musa Sahih Muslim : 4793

Kaum Sunni beranggapan bahwa ketika seseorang belum mengetahui takdir nya maka wajib atasnya berusaha dalam hidupnya walaupun hasilnya baik atau buruk telah ditetapkan oleh Allah SWT. Sepintas ada yang beranggapan bahwa paham kaum sunni ini sangat bersinggungan dengan paham jabariyah yang menganut paham bahwa segala tindak tanduk manusia telah diatur sepenuhnya oleh Allah SWT sebelum manusia itu dilahirkan sehingga manusia hanyalah berlaku layaknya sebuah wayak yang sedang di gerakkan oleh sang dalang. Namun akal terkadang menghadang kepercayaan ini dan hal ini tergambar dalam sikap umar ketika hendak memasuki kampung yang terkena wabah penyakit, maka umar menghindar dan menempuh jalan lain , kemudian sahabat bertanya " wahai umar kenapa engkau takut memasuki kampung itu apakah engkau takut dengan takdir Allah ? " , " tidak " kata umar " aku sedang mencari atau berjalan pada takdir Allah yang lain"

Sebenarnya jika kita bercermin pada sikap Rasulullah SAW maka tidak kita temukan satupun dalil yang menunjukkan sikap pasrah pada nasib atau terlalu optimis dalam berusaha akan tetapi beliau selalu berusaha menyandarkan segala sesuatunya kepada Allah SWT sehingga jika beliau berhasil maka beliau bersyukur dan bila gagal beliau sabar inilah yang disebut dengan tawakkal, seperti itu pulalah semestinya cermin yang kita gunakan sehari-hari dalam mendapatkan ridha Allah SWT.

1 komentar:

  1. akal kadang memberikan masukan yang tidak sejalan dengan kehendak ruh ilahiah. hatipun jadi terbolak balik. jika semua adalah takdir Allah, lalu mengapa harus ada surga dan neraka.....
    ade

    BalasHapus